Mohon tunggu...
MamikSriSupadmi
MamikSriSupadmi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Anggota Bank Sampah Desa. Anggota Fatayat Muslimat NU Ranting

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Merasa Lebih Nyaman Sendiri, Memilih Mandiri; Berbahagialah Pasutri, Semoga Resesi Seks Pergi

5 Januari 2023   12:22 Diperbarui: 5 Januari 2023   12:31 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah bukan hal aneh lagi ketika kita melihat orang yang dianggap telat berumah tangga., usia tua baru menikah seperti tidak ingin punya momongan dan terkesan hanya ingin hidup berduaan saja. Alih alih bahkan ada yang menganggap sembari menikmati waktu mengisi hari tua kelak ada yang menemani.

Istilah jojoba alias jomblo jomblo bahagia juga pernah terdengung dengan lantang. Tidak memandang usianya berapa, menjadi jomblo alias sendirian juga bisa memperoleh kesenangan dan kebahagiaan yang luar biasa. Tidak ada yang salah juga dengan pernyataan tersebut, pun saya juga tidak membenarkan jomblo selamanya itu indah. Semua ada pertimbangannya masing masing. Kamu sendiri jomblo apa punya pasangan wara wiri dear? 

Sudah melihat foto anak kecil tersebut? Gemas kan rasanya apabila dirumah kita ada yang lucu lucu dan membuat ramai suasana sehingga betah dan merasa nyaman dirumah? Pilihan menampilkan atau menyodorkan hal hal yang membuat kesenangan hidup terasa lebih lengkap apabila kita punya keluarga, kehidupan seks yang sehat adalah salah satu hal yang bisa dijadikan penyemangat dan perangsang bahwa kebahagiaan dan sukacita kita bertambah apabila punya keluarga yang selayaknya. 

Kerepotannya juga penghibur lelah, bisa membangkitkan semangat untuk giat bekerja lagi. Semacam kampanye getok tular ini perlu kita dipopulerkan dikalangan jomblo yang terlebih lagi sudah punya penghasilan. Lebih mapan penghasilan, kita support juga untuk menemukan pasangan hidup yang tepat agar greget bahagia menjalani kehidupan lebih terasa. 

Memang ada juga yang beralasan, sedang menikmati kesendirian dengan lebih tenang, tidak ribet dan kehidupan normal toh juga terus berjalan. Komitmen terkadang menyisakan pikiran takut tiba tiba merasa tidak cocok, menemukan tidak klop nyambung sana sini setelah mencoba menjalani hubungan dengan seseorang. Faktanya kan memang ada juga orang yang menikah dan cerai. Yang dianggap tukang kawin alias menikah beberapa kali juga ada dalam kehidupan bermasyarakat kita. Bisa dimaklumi bagi mereka yang pernah berkomitmen dan putus pasti punya pengalaman konflik batin. 

Akhirnya kesendirian menjadi pilihan menjalani kehidupan tanpa beban. Disebut sebagai faktor traumatik juga bisa. Nah ini yang bersama kita harus meyakinkan bahwa bolehlah melewati sendiri dulu untuk menenangkan dan memantapkan hati. Tidak apa, tetap bahagia kok kalau pada akhirnya bertemu pasangan yang sehati. Tukang kawin cerai memang akan dicibir sanasini, karena masyarakat lingkungan sekitar kan hanya menonton dan tidak menjalani. Yang ini malah anti resesi sebenarnya, hehe. 

Yang terpenting adalah pada akhirnya bertemu yang paling tepat, langgeng rumah tangga dan bisa saling mengerti. Artinya apa? Yah itulah kita usahakan kontrol masyarakat lebih modern dan memahami makna kesehatan jiwa dalam lingkungan bermasyarakat. Perlunya mengembangkan semacam ceramah, kajian kehidupan dalam bingkai agama dan psikologi sepertinya bisa membantu. Lebih berasa adem dan supporting each other istilahnya. Kondusif mungkin lebih bisa mengena. 

Resesi seks akan menjadi semacam gaya hidup yang dipopulerkan? Faktor keengganan berkomitmen dalam bentuk rumah tangga tampaknya perlu digali lebih serius. Pola pendidikan yang pernah dijalani olah mereka yang menikmati gaya hidup yang dianggap terkini tersebut juga bisa kita tarik garisnya. Benang merahnya dengan pilihan hidup yang mereka jalani saat ini dengan begitu santai, bahagia tanpa beban. Mandiri, tidak merepotkan, tidak membuat gaduh, warga yang juga taat pada aturan terkadang menjadi ciri ciri kaum resesi seks terkini tersebut. 

Semua hal hal yang baik dan bernilai positif tersebut tentu saja akan menjadi lebih plus dan menyenangkan apabila terbersit keinginan berkomitmen dengan berpasangan. Harus sabar mungkin agar kampanye bertambah bahagia dengan hidup bersama dalam rumahtangga menjadi pilihan mereka. 

Keselarasan faktor ekonomi, psikologi masyarakat, pendekatan pendidikan agama dan kesehatan lingkungan semoga bisa tersinergi bersama. Namanya juga gejala pilihan hidup, semoga solusi berbahagia dengan pasutri dalam keluarga harmoni bisa mengatasi resesi yang satu ini. Berharap Resesi Seks 2023 tidak kita alami. 

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun