Secangkir kopi hitam tak terlalu pekat terhidang di meja saya. Disajikan dalam cangkir porselen putih polos. Satu sachet kecil gula pasir menemaninya. Pramusaji menyebut minumanku sebagai Kopi O, perbandingan kopi  & air nya 50 : 50. Saya melihatnya sih kopi hitam biasa. Mungkin karena bukan ahli dan sekedar penyuka kopi, saya nggak tahu bedanya di mana, sepertinya kok sama saja. Yg jelas, begitu terhidang, memang aroma kopi tercium harum dan tegukan pertama langsung terasa hangat, nikmat. Betul betul membangkitkan mood yang tercerai berai oleh hujan seharian penuh di Semarang.
Sengaja saya memilih meja dekat jendela yang lebar lebar, sebelah teras, sehingga tetap bisa memandang lalu lalang kendaraan menembus hujan. Ngopi di depan jendela begini sembari memandang hujan, jadi teringat banyak kenangan masa lalu. Becandaaa... saya sekedar menyitir kata-kata si Wira, stand up comedian spesialis galau. Menurutnya hujan itu 1% titik titik air, dan 99% kenangan...hahaha. Kalau hujan itu kenangan maka apa yang harus dipayungi ? Hati ? Gerimis ingat mantan, hujan ingat pacar, tsunami baru inget Tuhan ...ya begitulah
Sekedar intermezzo saja tadi. Sebenarnya saya sedang ingin mengulas sebuah kedai kopi bernama Old Kettle. Lokasinya ada di Jalan Indraprasta, Semarang.
Introduction
"Sejak dahulu kala, budaya ngopi menjadi bagian penting bagi masyarakat Asia Tenggara. Selama hampir seratus tahun, mulai akhir 1800-an hingga awal 1980, kedai kopi lokal atau kopitiam dalam dialek China, menjadi sedemikian populer. Kopitiam menjadi pusat berkumpul pelanggannya. Setelah makan malam, mereka akan memesan kopi atau teh, ngobrol berbagai hal, termasuk memperbincangkan berita terbaru di surat kabar, yang dipinjamkan secara cuma-cuma di kedai kopi"
"Tradisi dan semangat keakraban seperti inilah yang hendak dilestarikan oleh Old Kettle. Terlebih ketika saat ini kopi bukan lagi sekedar minuman, melainkan juga seni. Dengan tempat nyaman bersuasana era kolonial, Old Kettle menyajikan kopi sebagai minuman pembuka di pagi hari atau penutup di malam hari
Dua paragraf di atas, bukan dari saya, melainkan saya ambil dari halaman pembuka buku menu Old Kettle.
Kopitiam dalam Sejarah
Karena ternyata Old Kettle mengambil spirit melestarikan kopitiam, nggak ada salahnya jika kita sejenak ke masa lalu, menengok sejarah kopitiam. Dari hasil googling, maka saya menemukan bahwa istilah Kopitiam, terdiri dari 2 kata, yakni kopi dari bahasa Melayu dan tiam yg berarti toko dalam bahasa Hokkien, China. Jadi kopitiam menyiratkan sifat multikultural dan inklusif.
Budaya Kopitiam terkait erat dengan kaum migran dari Hainan yang datang ke Singapore. Karena datang terakhir serta kepadatan penduduk, mereka tinggal di antara European Town dan Arab Campong. Dunia perdagangan saat itu sudah dikuasai oleh klan China yg datang lebih dahulu ( klan Teochew , Hokkien, Kanton & Hakka ), maka migran Hainan inipun bekerja seadanya, menjadi pembantu rumah tangga di rumah pejabat kolonial dan orang2 kaya atau jadi juru masak di pangkalan militer Inggris, resto, hotel dll.
Kemudian saat Singapore dilanda masa depresi pada tahun 1929, banyak unit toko menjadi kosong karena pemiliknya terlanda krisis. Kaum imigran Hainan kemudian meninggalkan pekerjaannya, menggunakan uang tabungan mereka untuk membeli toko-toko kosong itu. Dari sinilah kemudian muncul Kopitiam Kopitiam.
Saat itu sebenarnya kopi bukan hal baru untuk orang Singapore. Banyak penjaja kopi asal Bengali sudah menjajakan kopinya dengan keranjang pikulan. Jauh sebelum munculnya kopitiam.
Proses Pembuatan Kopi
Kopi gaya Hainan ini diseduh dengan cara memasukkan biji kopi bubuk ke dalam kaus kaki muslin panjang sbg saringan, dan menuangkan air panas ke dalamnya. Kaos kaki bersih ya. Dan yang saya tulis ini adalah kopitiam jaman dahulu. Jangan sekali2 membayangkan para barista Old Kettle menyeduh kopi dengan kaos kaki mereka hahaha. Cara ini diulangi beberapa kali untuk mengekstrak rasa yang maksimal dari biji kopi.
Campuran minuman kopinya ada 4 jenis, gula, susu evaporasi (Susu kental ) , susu condensed ( Susu kental manis) dan butter, sesuai pilihan pembeli. Kaleng susu kaleng yang sudah kosong tidak dibuang, melainkan dicuci bersih, dipasang tali untuk disimpan dg cara dicantelkan. Buat apa ? Pada masa itu kaleng untuk mereka yang pesan kopi bawa pulang atau take away. Sekarang fungsinya digantikan cup cup plastik. Â
Pemilik kopitiam saat itu memanggang sendiri biji kopinya di atas tungku kayu bersuhu hingga 200C. Biji-biji kopi diaduk, dicampur gula dan mentega. Inilah sebenarnya yang membedakan dengan kopi lain. Ada yang menambahkan jagung, barley dll. Jenis biji kopi yg digunakan umumnya Robusta. Rasanya lebih pahit karena memiliki kafein lebih tinggi.
Jenis Kopi di Kopitiam
Kopi : Kopi + susu kental manis
Kopi O : Kopi + gula. O dalam bahasa Hokkien artinya Hitam
Kopi C : Kopi + gula + susu evaporasi. C dalam bahasa Hainan artinya segar
Kopi Gu Yu : Kopi + mentega/butter . Gu Yu adalah mentega dlm Hokkien
Kopi O kosong : Kopi + air ( tanpa gula )
Kopi C Kosong : Kopi + susu evaporasi ( tanpa gula )
Kopi Peng : Es Kopi. (Peng artinya es)
Kopi Siew Dai : Kopi + sedikit gula ( Dai = sedikit )
Kopi Ga Dai : Kopi + banyak gula
Kopi Gao : Kopi kental
Kopi Tit Lo : Kopi ekstra kental, mungkin kalau sekarang semacam double espresso
Kopi Poh : Kopi encer
Kopi Sua : pesanan ulang
Dari sebanyak 13 jenis menu kopi di kopitiam itu, ada 4 yang tersedia di Old Kettle Semarang, yakni Kopi O, Kopi Si ( Kopi C ) , Kopi Siew Dai, Kopi O kosong plus Kopi Tarik. Selebihnya adalah varian kopi laiknya kedai kopi masa kini. Dari Vietnam Drip, Cappucino, Latte, kopi Arab dll
Makanan Pendamping
Selain kopi dan teh, pemilik kopitiam biasanya menyediakan makanan pendamping yakni roti bakar kaya ( Kaya Toast ) & telur rebus. Apa itu roti kaya ? Potongan roti tawar dibakar di atas panggangan bukan oven ( mirip panggangan sate ), dikerik bagian gosongnya, lalu dioles dengan selai kaya dan mentega/butter. Selai kaya sendiri terbuat dari campuran gula, santan, telur dan daun pandan. Selai kaya ini selalu fresh karena dibuat setiap hari dan dimasukkan ke dalam jar-jar kaca,stoples plastik atau kaleng besar sesuai kebutuhan harian. Habis hari ini, besok bikin lagi.
Sedang telur rebus, adalah telur rebus yang hanya sepertiga matang, masih agak lembek cair, dipecahkan satu atau dua butir dalam piring saji kecil, diberi kecap dan lada bubuk sesuai selera. Cara makannya, telur diaduk-aduk dengan sendok kecil, lalu langsung diseruput dari piring saji. Mirip menyeruput kopi dalam piring kecil. Menu telur rebus ala kopitiam tradisional ini tidak ada di Old Kettle. Kaya Toast nya sih ada.
Selain hidangan tersebut, beberapa pemilik kopitiam menyewakan sisa ruang tokonya ke penjual makanan. Ada nasi ayam, warung padang, masakan china dll. Kerjasama yang saling menguntungkan, karena jika penjual makanan disukai, kopitiam ikut laris. Tak jarang pemilik kopitiam sendiri yang "berburu" penjual makanan enak agar mau menyewa ruang di tokonya.
Peran Kopitiam di Masyarakat
Seperti ditulis Old Kettle dalam halaman introduction buku menu, kopitiam bukan sekedar tempat makan atau ngopi. Tapi juga sudah menjadi semacam klub komunitas, tempat orang2 ngumpul, berbincang tentang hal-hal yang terjadi di kota, atau sekedar membicarakan sesama warga. Boleh dibilang kopitiam adalah ruang ketiga, setelah rumah dan tempat kerja. Kopitiam juga menjadi semacam klub hobi, tempat berkumpulnya pelanggan dengan hobby sama. Istilah sekarang tempat ngerumpi, nongki atau cangkruk dalam bahasa Jawa
Tahun 1950 saat Singapore penuh gejolak, ada pemberontakan komunis, perundingan kemerdekaan serta pembentukan partai-partai baru, kopitiam pun tak urung menjadi tempat bertemunya para provokator, agitator, pembuat rumor, penipu, penjudi hingga mata-mata. Jadi bentuk kegiatan kopitiam pun mengikuti kondisi masyarakat di masanya.Â
Menghadirkan Atmosfer Era Kolonial
Kembali ke Old Kettle. Seperti yang mereka tulis, konsep kedai kopi yang ingin ditampilkan adalah suasana di jaman kolonial. Jika terinspirasi kopitiam Singapore dan Malaysia, maka kolonial yang dimaksud tentu adalah era penjajahan Inggris, bukan Londo (red.Belanda) Sekilas citra jadul memang tercapai sih dari interiornya. Begitu masuk, lantai area entrance bermotif kuno menyambut kita.
Ruangannya sangat luas dan berplafon kayu tinggi. Dominasi warna kayu nampak jelas terlihat dari perabot, plafon dan kusen pintu jendela. Ruang duduk terbagi menjadi 3 (tiga ) bagian utama yakni teras, ruang tengah ( non AC ) dan ruang dalam ( ber AC ). Biasanya saya memilih duduk di ruang ber AC. Tapi selama pandemik saya selalu memilih ruang tengah yang tanpa AC. Selain paling luas, di situ berderet jendela-jendela berukuran besar. Dengan demikian protokol VDJ ( Ventilasi Durasi Jarak ) bisalah terpenuhi.
Meja kursi tidak semua seragam dan perletakannya juga terkesan bebas. Dengan tidak menekankan keseragaman, kesannya menjadi akrab. Iya nggak ? Seperti meja belajar yang tak terlalu rapi, kesannya lebih manusiawi bukan daripada meja belajar yang cling dan super rapi. Hahaha
Di ruang duduk AC, ada ornamen sangat menonjol, yakni tulisan bergaya kuno, Ik Hou Van Semarang. Artinya "Saya Cinta Semarang", berasal dari bahasa Belanda. Coba tulisannya Ik Hou Van Jou ( aku cinta kamu ) pasti lebih seru
Di beberapa sudut ruangan, diletakkan perabot-perabot bergaya vintage sebagai ornamen seperti gramophone ( pemutar piringan hitam ), radio kuno, drawers console table, tall chest of drawer, lemari jam hias, semua bergaya kuno. Sebetulnya menarik, hanya perletakannya tidak pas. Padahal akan lebih menarik lho jika ditata seakan-akan perabot2 kuno itu masih berfungsi seperti dulu.
