Dengan banyaknya keluhan Masyarakat diberbagai Media terkait Penerapan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang wajib dipertimbangkan pada setiap Transaksi Perolehan Hak yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP), baik orang pribadi maupun badan dalam wilayah kota Makassar, yang lalu kemudian "Loket Pelayanan Pembayaran belum bisa menghitung jumlah pajak yang harus dibayar", dengan alasan "sedang menunggu ada aturan baru yang akan keluar",(Fajar.co.id / 16 mei 2019) yang hal ini mendapat tanggapan keras dari Ketua Umum DPP-LIMIT, Mamat Sanrego.
Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2018, Tentang Pajak Daerah, yang pembentukannya berdasarkan ketentuan pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan retribusi Daerah, khususnya Pemindahan hak karena jual beli, yang mana dalam Perda tersebut dijelaskan pada pasal 56 ayat (1) "Dasar Pengenaan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah "Nilai Perolehan Objek Pajak", Sedangkan yang dimaksud "Nilai Perolehan objek Pajak" seperti salah satu contoh, yaitu Kewajiban Pembayaran BPHTB didasarkan atas "Jual beli harga yang ditransaksikan" antara Penjual dan Pembeli dan bukan merupakan hitung-hitungan yang tanpa dasar.
Sepatutnya para Regulator/Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota harusnya melaksanakan sesuai Peraturan Perundang-Undangan dengan tidak mengesampingkan apalagi dengan cara dianulir Peraturan yang lebih tinggi seperti PERDA, sebab "Kebijakan yang melanggar Hukum, dipastikan batal demi hukum", karena dengan beredarnya  Surat Edaran  di Masyarakat (wajib pajak) kota makassar Nomor : 970/ 135/ S.EDAR/ BAPENDA/ IV/ 2019, Tertanggal 30 April 2019 Tentang Penggunaan Zona Nilai Tanah (ZNT) dalam Wilayah Kota Makassar, sangat mengganggu ekonomi sektor rill, aktifitas Transaksi Jual beli Tanah dan Bangunan dan tentu saja berpengaruh pula pada pendapatan Daerah.
Sejogyanya Pemerintah Kota Makassar jika ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang perolehannya berasal dari Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, khususnya Bea atas Pemindahan hak karena jual beli, harus berani mengambil langkah hukum sesuai Peraturan Perundang Undangan, utamanya yang berhubungan dengan Perubahan salah satu klausul (pasal) yang ada di Perda No. 2 Tahun 2018 mengenai sangsi jika suatu saat ditemukan Transaksi yang diduga tidak sesuai "Prinsip cara kerja Sistem Self Assesment", maka konsekuensinya dikenakan denda sebesar mungkin dan bukan hanya berdasar dari Rekomendasi baik tertulis apalagi jika hanya secara lisan.
Makassar, 14 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H