Mohon tunggu...
MamikSriSupadmi
MamikSriSupadmi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Anggota Bank Sampah Desa. Anggota Fatayat Muslimat NU Ranting

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Budaya "Bungsu" Penjaga Rumah

8 November 2021   08:46 Diperbarui: 8 November 2021   08:48 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada berapa anggota keluarga anda semua? Dua saja cukup; sukses mengikuti  program KB , 3 jumlah dambaan atau hanya anak tunggal saja yang kadang kadang diparodikan sebagai anak sultan? 

Tak masalah ya berapa jumlahnya yang penting tumbuh kembangnya putra putri sehat dan membahagiakan keluarga. Saya adalah anak sulung dalam keluarga saya. 

Sulung identik dengan anak mandiri karena lahir ketika ayah bunda sedang merintis menjadi keluarga. Anak tengah biasanya riang gembira dan luwes bergaul bisa ikut sana sini. 

Si bungsu jangan ngambek ya kalo dianggap manja, kolokan sedikit tetapi penuh kasih sayang karena terbiasa punya kakak kakak yang penuh perhatian. Ini pendapat umum secara global, tidak berlaku mutlak tentunya.

Ketika usia beranjak dewasa dan masing masing anak menemukan selera, cita cita pekerjaannya masing masing banyak orang tua yang dalam "bercandanya" kadang tak sengaja melontarkan seloroh alangkah senang dan baiknya apabila ada salah satu dari mereka nanti yang tetap bisa tinggal dirumah tempat mereka tumbuh dari kecil. 

Dan candaan ini saya yakin tidak hanya sekali atau dua kali diucapkan. Ada juga orang tua yang secara serius melontarkan keinginannya agar ada satu anak yang tetap tinggal mendiami rumah mereka. 

Alasan merawat rumah yang penuh kenangan  dan sayang kalau terbengkalai begitu saja, bercampur dengan keinginan terdalam dari orang tua agar ada anak cucu yang menemani mereka di usia senja nanti. 

Anak bungsu biasanya yang terus dijadikan dambaan agar keinginan orang tua bisa terwujud. "Kalau bisa, kamu saja ya le, nduk, nang...yang tinggal" . Seperti itulah kira kira ucapan penuh harapan.

Tak ada yang salah atau benar dalam keinginan dan harapan orang tua. Anak menjalani saja sebaik baiknya jalan kehidupan, nanti juga akan ada solusi dalam bentuk apapun agar tetap bisa berbakti pada orang tua. 

Kakek dan Nenek dari Ayah saya termasuk salah satu orang tua yang masa tuanya hanya berdua saja. Maklum putra putri mereka mendapatkan pekerjaan yang harus berdinas di luar propinsi, pulau atau lain kecamatan. Ayah saya termasuk yang jarak rumahnya terdekat.  Si bungsu yang kebetulan putri  malahan mendapatkan pekerjaan dan jodoh dipulau seberang. Jaraknya terjauh deh akhirnya dari rumah kakek nenek kami. Untung rumah kakek nenek dekat dengan beberapa kerabat pakde budhe. 

Salah satu bulik malah mengajukan diri untuk setiap hari bersih bersih rumah kakek nenek.  Dengan senang hati keluarga kami menyambutnya.

Sebenarnya kalaupun tidak ada bulik, anak anak juga hendak mencarikan orang yang bisa bersih bersih dan syukur syukur jaga rumah. Keluar uang untuk orang tua walaupun termasuk budget bulanan jangan dianggap beban ketika mengeluarkannya. Itu belum seberapa, prinsip itu yang harus diterapkan.  

Rumah kakek nenek juga tempat lansia sekitar berkumpul bercengkerama, dan Buliklah yang kami percaya untuk membeli roti roti, susu, gula teh dan panganan kesukaan agar mereka mereka itu betah. . Yang penting bagi putra putrinya tentu saja adalah menyempatkan diri berkunjung disela waktu mereka. Kapanpun dan semampunya. Karena anak putri memang harus izin suami bukan? Kakek nenek kebetulan sudah tiada semua. Hanya berkunjung dipusara dan doa tak terputus, itu yang bisa dilakukan. 

Kakek dan nenek dari Ibu saya termasuk golongan yang ditemani anak bungsu yang terikat tinggal dirumah. 

Tinggal dan merawat orang tua tentu penuh suka duka. Apalagi Bulik yang kebetulan menantu. Sering  diwanti wanti saudara lain agar apabila ada tingkah orangtua yang nyeleneh, diam saja. Ndableg ndak usah dimasukin ke hati. Perlu ekstra kesadaran bahwa merawat orang tua yang kadang rewel dan caper itu sudah lazim.

 Ya, maklumlah tinggal serumah itu berbuay baik setiap hari kadang tak terlihat. Berbeda dengan mereka yang sesekali berkunjung . 

Yang jelas tinggal bersama orang tua, dan merawat mereka harus enjoy dan hilangkan emosi. Anggap saja  nyeleneh, agak pelupa tetapi ngeyel dan polah lainnya itu sebagai bahan hiburan. Semacam lelucon penghibur. Di "iyain" saja apa maunya adalah tips melewati hari hari bersama lansia. Toh mereka gampang lupa. 

Teman pengajian saya lebih lucu lagi kejadiannya ketika tinggal bersama mertua. Speaker dan mic yang diantarkan kerumahnya untuk giliran Yasinan dipergunakan Mertuanya untuk melantunkan Adzan. Tak peduli waktunya jam berapa, sang mertua mbahModin yang pandai melafalkan doa tetapi memang sudah pikun ini tiba tiba melantunkan Adzan. Saya yang kebetulan rumahnya agak dekat, sampai terpingkal pingkal. Teman saya kebetulan susminya memang si Bungsu juga. 

Barangkali bungsu yang sangat dimanja, akhirnya berganti memanjakan "ortu " tercinta. Kalian barangkali ada yang tinggal dengan mertua karena bersuamikan SiBungsu atau malahan Si Bungsu itu sendiri? 

Walau sering pikun tetaplah hormat "nderek langkung", merawat dan mengingatkan secara santun. Siapkan kesabaran ekstra agar tetap "harap maklum". Siapapun kita jadilah anak berbakti dengan cara apapun, semoga beruntung. Oke?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun