Mohon tunggu...
Mama Totik
Mama Totik Mohon Tunggu... Administrasi - Bincang Ringan di Ruang Imaji

Coffee - Books - Food - Movie - Music - Interior - Art - Special Parenting www.debiutilulistory.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nak, Jangan Terbalik Mengucapkan 'Permisi, Terima Kasih dan Maaf'

19 Juli 2016   14:55 Diperbarui: 19 Juli 2016   21:53 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peaceful World Source : Dok.Pribadi

Permisi, terima kasih dan maaf adalah tiga kata wajib dalam sopan santun bangsa kita, terutama suku Jawa, wong Jowo, begitu kata saya pada Reyhan, anakku, setiap kali. Orang kita boleh membuat pesawat atau roket, tapi pelajaran sopan santun itu wajib. Selama ini sih Reyhan nurut. Dia sudah lulus pelajaran dasarnya, memberi salam. Tapi untuk ketiga kata tadi, dia masih terbalik-balik. Saat menolong orang maka Reyhan yang akan mengucapkan terima kasih, minta maaf saat ada teman yang melakukan kesalahan padanya, dst. Begitulah, namanya juga anak berkebutuhan khusus. Apa yang anak lain bisa cepat pelajari, Reyhan perlu waktu lebih lama. Tapi yang anak lain harus belajar keras menguasai, Reyhan bisa melakukan otodidak. Tuhan maha adil, bukan?

Please, Thank You, Sorry Source : http://beglobal.club/
Please, Thank You, Sorry Source : http://beglobal.club/
Permisi

Beberapa hari menjelang Lebaran, saya menyempatkan diri main ke Yogya. Libur tanpa mengunjungi Yogya itu bagi saya terasa ada yang kurang. Seperti biasanya, Reyhan selalu mengunjungi toko buku kesukaannya, Periplus di lantai dasar Malioboro Mal. Dan setelahnya dia akan gantian menemani saya ngubek di mal kecil itu.

Di satu outlet busana kecil, saya sedang asyik memilih. Pengunjung tidak terlalu ramai di situ tapi karena tokonya kecil maka ruang gerak terasa terbatas. Beberapa kali saya harus berjalan miring sambil bilang,”Permisi” pada orang yg saya lalui. Reyhan juga mengucapkan hal yg sama. Nah satu kali kudengar dia bilang, “Permisi,” saat ada ibu-ibu tua melewatinya. Haish....keliru lagi dia. Kusenggol Reyhan, “Reyhan, salah lagi...kalau kamu yang lewat baru bilang permisi. Gitu,” kata saya pelan sambil tetap memilih-milih baju di hanger. “Ah nggak usah bilang permisi nggak apa-apa,” tiba-tiba ada suara orang bicara. Saya sontak berhenti, kucari-cari siapa yang ngomong ya.

Di dekat Reyhan ada ibu tua yang tadi melewati Reyhan. Dia sedang asyik memilih baju juga ditemani anak gadisnya. Saya tidak yakin itu dia, karena dia tidak tampak sedang bicara pada saya atau Reyhan. Bisa jadi, dia sedang bicara sama anaknya. Maka saya mengabaikan saja kejadian itu. Sempat nguping juga, si ibu ini bicara dengan nada ketus pada anak gadisnya. Oh mungkin dia bicara ke anaknya. Tapi ketika saya sedang asyik lagi, kembali terdengar suara, “Cuma mau lewat begini nggak usah pakai bilang permisi-permisi segala. Mau lewat, lewat saja, nggak usah permisi.” Kali ini saya langsung noleh dan ternyata benar ibu tua tadi yang bicara. Sempat bingung, dia ngomong sama saya atau Reyhan, tapi kok sambil terus milih baju. Matanya satu kali pun tidak terarah ke saya atau Reyhan. Apa maksudnya ya? Nyindirkah?

Akhirnya kuputuskan untuk mendatangi langsung ibu tua tadi. “Maaf sebelumnya, tapi Ibu bicara sama siapa? Ibu menyindir saya?” Ibu tua itu tampak terperangah, gugup dan gemetar. Mungkin dia tidak menyangka saya akan datang menghampirinya. Kalau melihat reaksinya ternyata benar, dia memang nyindir saya.

Ibu ini sudah tua, ya... Saya juga sudah tua sih, hehehe, tapi sepertinya lebih tua dia, sebangsa 55 tahun lah. Sama-sama orang Jawa pasti, lebih pendek sedikit dariku, tapi karena saya pakai hak tinggi, dia cuma sebahuku. Karena saya sudah bicara langsung, diapun nggak bisa mengelak. “Iya...” jawabnya. “Bu, saya sedang mengajarkan anak saya memakai kata permisi dengan tepat. Dia masih terbalik-balik. Jadi ketika saya bilang, yang lewat harus bilang permisi, itu saya ngomong ke dia. Saya nggak bermaksud ngomongin ibu. Kalau Ibu dengar ya itu karena toko ini kecil. Terserah Ibu mau bilang permisi atau tidak, itu hak Ibu. Tapi dalam tata krama wong Jowo ( saya sengaja memberi nada tekanan pada kalimat ini), kan memang harus bilang permisi. Saya lagi mengajarkan itu ke anak saya,“ jelasku. Ibu itu dengan gugup cuma mengiyakan. Dia buru-buru ke kasir membawa baju, tampak asal comot dan segera berlalu. Diikuti anak gadisnya yang nampak juga berjalan menunduk. Reyhan? Wah dia sih cuek bebek, tetap berdiri sambil asyik memandang kiri kanan.

Ya ampun, saya bingung sendiri. Ternyata untuk bilang permisi pun ada orang yang tidak rela. Sampai harus menyindir-nyindir. Padahal itu kan sopan santun baku. Ini di Yogya lho, bukan di negeri antah berantah. Kami berdua wong Jowo lho. 

Dalam bahasa Jawa, permisi itu diucapkan dengan nuwun sewu. Bisa juga digantikan dengan nderek langkung atau numpang lewat. Kalau di desa, malah setiap kali melewati orang, diwajibkan mengucapkan nuwun sewu. Jadi bisa sampai berkali-kali diucapkan sepanjang perjalanan. Lucu tapi memang begitu. Saya pikir ini perilaku umum kok. Keluar dari toko itu saya menggandeng Reyhan erat-erat. Kalau tidak di tempat umum, mungkin saya sudah menciumi dia. Dalam hati saya berkata, “Nak, dengan segala keterbatasanmu bersosialisasi, setidaknya kamu sudah berusaha menjadi anak yang baik dan sopan.” Tuhan kembali menunjukkan pada saya bahwa tidak seharusnya saya mengeluh jika harus mengajari Reyhan berkali-kali.

Good Manners Source : http://www.ardenzachildcare.ie/
Good Manners Source : http://www.ardenzachildcare.ie/
Terima Kasih

Kali ini saya harus antre di bank. Antrean cukup panjang. Nyaris semua kursi penuh diduduki pengunjung. Pintu terbuka, masuk seorang ibu berusia kira-kira 50 tahunan. Dia melihat ke sekeliling, berusaha mencari kursi kosong. Tidak ada. Maka dia pun memasang wajah manyun. Seorang pemuda berusia kira-kira 25 tahunan, lumayan ganteng, berpenampilan rapi seperti orang kantoran, tiba-tiba berdiri. Dia menghampiri ibu itu dan mempersilakannya duduk di kursinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun