Mohon tunggu...
Imma Wicaksono
Imma Wicaksono Mohon Tunggu... wiraswasta -

wanita biasa,pendiri Makassar Cooking Club, berkarir di @mamlala_kitchen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mama, oh Mama

22 Januari 2012   12:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:34 2001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisah nyata tentang pengorbanan seorang mama, dari sekian banyak cerita tentang pergobanan seorang mama.

Siang tadi, saya bersama suami dan kedua anak kami, lala dan aryo memutuskan untuk jalan jalan seputar kota Makassar, berharap kegiatan kegiatan menjelang imlek besok sudah bisa kami saksikan, misalnya pertunjukkan barongsai atau pertunjukkan khas tionghoa lainnya. Ternyata semua yang kami harapkan itu belum dapat kami saksikan, walaupun setiap sudut jalan jalan protokol telah dipenuhi dengan spanduk spanduk ucapan gong xi fat choi dan aneka dekorarasi khas imlek, namun kemeriahannya belum terasa betul,pun dengan jalan jalan yang dikenal sebagai kawasan tempat tinggal dan pusat bisnis suku tionghoa di  Makassar,seperti jalan nusantara, jalan Sulawesi, jalan jampea, dan jalan lembeh. Yang ada hanya riuh dari macetnya kendaraan, yang sehari harinya memang seperti itu keadaannya. Namun suasana menyambut imlek mulai terasa hangat disekitar kelenteng xian-ma, --salah satu klenteng terbesar di sekitar jalan Sulawesi. Dekorasi dekorasi imlek telah dipasang dan dipersiapkan di depan klenteng tersebut, beberapa orang terlihat sibuk mondar mandir mempersiapkan segala sesuatunya. Saya dan suami tidak mau ketinggalan memotret dengan menggunakan kamera bb kami masing masing, tujuannya ingin menjadikan sebagai picture profil di bb kami masing-masing, hihihi.

Setelah puas berkeling keliling mencari suasana menjelang imlek dari atas mobil, kami lalu menuju jalan sombaopu. Sesuai kesepakatan bersama, kami ingin menikmati gado gado rumah makan nyoto yang letaknya di jalan sombaopu untuk  lunch kami siang ini. Sesampainya kami ditujuan, masing masing lalu memesan menu kesukaan masing-masing. Saya, suamiku, dan Aryo memilih gado gado, dan Lala, nasi rawon.

Tidak lama setelah pesanan kami datang, dan kami telah mulai menikmati makanan tersebut, masuklah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan keempat orang anak, bersama kakek dan supirnya. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan, karena sibuk menyuapi Aryo -yang walau sebenarnya sudah bisa makan sendiri, tetapi karena menurutku makannya akan lebih banyak jika saya suapin, maka sayapun pun bersabar perut menahan lapar, sampai Aryo menyelesaikan makannya- sambil sesekali memperhatikan Lala yang langsung asyik menikmati menu andalannya, nasi rawon.

Tanpa sadar, saya lalu mengamati keluarga tersebut yang duduknya memang berseberangan dengan meja tempat kami makan. Saya seperti melihat gambaran diri saya pada sosok ibu dari keluarga tersebut. Atau lebih tepatnya gambaran dari sosok ibu pada umumnya.  Tiga orang anaknya berusia antara 10 tahun hingga 7 tahun,semuanya laki laki. Lalu yang bungsu berusia sekitar 3 tahun, perempuan. Kedua anak yang paling tua memesan makanan dan minuman mereka masing masing dengan bantuan sang ibu, anak yang ketiga masih bingung dan menginginkan waktu lebih lama untuk membaca menu supaya bisa memilih menu yang diinginkannya. Sedangkan anak yang paling kecil - yang sejak datang tadi memang sudah rewel dan masih terus rewel, berusaha dibujuk oleh sang ibu, rupanya si bungsu ini menginginkan sesuatu dari sebuah toko yang tadi mereka lewati. Sang ibu lalu terus membujuk si bungsu, dan supaya anggota keluarga yang tidak terganggu dengan tangisan si bungsu, sang ibu lalu membawa anaknya itu keluar dari rumah makan, sampai selang beberapa lama. Sementara ditinggal oleh ibu dan adiknya, saya amati, kedua kakak, ayah, kakek dan supirnya, hampir menghabiskan makanan mereka.  Ketika mereka kembali, si bungsu itu masih saja menangis, walau begitu, sang ibu masih saja sabar menghadapinya, sambil menggendong, di bantunya si kakak yang ketiga yang belum juga memesan makanannya dan masih saja terus bertanya pada sang ibu beberapa nama menu yang tidk dikenalinya, dan sang ibu masih dengan sabar terus menjelaskan apa isian menu makanan yang ditanyakan anaknya itu. Sampai akhirnya si anak ketiga memutuskan untuk memilih satu menu, tapi masih dengan embel embel, tidak pake ini, ditambahin itu. Weleh weleh..

Akhirnya anak yang bungsu tidak lagi menangis,saya tidak sempat lagi mengamati, apa yang membuatnya akhirnya berhenti dari rewelnya. Karena akhirnya pun saya juga sibuk menikmati gado gadoku setelah selesai menyuapi Aryo.  Tapi sang ibu masih tetap sibuk melayani si bungsu itu, kali ini, ia sibuk menyuapinya, sambil sesekali memperhatikan ketiga anaknya yang lain, memastikan keduanya menghabiskan makanannya masing masing. Dan saya yakin betul sang ibu itu sejak awal mereka datang belum pernah sekalipun duduk, sementara sang ayah kini telah menghabiskan makanannya dan tetap hanya duduk tenang dengan sikap kekenyangan.

Terakhir, ketika kami akan beranjak keluar dari rumah makan tersebut, saya lihat sang ayah hampir bersamaan dengan suamiku menuju kasir untuk membayar. Keempat anak anak mereka sudah selesai makan, dan barulah kemudian sang ibu akhirnya duduk dan dengan sikap tergesa gesa, menikmati (atau menghabiskan ) sisa makanan dari anak anaknya, karena sang ayah sudah sementara membayar di meja kasir. Aduhh sang ayah ini, begitu sangat tidak pengertian yahh..

Sambil menuntun Lala danAryo menaiki mobil, saya terus memikirkan kejadian tersebut. Saya seringkali pun mengalaminya, bukan hal yang luar biasa memang. Semua sosok mama mungkin sering mengalami hal seperti itu. Tetapi suami dan anak anak kita tidak menyadarinya, semuanya sudah menjadi kewajiban tidak tertulis dari sosok mama. Bayangkan jika sosok seperti itu tidak ada dalam sebuah keluarga.

Mama oh mamaa.., berarti banget yah hadirnya, tetapi seringkali tidak disadari bahkan oleh orang orang yang sangat membutuhkan hadirnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun