Mohon tunggu...
Mama Totik
Mama Totik Mohon Tunggu... Administrasi - Bincang Ringan di Ruang Imaji

Coffee - Books - Food - Movie - Music - Interior - Art - Special Parenting www.debiutilulistory.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Banjirku di Semarang

8 Februari 2021   07:01 Diperbarui: 8 Februari 2021   14:25 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase Foto Banjir Semarang Sumber : WAG Semarangan

Setelah Kalimantan dan Sulawesi banjir besar, kemarin tanggal 6 Februari, giliran Semarang yg dikepung banjir. Tak terkecuali rumah saya. 

Jam 03.00 pagi di tengah hujan lebat, air tiba2 mulai masuk rumah-rumah di blok saya. Tingginya semula hanya semata kaki. Tapi perlahan dan pasti air terus mengalir masuk ke ruang dalam. Makin lama makin banyak. 

Saya berusaha menghalangi dengan segala cara. Handuk tebal, bedcover, selimut, semua dikorbankan demi menghambat air masuk sekaligus menyerap. Sementara suami dan anak berusaha menguras air dengan ember-ember dan membuang ke toilet. Tapi air tidak berkurang malah makin banyak. 

Dan penampakannya bukan seperti air hujan yang bening tapi mulai nampak kotor. "Jangan-jangan ini dari got perumahan, coba tengok luar setinggi apa! " teriak suami. Saya ke depan, benar saja, di jalan depan air sudah mencapai lutut orang dewasa. Pantesan air seperti terus datang. Rupanya saluran air pembuangan di perum tidak mampu menampung sehingga air malah berbalik masuk ke lubang-lubang pembuangan di rumah. 

Sementara itu bapak-bapak dan petugas keamanan yg baik hati  berjalan kaki keliling sambil berpayung membangunkan orang-orang dan menyuruh untuk memindahkan mobil-mobil ke jalan depan blok yg kering. 

Saya sendiri cepat-cepat menyiapkan koper untuk bersiap mengungsi. Tidak seperti persiapan untuk bepergian, saya blas nggak semangat pilih-pilih baju. 

Betul-betul hanya nyambar  satu dua lembar seadanya. Dada berdegup kencang, rasa takut berkecamuk, saya mulai sesak nafas dan akhirnya tangis tak terbendung. Rupanya beginilah rasanya terkena serangan panik. Sambil mewek ,saya terus merapal doa di hati dan persiapan tetap saya lakukan. 

Sementara itu hp terus berbunyi klang kling , notif wag teman-teman di Semarang. Sekilas saja saya lihat, isinya sama, banjir di sini, sana banjir, ngungsi ke mana, lewat mana. 

Pikiran saya cuma satu, segera tinggalkan rumah dan lari ke rumah mertua di Ungaran yg dataran tinggi, sesegera mungkin, beradu cepat dg air. Kabel-kabel yg tersambung ke stop kontak saya lepas. Barang2 penting saya simpan di lemari teratas. Kalaupun banjir sampai menghilangkan semuanya, apa boleh buat. Yg penting orangnya dululah. Saat saya sibuk berkemas, Totik , anak saya, dan bapaknya tetap berjibaku dg air. 

Dan jam 04.00 dini hari itu, sirine pintu air tiba-tiba meraung raung di hari yg masih gelap gulita. Tanda debit air di sungai saluran air sdh di garis merah. Betul-betul menambah panik. Suaranya keras sekali karena blok kami memang persis dekat pintu air. Pompa pintu air akhirnya menyala. 

Dan perlahan air-air tiba tiba bergelembung, berputar bagai pusaran dan perlahan mulai turun. Tapi saya sudah siap ngungsi. Akhirnya di tengah gelap dan banjir, kami tetap keluar rumah. 

Jalan-jalan di lingkungan perum ternyata rata-rata tidak banjir. Tapi sungai saluran memang penuh. Karena rasa ingin tahu, sengaja saya melewati tambak ikan di dekat perumahan. Air tambak sudah penuh. Sebentar lagi bisa tenggelam krn hujan memang masih deras. Ikan-ikan bisa kabur nih, pikir saya. Saya baca sekilas di wag, di Simpang Lima ada bapak polisi berhasil menangkap ikan lele skala jumbo. 

Keluar dr perumahan semua nampak normal. Tugu muda sebagian tergenang setinggi ban mobil. Jl.Sultan Agung  jg sebagian tergenang. Di situ memang ada tempat2 yang selalu tergenang tapi kali ini lumayan lebih luas.  Padahal sudah termasuk Semarang Atas. Selebihnya yg saya lalui normal. Tapi saya tetap keukeuh mengungsi, setidaknya nitipin anak dululah di mertua. 

Dalam perjalanan baru sadar, ternyata saya nggak bawa air minum sama sekali. Cemilan Totik jg tdk terbawa. Tapi sepanjang jalan nggak ada toko yg buka dlm rangka Jateng tutup 2 hari. Setelah kesana kemari, akhirnya, ketemulah supermarket jaman baheula, Tong Hien, yg tetap buka. Lumayan bisa nunut ke toilet dan membeli minum serta snack. Begitu meneguk aqua, saya berucap "Tong Hien pahlawanku"  

Siang hari saya balik rumah. Penasaran ingin nengok bagaimana kondisinya. Jalan Karangayu (jl.Sugiyopranoto) air ternyata tinggi. Daerah itu memang selalu banjir meski hujan tidak deras. Tapi biasanya hanya di titik titik tertentu. Kali ini rupanya meluas. Terpaksa kami putar balik dan pilih lewat Pamularsih. Di tepi saluran Banjir Kanal Barat, terlihat aliran air sangat deras & tinggi. Pertanda curah hujan memang luar biasa & merata. 

Memang kali ini wilayah banjir sangat banyak, dari wilayah Bubakan, Kota Lama, jl.Pemuda sampai ke wilayah langganan banjir seperti Puri Anjasmoro , Semarang Indah dan Tanah Mas. Saya sempat nengok youtube, warga jl.Hasanudin pun sampai diungsikan dg perahu karet. 

Suami sempat curcol. "Tak titeni (saya amati) angger walikota mulai sesumbar ora banjir, mesti Semarang malah banjir". Bener juga ya sudah sering terjadi. Rasanya saya harus ngomong nih ke beliau, agar tiap musim hujan, menahan diri anteng, biar Semarang aman. Saya sendiri kemarin-kemarin juga sempat sombong, sering nyanyi plesetan lagu jadul, begini "Semarang kaline banjir...iku mbiyen iku mbiyen ( red. Semarang sungainya banjir, itu dulu, itu dulu )"  

Flashback Banjir Semarang

Suasana kali ini memang mirip Semarang di tahun sekitar 1996. Saya terjebak banjir tinggi saat itu di jalan raya Kaligawe sepulang kerja. Truk truk dan bis saja mogok di jalan. Apalagi kendaraan pribadi yg lebih kecil. Beruntungnya suami yg jemput, ahli dalam mengemudi, jadi bisa terlewati meskipun menegangkan. 

Di tahun 2010 kalau tak salah, daerah Mangkang yg jadi korban banjir besar. Saya masih ingat, pihak sekolah anak saya sampai mengelola bantuan untuk siswa siswinya yang tinggal di Mangkang. Mangkang menerima kiriman air dari BSB. BSB yg di dataran tinggi,  sebenarnya dulu diperuntukkan sebagai hutan lindung resapan air. Tapi entah kenapa, pemkot era Sutrisno Suharto, memberi ijin untuk sebagian hutan dijadikan perumahan. Meskipun BSB membuat danau tadah hujan, tapi rupanya tetap tak bisa menggantikan fungsi resapan hutan lindung.

Kembali lagi ke kisah saya...

Sampai rumah, air sdh kering. Tapi suasana porak poranda bak kapal pecah. Tong-tong sampah depan rumah2 terguling. Milik tetangga bisa ada di depan rumah saya, sedang milik saya hanyut ke tetangga lain. Sepatu dan sandal yg biasa diletakkan di rak depan rumah jg pada hanyut. haha lucu. 

Tapi kali ini ketawanya cuma sebentar krn kemudian tahu bahwa ternyata air pdam mati. Bgmn mau bersih-bersih ? Ya sudahlah, pikir saya,  "mari cari desinfektan, karbol dll dulu" Kalau hari ini nggak bisa bersih-bersih, kan bisa balik ke pengungsian. Lantas kami keliling kota lagi cari toko. Daaan...balik lagi, Tong Hien pahlawanku. Tak terbayang jika toko jadul ini tutup. Pengunjung lumayan rame. Banyak yang beli perlengkapan bersih bersih, sesama korban banjir nampaknya. 

Sampai kembali di rumah, syukurlah air pdam sdh nyala. Kamipun kerja bakti. Sebisanya saja. Tukang serabutan yg biasa kami panggil baru bisa datang Senin, lagi2 krn Jateng tutup 2 hari. 

Kami nyalakan kulkas demi menyelamatkan bahan mentah yg terlanjur dibeli sampai Senin. Dan blub ! Konslet !  Lalu kemudian tiba-tiba, brak ! Laptop saya tergelincir jatuh ke lantai saat hendak saya keluarkan dr lemari. Hadeeh..pdhal isinya disain-disain saya, baik yg sudah rilis maupun yg belum plus dokumen online shop. (Saya disainer merchandisers plus scarf/hijab) Ya sudahlah mau gimana lg kan. Namanya jg kondisi darurat. Mungkin itulah pentingnya backup di google drive. Kami lanjut bersih2 hingga magrib. Belum selesai tapi tenaga sudah habis, kami lanjutkan besok saja.

Setelah itu , ganti sibuk nyari gofood buat makan malam. Hampir semua langganan tutup sampai Senin tg 8 Feb. Tiba-tiba saya ingat ada rumah makan baru dekat rumah. Jaraknya hanya 100an meter dr rumah. Saya ke situ untuk beli dan bawa pulang. Tapi pemilik malah nawari akan mengantar ke rumah agar tak perlu menunggu lama di tempat. 

Rupanya order memang menumpuk krn resto itu jadi satu-satunya yg buka di perum. Setelah nunggu sejam dg perut krucuk-krucuk, akhirnya makan malampun mendarat sempurna di rumah. Mungkin beginilah rasanya para korban banjir menunggu jatah nasi bungkus. 

Bersyukur

Banjir di Dong Biru Genuk Sumber : WAG  crd bpk.Toto Widiarto
Banjir di Dong Biru Genuk Sumber : WAG  crd bpk.Toto Widiarto

Kebanjiran kemarin justru membuat saya jd merasa banyak bersyukur pd Allah. Cobaan saya nggak ada apa-apanya dibanding korban banjirdi Kalimantan dan Sulawesi kemarin. Demikian juga tak sebanding dengan warga jl.Hasanudin Semarang yg diungsikan dengan perahu karet. Jadi malu sempat mewek saat itu. Banjir ini juga seperti menyentil saya yg sering mengeluh panasnya kota Semarang, di musim kemarau. Maafkan aku, matahariku. Hujan memang bikin adem, juga romantis, ..tapi juga bisa kebanjiran , hahaha

Semoga cuaca ekstrem segera berlalu. Semoga korban banjir Semarang dan kota2 lain di Indonesia bisa pulih kembali kehidupan normalnya. Akhir kata selamat beraktivitas, salam sehat selalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun