Bagiku lebih mudah menghitung berapa kali seseorang datang dan pergi dari hidupku ketimbang menghitung hasil : 145 x 105 -88 + 97 : 5. Lebih mudah pula menakar jumlah rinduku padanya ketimbang mumet memikirkan berapa jumlah akar kuadrat sekian dari bilangan. Aku juga akan bahagia saat mengetahui bahwa cintanya tak terbagi; utuh untukku daripada pusing memikirkan porogapit.
Dia dan Matematika sama rumitnya. Bedanya adalah, aku menyukai semua tentangnya, sedangkan bagiku Matematika adalah sesuatu yang menakutkan.
Tetapi rupanya anggapan bahwa seseorang yang lemah dalam Matematika adalah mutlak bodoh dan sebaliknya, mereka yang pintar Matematika mutlak pintar masih berlaku. Bagiku itu anggapan yang salah. Coba pikir, ada berapa banyak cabang ilmu dalam kehidupan? Matematika hanya salah satunya.
Memang benar, segala sesuatu perlu rumus dan hitungan, tapi tidak adil rasanya bila memandang sebelah mata pada yang lemah dalam hal berhitung.
Bagi yang pintar berhitung akan dengan mudah menghapal rumus perkalian di luar kepala. Tetapi mungkin tidak tahu kapan Raja Kertanegara lahir, atau siapa nama asli Mahapatih Gajah Mada.
Aku percaya, setiap orang dilahirkan dengan kelebihan masing-masing. Jika ada yang mahir pada hampir semua cabang ilmu, maka aku mencari tahu mengapa mereka bisa begitu. Bisa jadi itu sebuah karunia. Dan bukankah karunia lebih mudah diberikan kepada mereka yang tidak menyerah pada ketidakmampuannya?
Btw irungku sampe pesek mikir Matematika!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H