Mohon tunggu...
MamikSriSupadmi
MamikSriSupadmi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Anggota Bank Sampah Desa. Anggota Fatayat Muslimat NU Ranting

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Masa Puber Dulu, Antisipasi Baper Biar Jauh dari Minder

22 September 2021   18:26 Diperbarui: 22 September 2021   18:30 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Mengenang usia remaja dulu, terkadang senyum simpul sendiri mengingat kenangan lewat foto dan juga beberapa memori dihati tentang hal hal yang konyol yang pernah saya jalani. Kebetulan saya melewati masa SMP dan SMA di sekolah negeri yang pada zaman itu sudah pasti dianggap punya prestige tersendiri.  

Apalagi bila masuknya memakai standar NEM dan bukan karena kertas sakti ada kuota beberapa kursi dalam. Walaupun tetap ada juga siswa yang memilih sekolah di tempat lain walaupun nilai bagus karena alasan jarak dan biaya tambahan karena faktor jarak.

Gaya berbusana masa itu masih sangat dipengaruhi oleh majalah majalah remaja yang menampilkan gaya modis lewat baju, tas dan sepatu bermerk tertentu. 

Aneka merek mewakili brand tertentu, iklannya wara wiri dimajalah remaja yang mewakili selera feminin, maskulin maupun unisex alias digemari semuanya. Kami secara massive jadi sekaligus tahu berapa harga tas,sepatu dan baju gaul harian teman teman yang kami pakai. 

Kebetulan orangtua saya termasuk yang menyukai model baku, sederhana tapi awet. Bisa membayangkan kan pilihan orang tua saya? Dan kewajiban mutlak saya harus memakainya. Lagipula model baku itu termasuk katagori aman.

Beragam ekstrakurikuler yang bisa kami pilih setelah jam sekolah. 

Nggak gaul rasanya kalo nggak ikut ekstra. Dan tentu saja ada biaya ekstra, ekstra pengeluaran bagi orang tua kami  yang harap maklum tidak saya pahami saat itu. 

Kan memang  belum paham mencari uang. Ada rasa iri terkadang kalau ada teman yang modis trendy bisa ganti ganti gaya disetiap acara. 

Karena hal itu termasuk modal awal diterima bergaul digrup mana saja. Cantik, ganteng juga masih dianggap biasa - biasa saja kalau belum menampilkan sesuatu yang spesial. 

Walhasil kelompok sedang sedang saja seperti saya ini akhirnya putar otak dan harus kreatif. Bertemu teman "selevel" dan akhirnya Kreatuf berjamaah. 

Dulu  saya ikut kelas jasa mengetik dan ketrampilan mengetik fasih standar EPM dan tidak melihat keyboard itu masih bisa saya lakukan hingga saat ini. 

Dan tentu saja super berguna. Hiking bersama, membantu merapikan perpustakaan dan datanya, menjaga koperasi sekolah mencatat penjualan sederhana adalah kenangan spesial bagi kami. 

Saat itu saya nyaman dengan teman sealiran ini karena selain pergaulan pas dikantong uang jajan saya, gaya penampilan kami juga tak terlalu mencolok alias tidak highclass pada zamannya tapi juga tak jadul amat. 

Membuat stiker dan slayer scarf  anggota juga pernah kami lakukan. Dan dari ide stiker ini akhirnya kelompok ekstra kami membuat stiker aneka desain bertuliskan sekolah kami dan menjualnya lewat koperasi sekolah. 

Dengan prestasi sederhana ini saya pun juga mengenal teman ekstra Basket, Tenis lapangan yang termasuk olahraga bergengsi menurut saya waktu itu. Kalau anak ekstra olahraga penampilan juga lebih bergaya. 

Sehari hari juga mbois istilahnya. Sama dengan anak band. 

Saya kebetulan bisa tenis meja sedikit dan terpakai kalau ramai ramai menyemarakkan meeting class. Ikut paduan suara juga bersama beberapa teman sekelas lainnya saat bertugas jadi pelaksana upacara bendera di sekolah.

Beranjak SMA saya ikut kegiatan teater karena sepertinya ada bakat seni mengalir dari Ayah yang waktu muda dulu pernah ikut grup kesenian ketoprak anak muda binaan desanya. 

Lumayan hasilnya sering diajak nonton pentas anak ISI sebagai mentor kami dan tentu saja tampil berkelompok dan sesekali ikut lomba. Saya jadi tidak begitu minderan lagi kalau tampil sendiri gegara teater ini. 

Menguasai emosi diri dan panggung.  Dan tentu saja teman pergaulan bertambah lagi. Tetapi saya tidak pernah punya ambisi khusus waktu itu setiap ikut kegiatan sekolah.  

Bersanding dengan mereka anak anak populer apalagi bersaing gaya saya sudah baper duluan. Jadi ya begitu dech, memilih kegiatan berkelompok yang rutin dengan jadwal tertentu karena hasrat eksis saya sudah tersalurkan. 

Nggak terkenal tapi saling kenal dengan teman. Saya sudah bahagia. Ketika bahagia, minder pun reda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun