Mohon tunggu...
Aqisyiah Rifdaeni
Aqisyiah Rifdaeni Mohon Tunggu... Administrasi - 62411
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

fiat justitia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mamat Sanrego: Sejarah Mattoanging, Jangan Diobok-obok

2 Juli 2019   10:57 Diperbarui: 2 Juli 2019   11:12 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publisher makassar indeks tgl 12 april 2019 yang menuliskan "Aset pemprov, Joss enggan lepas stadion Mattoangin" kemudian ditindaklanjuti Kabiro aset pemprov, Hj. Nurliana yang mengatakan, "itu aset pemprov berdasarkan sertipikat hak pakai (SHP) no.40 thn 1989" dan didukung pula pernyataan dari beberapa Pejabat Terkait yang menjelaskan tentang Stadion mattoanging adalah aset pemprov.

Coba kita menilik setelah kalimat Pasal 418 alinea 2 kuh perdata, kemudian perbandingan kalimat pernyataan kabiro aset pemprov, hj nurliana, bahwa "stadion mattoangin adalah aset pemprov sesuai sertipikat hak pakai (SHP) no 40 Tahun 1989", yang tanpa menjelaskan sumber sertipikat Hak Pakai tersebut, (nomor Eigendom/ verponding, surat ukur berikut tahunnya).

Dengan tidak bermaksud mengesampingkan pernyataan beberapa Para Pejabat Penyelenggara Negara yang mengakui Kepemilikan Stadion Mattoanging sebagai "aset Pemprov Sulsel berdasarkan Hak pakai", Namun ada aturan hukum yg mengikat atas dasar kepemilikan tanah yang mendasari pada Hak-hak Pakai, antara lain:

  • UUPA No5/1960 pasal 22 ayat (2) dan pasal lain yg terkait hak-hak atas tanah.
  • Peraturan menteri agraria No.15/1959. dan PMA No.1/1960 Bab IV dan V (dengan catatan apa yg disebut hak sewa dibaca hak pakai).
  • PP no 24 thn 1997 Jo PP no 10 thn 1961 pasal 24 ayat (1).

Selain dari aturan ini, secara khusus mengenai tanah status Eigendom sangat jelas dan tidak multi tafsir sebagaimana diatur didalam UU No.1 Tahun 1958 psl 2 ayat (2), lanjut dipertegas dengan surat Balai Harta Peninggalan Makassar No.W.23.Ca-AH.06.09-77 tgl 26 januari 2015.

Coba kita melihat Hasil kerja Yayasan Stadion Makassar (YSM) paska pendirian Tahun 1950, hingga PON IV selesai Tahun 1957, keberhasilannya diduga kuat, ditandai dengan  adanya prasasti terbuat dari marmer ukuran 100 x 70 cm, Tertanggal 8 juli 1957 yang kemungkinan menerangkan pada Prasasti bahwa "Dewan Pengurus Yayasan Stadion Mattoangin dan siapa- siapa Para Pendiri Stadion Mattoanging ". Karena Prasasti saat ini sudah tidak jelas lagi keberadaannya, maka tidak ada salahnya jika aparat Penegak menelusuri kebenaran  dari Prasasti yang dimaksud.

Diungkapkan oleh mamat pula, jika benar Prasasti yang dimaksud diduga telah terganti dengan prasasti lain, tentu disini agak kesulitan para pihak yang berkepentingan untuk menunjukkan siapa-siapa sebenarnya yang menjadi Pahlawan atas Keberadaan Stadion Mattoanging berikut Investasi Publik, karena prasasti ini sebenarnya berhubungan langsung dengan nama " stadion Mattoangin" dan terikat dengan Yayasan Stadion Mattoangin yg sekaligus menjelaskan siapa Pemilik stadion yang didirikan tahun 1950 melalui notaris.

Hal ini semua kata mamat, diperlukan kesadaran kepada semua pihak, bahwa Prasasti adalah merupakan bukti dan bentuk sejarah yg autentik dan keberadaannya telah diakui masyarakat, sehingga jika ada penggantian/Perubahan bukti sejarah tanpa Motivasi yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan, maka dapat diduga cacad hukum dan moral yg pada akhirnya dapat menimbulkan efek domino misalnya :

  • Menghilangkan/mengaburkan hak kekayaan intelektual seseorang.
  • Menghilangkan/mengaburkan hak kebendaan seseorang/badan hukum.
  • Memicu peta komplik dan berakhir dimeja hijau.
  • Mencederai kehormatan pelaku dan keluarganya dan
  • Potensi-Potensi lainnya.

Saya kira, jika kita merujuk pada Peraturan Perundang-undangan tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, sangat jelas panduannya, begitu pula jika yang dianggap Barang milik daerah adalah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, sedangkan barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, Barang dimaksud meliputi:

  • barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
  • barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
  • barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
  • barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Lalu Pertanyaannya kira-kira Stadion Mattoanging yang mungkin saja milik Pemprov diperoleh dari mana.? Ujar mamat.

Makassar, 02 Juli 2019.

KETUA UMUM DPP-LIMIT

MAMAT SANREGO

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun