Judul Skripsi :
Pandangan Hakim Dalam Perkara Perceraian Yang Disebabkan Tidak Memiliki Keturunan Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Di Pengadilan Agama Bantul 1 B) - Nurul Hidayati (Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Asy-Syakhshiyyah) Jurusan Hukum Islam Fakultas Syari'ah Universitas Negeri Islam Raden Mas Said Surakarta 2023)
Pendahuluan:Â
Islam mengatur manusia dalam menjalani kehidupan yang teratur dalam perkawinan yang ketentuan-ketentuannya dirumuskan dalam bentuk aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan. Dalam Islam juga mengatur tentang keluarga, tidak secara garis besar tetapi secara rinci. Hal ini menunjukkan kepedulian yang besar terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga dibentuk melalui perkawinan, oleh karena itu perkawinan sangat dianjurkan oleh Islam bagi mereka yang sudah memiliki kemampuan.
Namun realitas yang terjadi, manusia menujukkan banyak faktor dalam berumah tangga sehingga terjadi perselisihan dan pertengkaran sekalipun sudah mendapatkan pengarahan dan bimbingan. Dengan demikian, realitas kehidupan membuktikan bahwa menjaga kelestarian dan kesinambungan hidup bersama suami istri bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan.
Pengertian perceraian sendiri yang diatur dalam Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam adalah ikrar suami dihadapkan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Dan dengan melihat pasal yang diatur pada Pasal 113 sampai dengan Pasal 148 dapat ditemukan bahwa Prosedur perceraian memang tidak mudah, karena harus memiliki alasan yang kuat dan harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pada Pasal 116 Â dijelaskan alasan-alasan perceraian adalah sesuatu yang menjadi dasar kebolehan jika salah satu pihak menjadi cacat atau jatuh sakit yang menyebabkan mereka tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri dan selalu terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga. Hal lain yang dapat menyebabkan suami putus cerai.
Alasan:Â
Terdapat 2 perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul yaitu perkara pada Nomor 379/Pdt.G/2021/PA.Btl dan Nomor 960/Pdt.G/2021/PA.Btl dengan alasan perceraian disebabkan oleh tidak memiliki keturunan dalam pernikahannya. Yang mana alasan tersebut tidak tercantuum dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116.
Hal tersebutlah yang menarik perhatian saya sebagai penulis untuk melakukan review pada skripsi ini dan juga bagaimana pandangan hakim dalam menyikapi perkara perceraian tersebut.
Pembahasan Hasil Review :Â
Di dalam perkara Nomor 379/Pdt.G/2021/PA.Btl alasan perceraian adalah suami  tidak memberikan nafkah yang layak, sering berjudi dan mabuk-mabukan, dan juga menginginkan keturunan akan tetapi tidak bisa memberikan keturunan. Sedangkan Nomor 960/Pdt.G/2021/PA.Btl alasan perceraian adalah ketidak harmonisan dipicu oleh sifat dan sikap yang buruk, sering berbicara kasar, keluarga menuntut agar segera diberikan keturunan, serta perselisihan dan cekcok di antara keduanya.
Menurut Majelis Hakim tidak adanya keturunan mengakibatkan adanya pertengkaran dan perselisihan meskipun pada pasal 116 tidak dijelaskan mengenai alasan tidak memiliki keturunan, namun alasan adanya pertengkaran, perselisihan dan tidak memberikan nafkah diatur pada pasal 116. Majelis Hakim berpendapat bahwa alasan tidak memiliki keturunan merupakan alasan primer, sedangkan akibat dari tidak memiliki keturunan sehingga menyebabkan perselisihan dan pertengkaran merupakan alasan sekunder. Maka dalam memutus perkara perceraian tersebut, hakim memberikan putusan dengan landasan akibat perselisihan dan pertengkaran.
Rencana Skripsi Yang akan Ditulis:Â
Rencana penulis adalah kenyataan bahwa sekarang merupakan zaman moderen yang sudah menginjak 5.0 sehingga banyak teknologi yang berkembang. Dengan realita tersebut banyak orang yang telah berkeluarga menghabiskan waktunya dengan menatap televisi atau ponsel mereka.
Hal tersebut menjadi masalah nyata dan dapat menyebabkan terputusnya komunikasi, yang merupakan kunci untuk mempertahankan keluarga yang erat dan bahagia. Tidak hanya berdampak pada kedua belah pihak yaitu suami dan istri melainkan juga berdampak terhadap anak atau keturunan mereka. Sehingga membuat komunikasi dalam mendidik anak kurang terpenuhi dan dapat menganggu Kesehatan mental bilama tidak melakukan komunikasi dalam mendidik anak dengan sesuai.
Bagaimana langkah-langkah yang tepat untuk melakukan komunikasi dan mendidik anak yang sesuai dengan perkembangan zaman sekarang?. Â Sehingga tidak akan terjadinya perselisihan dan pertengkaram didalam berkeluarga yang berakibat perceraian.
Penulis:
Manal Ilham Al Mazid
NIM 212121130
UIN Raden Mas Said Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H