Misalnya , demi apa gramophone dan radio kuno diletakkan nangkring di atas dinding pada ketinggian lebih dari 2,5 meter ? Saya kalau nggak iseng mendongak ke atas liat2, nggak bakal liat tuh ada gramophone di situ. Selain letaknya sangat tinggi, tidak ada lampu yang menyoroti keberadaannya. Padahal gramophone ini ,pada masa dulu, biasanya diletakkan di atas meja merapat dinding atau di atas salon kayu, di ruang tengah. Setelah makan bersama, orang tua jaman dulu akan pindah duduk di sofa berjok rotan ruang tengah yg lebih rendah dari kursi makan, leyeh leyeh sambil mendengarkan lagu "klangenan" (Red. kesukaan) diputar dari gramophone. Mereka akan memilih-milih mana piringan hitam yang disukai, lalu diputar. Orangtua masa dulu biasanya memilih lagu-lagu Neil Sedaka. Sedang anak-anaknya bisa pilih Dondong Opo Salak nya alm Kris Biantoro. Generasi masa kini mungkin nggak kenal lagu-lagu itu, hehehe.
Jadi ketimbang diletakkan di ketinggian 2,5 m yang orang hanya bisa melihat jika tengadah, mungkin lebih bagus jika dipasang di salah satu meja yang menempel dinding. Seakan-akan masih difungsikan.
Letak console table yang berderet deret dengan tall chest drawers dan lemari jam kesannya seakan di toko meubel. Bukan kenapa-napa, hanya merasa sayang saja, dengan perabot2 vintage yang bagus dan tentu mahal, melalui perletakan tepat, bisa membuat citra tempo dulunya makin kuat. IBC ( Ikan Bakar Cianjur ) di Kota Lama atau Koena Koeni di Candi Baru mungkin bisa menjadi referensi bagaimana memanfaatkan perabotan vintage secara menarik. Lain waktu akan saya tulis.
Galeri Masa Lalu
Untuk memperkuat citra tempo dulu, dinding ruang banyak ditempeli foto-foto hitam putih berbingkai kayu sederhana. Foto-foto itu menggambarkan orang dan suasana tempo dulu. Ada foto artis tempo dulu, foto suasana sebuah kota, foto seorang bapak sedang menggendong anak lelakinya dll. Betul-betul menjadi daya tarik tiap kali saya ke sini. Nempelnya nggak beraturan. Memang tepat sih karena jika kita mengamati foto-foto jadul kopitiam, foto-foto ditempel dengan sembarang.
Tapi sama halnya, dengan perabot yang tata letaknya membuat kehilangan makna, foto-foto inipun terasa seperti sekedar memenuhi dinding. Sayang banget. Padahal kalau saja pada tiap foto itu dipasang tulisan kecil berisi story masing2, pasti akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Ada sih satu dua foto dilengkapi tulisan penjelasan. Namun sebgaian besar tanpa keterangan. Tentu nggak perlu semua, hanya yang letaknya bisa terbaca saja.
Saya bayangkan, sembari ngopi, pengunjung bisa mengenal dan mengamati foto-foto seleb jaman dulu, oh itu Marilyn Monroe, oh itu si legendaris Doris Day, Audrey Hepburn dll. Btw, kedai kopi sederhana & kecil seperti Sellie Yogya pun, pengelolanya mencantumkan story pada masing2 lukisan yang dipajang. Asyik gitu ngopi ditemani cerita keberadaan lukisan/foto. (Red. Sellie ini pernah jadi lokasi shooting AADC 2 )
Oh ya , salah satu yg membuat saya suka Old Kettle, selain tempat unik dan kopi O nya, mereka selalu memutar lagu2 barat lawas pilihan. Mulai dari era Engelbert Humperdinck, Paul Anka hingga Whitney Houston. Alunan melodi tempo dulu dan suara merdu dari penyanyi legendaris itu mengingatkan saya pada alm bapak tercinta yg penyuka musik, sekaligus menumbuhkan jiwa romantis saya haha.Â
Menu Old Kettle
Di bagian atas halaman Introduction Buku Menu Old Kettle ada gambar jenis-jenis kopi dan teh racikan ala Kopitiam Singapore, yang tersedia di Old Kettle. Lengkap dengan gambar komposisi racikannya. Ada kopi O, kopi Si, Kopi Tarik, Kopi Siew Dai dan Kopi O Kosong. Gambar itu lumayan memudahkan orang memilih menu kopi. Selain itu seperti telah saya tulis, banyak varian kopi lain juga ala kedai kopi masa kini.
Buat yang tidak suka kopi, Old Kettle menyediakan berbagai teh dengan varian sama, Teh O, Teh Si, Teh Tarik, Teh Siew Dai dan Teh O Kosong. Tersedia juga chinese tea dalam poci untuk kira-kira 3 cangkir. Jus buah juga tersedia. Oh ya demi mengambil spirit kopitiam, cangkir teh yang dipakai di sini disain gambarnya pun sama persis dengan cangkir di negara asal kopitiam. Buat pembaca yg ingin memiliki cangkir unik ala jadul begini bisa mencari di tokopedia. Banyak online shop menawarkan dg harga relatif murah.
Saya tertarik pada pernik seperti disain cangkir karena salah satu pekerjaan saya memang membuat disain berbagai produk merchandisers termasuk mug, haha. Boleh lho main2 ke online shop saya di Coffeelover9361 atau De Biutiluli Salah satu contoh mug karya saya seperti di bawah ini
Sedang untuk makanan, Old Kettle menyediakan menu yang sangat beragam. Dari steak ayam, bubur ayam, opor lengkap dengan sambal goreng hingga nasi sambal matah. Sedang untuk snack, ada kaya toast, bakpao aneka rupa, croissant, hingga pisang dan singkong goreng. Unik kan ? Jarang-jarang lho ada kedai kopi sedia opor ayam, hahaha. Mirip Kopi Eva Ambarawa yg juga sedia opor ayam komplit.
Jadi kalau lagi di Semarang dan kangen masakan lebaran, boleh tuh nyoba opor sambal goreng di Old Kettle Semarang. Jangan ngarep rasanya seperti hidangan lebaran ya, yang dipersiapkan dan dimasak dg resep jawa tradisional, tapi lumayan lho sebagai tombo (red.obat) kangen. Pokoknya menu di Old Kettle ini ibarat palugada, apa lu mau gue ada. Porsinya besar, harga standar. Rasa ? Pokoknya bisalah dinikmati
Berikut beberapa foto fotonya
Dari Mural Coffee Story ke Meja
Pada tiap meja biasanya terdapat sign board kecil berisi nomer meja bukan ? Nah sign board meja Old Kettle ini bergambar orang sedang menuang kopi di meja racik khas kopitiam.
Seperti terlihat di foto, gambarnya bagus dengan guratan halus dan detail layaknya karya seniman lukis handal.
Ternyata gambar ini memang mereplika sebagian mural di jalanan Singapore, tepatnya daerah Sultan Gate, Kampong Glam. Gambar keren ini karya seniman mural Yip Yew Chong.
Dalam website pribadinya, Yip Yew Chong menulis bahwa mural ini diberi judul Making Coffee Story. Mural ini merupakan permintaan dari cafe ARC ( Academy, Roastery, Cafe ). Dibuat selama 7 hari penuh, seorang diri dan selama musim hujan di Februari 2016.
Yip Yew Chong sendiri sebenarnya hanya mengerjakan seni mural sebagai hobi. Saat mengerjakan mural, dia sedang backpacker-an bersama putrinya setelah resign dari perusahaan lama. Saat mengerjakan mural itu, sebuah perusahaan keuangan merekrutnya dan memberi kesempatan YYC untuk menyelesaikan muralnya lebih dahulu. Menarik ya ? Kisah lengkapnya serta karya lainnya bisa dibaca di : Mural Making Coffe Story by Yip Yew Chong
Setelah membaca review saya ini, bisa lho pembaca membuat bisnis kopitiam sendiri, lengkap dengan sajian roti kaya dan telur rebusnya. Sudah saya tulis lengkap kan cara buatnya dan tidak terlalu sulit. Bisa tambahkan menu lain yang sesuai. Jika di Malaysia ada tambahan pendamping nasi lemak, mungkin di sini bisa ditambah lemper seperti Kopi Eva Ambarawa, atau nasi bakar mungkin ? Saya sendiri sekarang setiap pagi dan malam meracik kopi O sendiri, hahaha. Nantinya mungkin akan mencoba membuat kaya toast dengan selai buatan sendiri
Akhir kata, selamat ngopi, sampai ketemu di tulisan selanjutnya, Ik Hou Van Semarang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H