Mohon tunggu...
Mama Totik
Mama Totik Mohon Tunggu... Administrasi - Bincang Ringan di Ruang Imaji

Coffee - Books - Food - Movie - Music - Interior - Art - Special Parenting www.debiutilulistory.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajarlah Menjadi Istimewa!

27 Februari 2021   14:04 Diperbarui: 27 Februari 2021   14:15 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cass Daley Sumber : rottentomatoes.com

Belajar dari Cass Daley

Pernah dengar nama Cass Daley ? Catherine Daley atau kemudian dikenal sebagai Cass Daley, adalah seorang gadis berdarah Irlandia yg sangat suka bernyanyi. Suaranya memang merdu. Dia ingin sekali jadi penyanyi.

Sayang penampilannya jauh dari cantik. Mulutnya lebar dan giginya tonggos. Pada masa itu, th 1930an, mungkin teknologi kedokteran gigi juga masih jauh dari modern. Lagipula ayahnya hanya seorang sopir trem, jadi tidak mungkin membiayai perawatan gigi yg mahal.

Saat pertama kali dapat tawaran nyanyi di klab malam di New Jersey, Cass mencoba menutupi kekurangannya dg menarik bibir atasnya ke bawah hingga menutupi tonggosnya. Hasilnya ? Malam itu dia jadi bahan tertawaan penonton. Kegagalan jelas tergambar di matanya.

Tapi diam diam, ada seorang laki-laki yg mengamati gayanya. Di balik panggung, laki2 tadi berkata,"Saya sudah menyaksikan penampilanmu. Saya tahu kenapa gayamu terlihat aneh. Kamu malu akan gigimu". Cass merasa malu sekali.

"Kenapa malu? Apa salahnya dengan gigi tonggos? Bukalah mulutmu lebar2 dan bernyanyilah lepas. Pendengar akan terkesan jika gayamu tidak malu2. Siapa tau gigimu justru mendatangkan kemujuran", nasehat laki2 itu.

Cass Daley terkesima. Baru kali ini ada orang yang abai pada gigi tonggosnya dan hanya tertarik pada suara merdunya. Selama ini dia selalu berpikir bahwa penyanyi akan sukses jika berparas cantik dg bibir mungil sexy di samping suara merdu.

Sejak itu Cass Daley melupakan kondisi giginya. Dia bernyanyi dan membuka mulut sesuka hati. Gayanya lepas, riang, bebas dan penuh percaya diri. Yg ada dalam pikirannya hanya bagaimana bernyanyi sebagus mungkin. Dan ternyata hal itu membuat Cass Daley sukses menjadi penyanyi, artis film dan radio bahkan komedian.

Penyanyi kelahiran 17 Juli 1915 itu terus menorehkan berbagai prestasi. Tahun 1950 dia bahkan memiliki acara radio sendiri bernama Cass Daley Show. Kematiannya tahun 1975 dikenang dg pembuatan dua bintang di Hollywood walk of fame

Mitos Sepuluh Persen

Mungkin anda pernah dengar "mitos sepuluh persen" yang bersumber dari teori seorang psikolog dan filsuf AS terkemuka William James? Dia mengatakan bahwa rata-rata orang hanya mengembangkan kemampuan otaknya sebesar 10%. Anda bisaa googling sendiri selengkapnya. 

Meskipun tidak bisa terbukti secara ilmiah, tapi hakekat yg dimaksud adalah bahwa manusia umumnya hanya menggunakan sebagian kecil dari potensi dirinya. Manusia punya belbagai macam kekuatan namun biasanya gagal memanfaatkan. Dan salah satu penghambat terbesar adalah tidak menjadi diri sendiri seperti Cass Daley pada awal bernyanyi.

Gene Autry Si Cowboy

Gene Autry, seorang penyanyi berparas ganteng dan aktor cowboy asal Texas, pada mulanya sangat tidak pede dg asal dirinya. Saat memulai karir nyanyi, dia mengubah penampilan dari gaya berpakaian hingga cara berbicara. Seakan akan ia adalah anak muda asal New York.

Saat itu mungkin New York adalah tolok ukur modern sedang Texas identik dengan "udik". Ternyata yang dia dapat hanyalah cemooh dan tertawaan. Hingga akhirnya dia mulai memainkan banjo, menyanyi balada cowboy dan justru dapat sambutan meriah. Gene menjadi bintang cowboy layar perak dan radio yg sangat populer. Kesuksesan diraih setelah jadi diri sendiri.

Si ganteng Gene Autry Sumber : countrymusichalloffame.org
Si ganteng Gene Autry Sumber : countrymusichalloffame.org

Aliran Me Too

Masih banyak lagi contoh kegagalan karena tidak jadi diri sendiri. Pun dalam bidang non artis. Contoh sederhana, saat satu orang sukses bikin bakpia pathok dengan merk 7*di Yogya, maka langsung muncul sederet kios penjual bakpia dg merk yang hampir mirip-mirip. Bakpia 25, bakpia 65, bakpia 55 dst. Sukseskah ? Tidak.

Karena pembeli akan selalu cari yang aseli, kecuali kepepet kehabisan. Padahal alih2 jadi peniru atau tenar dengan julukan pengikut aliran "me too", para "plagiator" bakpia sebenarnya bisa memunculkan ide2 baru dari dirinya sendiri.

Kesuksesan bakpia kukus cap Toego* misalnya bisa jadi contoh bagaimana pemrakarsa sangat percaya diri dengan resep sendiri. Hasilnya ? Orang sampai rela antre di bawah rintik hujan demi mendapatkannya. Kok dari artis top lompat ke kuliner ? Nah itu mungkin juga gaya khas saya yang suka jajan qiqiqi...

Pengikut aliran "me too" ini masih selalu ada. Semangat copas yang demikian tinggi sebenarnya sudah menjadi penutup potensi diri. Seorang dosen pembina kreativitas mahasiswa (PKM) pernah mengeluh ke saya tentang hal ini. Karena situasi yang masih pandemik, maka pihak pengampu meminta agar bentuk kegiatan PKM bersifat blended, artinya 50:50 antara daring dan luring. 

"Tahu apa pertanyaan pertama dari para mahasiswa itu?" tanya dia.

Tanpa menunggu jawaban dari saya dia menjawab "Contohnya mana pak ?"

"Saya nggak habis pikir, kemana daya kreasi mereka, sifat PKM blended kan baru tahun ini, kenapa yang ditanyakan contoh, seakan-akan pandemik sudah berlangsung puluhan tahun" keluhnya. Saya nyengir.

Kenapa nyengir ? Karena jujur, sayapun dulu pengikut me too ini. Melihat orang posting lukisan bagus-bagus di medsos, saya jadi kepingin ikutan melukis. Tapi akhirnya saya sadar bahwa hobby saya memang menggambar, tapi saya menginginkan kebebasan dalam memberi detail detail, salah satu ciri khas karya saya.

Dengan hand drawing, saya merasa kreativitas menciptakan detail dalam berkreasi menjadi terbatas. Maka saya pun beralih ke digital drawing dan menuangkannya dalam produk scraf & merchandisers. Digital drawing membuat saya bebas bermain detail dalam karya saya.

Meskipun terkesan njlimet dan memerlukan waktu lama, tapi memang di situlah kebahagiaan saya. Menuangkan seni ke dalam barang yang bisa dipakai juga adalah kepuasan tersendiri bagi saya. Seakan-akan sekeliling saya adalah ruang pamer tak terbatas. ( Bila ingin melihat karya saya bisa ke IG @coffeelover9361 atau IG @biutiluli )

Red Papuan Scarf yang kaya detail tehnik dot ala aborigin, salah satu karya saya Sumber : Dokpri
Red Papuan Scarf yang kaya detail tehnik dot ala aborigin, salah satu karya saya Sumber : Dokpri

My Dream Garden Sumber : Dokpri
My Dream Garden Sumber : Dokpri
Peluang dan Daya Saing

Maka jadilah dirimu sendiri, menjadi pakem utama keberhasilan seseorang. Kenali kekuatan kekuatan serta kelemahanmu. Di dunia ini tidak ada orang yang sama persis. Manusia adalah gabungan 24 sel kromosom ayah dan 24 sel kromosom ibu.

Peluang akan lahirnya orang yang sama persis hanya 1 : 300.000 milyar. Ini fakta ilmiah. Jadi jika nilai perbandingan tersebut dilihat sebagai daya saing kemampuan, maka daya saing antar manusia itu sangat kecil. Sedang jika dilihat sebagai peluang, maka kesempatan anda sangat besar.

Namun tentu jika anda betul-betul bisa mengembangkan potensi sesuai jati diri, tidak meniru orang lain. Belajar dari prestasi orang lain itu wajib, tapi anda punya cara sendiri untuk mewujudkan prestasi anda. Tolok ukur prestasi tentu bukan materi yang diperoleh namun keberhasilan anda mengembangkan potensi diri. Ada kalimat bijak yang menggambarkan itu dengan sangat baik :

Ada yang memperoleh pekerjaan besar, ada yang lebih kecil.

Jangan melihat ke arah lain tapi lihat yang terdekat, yakni diri sendiri.

Kalau kau tidak dapat menjadi jalan raya, berpuaslah jadi lorong.

Kalau tidak dapat jadi matahari, jadilah bintang.

Jadi temukan keistimewaanmu dan Good luck !

Sebagian tulisan disadur secara bebas dari Dale Carnegie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun