Percakapan kami sore itu....
"Diabaikan ? Sering. Diremehkan ? Berkali-kali. Dianggap tak ada ? Bukankah memang selama ini begitu ?"
Dan kau tidak marah ?
"Apakah harus marah ?"
Tentu ! Bukankah kau punya harga diri ? Kalau jadi dirimu, pasti aku ngamuk.
"Lihat aku baik-baik. Bagaimana diriku menurutmu ?"
Hmm...kau cantik, cerdas, punya banyak bakat.
"Apa aku nampak sakit ?"
Tidak.
"Menderita ?"
Sama sekali tidak
"Apa aku nampak sehat ?"
Tentu...makanmu banyak, kau nampak menikmati hidup.
"Jadi sudah jelas kan ?"
Aku tak paham
"Sudah jelas bahwa diabaikan, diremehkan & tak dianggap itu tidak akan membunuhku. Jadi kenapa memusingkan hal-hal yang tidak membahayakanku ?"
Dia manggut-manggut.
"Dengar. Kehidupanmu berpusat pada dirimu sendiri, bukan yang lain. Kebahagiaanmu ada di tanganmu sendiri"
Dia mengangguk, lagi.
"Satu hal lagi"
Apa itu ?
"Hidup ini seperti permainan. Â Dalam skema besar, kita hanya setitik debu yang melayang-layang di angkasa. Hidup kita ibarat sekedar kedipan mata dalam luasnya alam semesta. Â Jangan menganggap diri terlalu serius"
"Kariiin.....cepetan makan ! Keburu makanan dingin, ibu nggak mau manasin lagi ! Capek " tiba-tiba suara ibu terdengar sangat keras, membuyarkan percakapan kami. Aku melambaikan tangan ke arahnya, kamipun berpisah.
Di meja makan, sambil mengunyah makanan dengan perlahan, tiba-tiba ayah bertanya dengan nada pelan, "Karin....apakah kebiasaanmu bicara dengan cermin masih belum kauhentikan ?"
"Sepertinya Karin masih harus terus melanjutkan sesi terapi dengan dokter, yah" jawab ibu berbisik pelan sekali. Ia tak tahu bahwa telingaku mampu mendengarnya dengan baik.
Dari sudut mata , kulihat ayah mengangguk. Raut mukanya nampak muram.
"Kalian & dokter tua itu sama sama nggak memahami aku. Kenapa sekedar bermonolog saja dianggap kelainan jiwa ? Bukankah aktor aktris jg biasa bermonolog ? " protesku
"Tapi kamu tidak sedang berakting nak...kamu bukan aktris" sergah ayah
"Ayah, kita ini pelakon dalam hidup. Masing-masing orang memainkan drama. Berpura-pura. Realitas itu hanya omong kosong. Lantas apa bedanya dengan aktor ? Self talk begini hal biasa, ayah "
"Itu hal beda Karin. Self talk tidak menciptakan bayangan...."
Aku diam tak menjawab.
"Dan realitas hidup adalah sesuatu yg nyata nak...bukan drama. Mungkin ada banyak kepalsuan dalam sikap orang, tapi tak berarti semuanya begitu"
Kamipun menyelesaikan makan dalam suasana hening. Selesai makan aku beranjak ke kamarku. Kembali bercakap dengan kawan imajiner di cermin hingga tertidur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H