Ke Jakarta aku kan kembali, walaupun apa yang kan terjadi. Disana rumahku, dalam kabut biru.... (KoesPlus).
Bagaimana perasaan kalian semua setiap mendengar lirik lagu ini terdengar merdu dinyanyikan? Bagi pendatang lama yang sudah matang asam garam dalam mengadu nasib diJakarta barangkali terlalu dalam lirik lagu ini mewakili banyak cerita.Â
Sedangkan bagi yang ingin mengadu nasib ke Jakarta, apa yang selintas terbersit dalam pikiran? Barangkali saat musim mudik Lebaran yang kemarin sudah berlalu, pesona mobil mobil plat B nan gagah dan nilai nominal saweran bagi bagi angpau dari mereka memukau mata Anda.Â
Seribu dia ribu rupiah mencari laba dikampung halaman seperti tidak sebanding dengan mudahnya kaum pemudik mengulurkan limaribu rupiah untuk membayar uang parkir tanpa kembalian. Iya, barangkali kaum urban yang ingin menyusul peruntungan dan mencoba mengadu nasib terpesona oleh bayangan kemudahan  mengais Rupiah diJakarta.Â
Boleh boleh saja mencoba mwngadu nasib diJajarta, sama halnya dengan boleh boleh saja tetap bertahan dikampung halaman apabila melihat potensi daerah sendiri yang belum banyak dikembangkan. Modal mental yang kuat memang perlu untuk bertarung di lahan persaingan kerja manapun.Â
Ditempat asal saya sudah bukan rahasia lagi apabila ingin merantau keJakarta tentu harus beserta dengan rombongan teman temannya sesama tenaga kerja proyek bangunan.Â
Keahlian dan skill mumpuni serta tenaga kuat adalah modal utama untuk ikut dalam rombongan tenaga kerja proyek bangunan yang banyak dibutuhkan di Jakarta lebih tepatnya Jabodetabek area.Â
Tempat berteduh dan beristirahat sekedarnya saat bekerja tidak masalah selama mereka punya komunitas yang banyak. Tenaga kerja untuk warung makan khusus pekerja proyek juga biasa satu paket saat berangkat bersama sama lagi u tuk mengadu nasib di Jakarta.Â
Yah inilah pekerjaan KKN alias nepotisme tetapi tidak menyogok uang dalam jumlah yang besar. Mengapa? Karena benar benar tenaga kerja mereka harus sudah punya kemampuan yang layak untuk ikut bekerja , begadang lembur dan sebagainya.Â
Tukang masak juga hanya punya syarat betah melek, kuat fisik dan olahan makanan mereka masih cocok dilidah pekerja pekerja bangunan ini. Khusus untuk watung proyek ini, tentu saja apabila proyek pekerjaan Mandor dalam skala borongan yang besar. Dan tak perlu malu dengan model pekerjaan yang tidak berdasi kantoran ini.Â
Ada pula yang bercita cita dapat pekerjaan serabutan sembari menemukan pekerjaan yang nantinya lambat laun pas. Yang perlu diingatkan adalah biaya hidup diJakarta itu berbeda. Semua gerak langkah yang kita lakukan rata rata perlu ongkos alias biaya membayar selalu ada. Â Sudah siap?Â
Sebenarnya menjalin interaksi dan kerjasama bisnis yang sekiranya menguntungkan dari daerah kita dengan Jakarta juga bisa menjadi alternatif. Mencoba mencari peruntungan dengan mencari cari link dan klien bisnis yang pas dan tepat juga peluang yang boleh dicoba dengan syarat tekun dan sabar. Â
Banyak banyak mencari informasi dan suka duka mereka kaum wiraswastawan sukses yang bisa mengembangkan potensi daun pisang, nasi jagung kemasan instan, konveksi khas daerah dan lain sebagainya adalah contoh yang bisa kita tiru.Â
Kalau ternyata jalan sukses kita adalah berbisnis sampai ke kota kota besar termasuk Jakarta, maka pergi ke Jakarta bukan lagi angan angan semata. Entah untuk tujuan mengembangkan usaha atau jalan jalan ke wisata Monas, Ancol dan sebagainya.Â
Semoga tidak ada lagi cerita sedih tentang kegagalan atau terlunta lunta saat mencoba mengadu nasib sebagai kaum urban yang ikut pergi keJakarta bersamaan dengan arus  mudik kembali. Semoga tidak menjadi beban pikiran negarawan Bangsa kita tercinta ini setiap tahunnya. Barangkali.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H