Â
TITISAN KUPU-KUPU MALAM
 Hanum Faiz
Ada yang benci dirinya
Ada yang butuh dirinya
Ada yang berlutut mencintainya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya
      Sayup-sayup kidung kenangan mengalun lembut menembus celah pintu kamar Viona. Kamar berukuran 3x3 itu menjadi tempat favorit Viona. Di kamar kecil itulah Viona menghabiskan waktunya sepanjang hari. Nyaris Ia tak pernah keluar rumah, bahkan Ia tak pernah sekalipun bertemu dengan Ibunya. Orang bilang ibunya bekerja di luar kota sebagai PSK. Tapi Viona tak memedulikan hal itu. Ia tak pernah sekalipun bertanya kepada nenek tentang pekerjaan ibunya. Bagi Viona ibunya adalah sosok pekerja keras yang bertanggung jawab menghidupi keluarganya.
      Viona, gadis remaja yang berwajah blasteran, tinggal di kampung bersama neneknya. Sejak kecil Viona hidup berdua bersama neneknya, Ia sendiri tidak begitu mengenal siapa sesungguhnya Ayah dan Ibunya. Tapi suatu hari, saat Ia masih kecil, Ia pernah dikunjungi sosok wanita cantik dengan berbagai hadiah yang diberikan kepadanya. Namun, saat Ia bertanya hal itu kepada nenek, nenek tidak bisa menjawab, tapi justru malah menangis terisak-isak, hingga akhirnya Viona mengurungkan niatnya untuk bertanya kembali.
      Viona merebahkan tubuhnya dengan seragam Abu-abu yang masih menempel di tubuhnya. Matanya berkaca-kaca, Ia sudah tak sanggup lagi mendengar ejekan teman-temannya. Kali ini benar-benar ejekan yang pedas, hingga pertahanan Viona jebol. Ia menangis sejadi-jadinya. Meratapi nasibnya yang begitu malang.
"Hey, Lu anak pelacur!" ejek Alexa sinis. "Jangan rayu pacar gua, dong!" lanjutnya.
"Iya tuch, emang ibunya pelacur, pantas saja kalau anaknya ganjeng" ucap Sisil pedas dan di iyakan oleh teman-teman yang lain. Ejekan yang dilontarkan kepada Viona, bukanlah tanpa sebab. Bram, cowok yang disukai Alexa, berusaha mendekati Viona. Tidak hanya Bram yang berusaha merayu dan menggoda Viona, ada banyak cowok yang tertarik dengan kecantikan Viona. Selain memiliki paras bule, perawakan Viona juga berbeda dengan teman-temannya, Ia cenderung lebih tinggi, memiliki iris mata yang berwarna biru, dipadu dengan lentiknya bulu mata dan tebalnya alis mata menambah kesan bahwa Viona bukan orang Jawa tulen. Kulit cerahnya makin menyempurnakan kecantikannya. Namun, itu semua tidak membuatnya bahagia. Ia sering menjadi bahan cemooh teman sesama cewek. Ia justru insecure dengan kesempurnaan dirinya.
      Viona masih menutupi wajahnya dengan bantal, saat nenek Ijah memanggilnya. Viona tidak merespon panggilan neneknya, Ia masih enggan bangun dari tempat tidurnya.
"Kamu kenapa lagi?" Tanya nenek Ijah. Nenek Ijah sudah bisa menerka, jika Viona dipanggil tidak menjawab pasti ada masalah dengannya. Ia mengelus lembut kepala cucunya. Cucu yang membuat semangat hidupnya. Meski sejujurnya Ia rindu dengan Sandra, Ibu Viona. Bagaimana tidak rindu, anak satu-satunya pergi jauh darinya dalam kurun waktu yang cukup lama.