Mohon tunggu...
Maman Suryaman
Maman Suryaman Mohon Tunggu... Guru - guru SMK

Hobby menulis, maen catur,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rumus Matematis Penentuan Awal Bulan Baru (New Moon)

25 April 2023   20:09 Diperbarui: 27 April 2023   18:26 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumus Matematis Penentuan Awal Bulan Baru Hijriyah(New Moon)

Tulisan ini merupakan sebuah catatan perenungan pada akhir bulan Ramadhan tahun 1444 Hijriah. Saat terjadi perbedaan penentuan tanggal 1 Syawal 1444 H. Tidak ada maksud penulis untuk menyalahkan suatu kelompok atau golongan tertentu. Maksud dari tulisan ini untuk  memberikan wawasan  ilmu pengetahuan mengenai penetapan tanggal, sehingga dapat memahami mengapa tejadi perbedaan penentuan awal tanggal 1 Syawal pada tahun 1444 Hijriyah.

Fase Bulan

Fase (penampakan) bulan mengacu pada penampakan Bulan dari Bumi yang berbeda-beda dalam siklus orbitnya sekitar Bumi. Fase bulan ini dipengaruhi oleh pantulan cahaya Matahari yang jatuh pada permukaan Bulan. Jadi yang disebut Bulan itu penampakannya, bukan wujud-fisik atau  Bulannya.

Bulan tidak memancarkan cahaya sendiri, sehingga penampakan bulan pada malam hari disebabkan oleh pantulan cahaya Matahari pada permukaan Bulan. Saat Matahari berada di sisi yang sama dengan Bulan dan Bumi, seluruh permukaan Bulan yang menghadap Matahari akan disinari oleh sinar Matahari, sehingga terlihat sangat terang dari Bumi. Fase ini disebut sebagai Bulan Purnama.

Namun, ketika Bulan bergerak dalam orbitnya dan berpindah ke sisi yang berbeda dari Matahari, sebagian permukaan Bulan yang menghadap Bumi akan berada dalam bayangan yang dibentuk oleh Bumi. 

Fase ini disebut sebagai Bulan Baru, dan pada fase ini, Bulan tidak dapat terlihat di langit malam. 

Seiring berjalannya waktu, sebagian permukaan Bulan yang menghadap Bumi akan disinari oleh sinar Matahari, sehingga terlihat sebagai sebuah sabit di langit malam. Fase ini disebut sebagai sabit hilal.

Fase Bulan selanjutnya berubah menjadi separuh, tiga perempat, hingga kembali menjadi Bulan Purnama. Siklus ini dikenal sebagai Siklus Fase Bulan atau Siklus Sinodis Bulan, yang berlangsung sekitar 29,5 hari. 

Secara fisik astronomis, bulan secara fisiknya mengelilingi Bumi selama 27,3 hari, bukan 29,5 hari. Perhitungan 1 bulan dalam Qomariah bukan hanya ditentukan oleh lamanya Bulan mengorbit bumi sekali putaran selama 27,3 hari tapi berdasar fase Bulan.

Fase Bulan Sinodis

Fase bulan sinodis merujuk pada fase bulan yang diukur berdasarkan posisi Bulan relatif terhadap Matahari dan Bumi. Fase bulan sinodis dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh Bulan untuk kembali ke fase yang sama relatif terhadap Matahari dan Bumi.

Periode  Bulan mengelilingi  Bumi secara fisiknya itu membutuhkan waktu sekitar 27,3 hari, itu berbeda dengan periode yang dibutuhkan oleh Bulan untuk kembali ke fase yang sama relatif terhadap Matahari dan Bumi.

Hal ini disebabkan oleh pergerakan Bumi di sekitar Matahari, sehingga posisi Bulan relatif terhadap Matahari juga berubah. Oleh karena itu, waktu yang dibutuhkan oleh Bulan untuk kembali ke fase yang sama relatif terhadap Matahari dan Bumi, yang disebut periode sinodis, sedikit lebih lama, yaitu sekitar 29,5 hari.

Altitude Bulan.

Altitude atau ketinggian adalah ukuran sudut antara sebuah objek terhadap horizon (garis cakrawala) yang dilihat dari titik pengamatan. Altitude bulan dan matahari merujuk pada sudut antara bulan atau matahari terhadap horizon di tempat pengamat.

Altitude bulan dan matahari dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain posisi bulan atau matahari relatif terhadap Bumi, lokasi dan waktu pengamatan, serta kondisi atmosfer di sekitar tempat pengamatan.

Pada saat bulan berada di atas horizon dengan altitude maksimum, yaitu 90 derajat, bulan terlihat penuh atau bulan purnama. Sedangkan pada saat bulan berada di bawah horizon dengan altitude nol, bulan terlihat tidak terlihat atau bulan baru.

Elongasi Bulan dan Matahari f(Elongasi Moon dan Sun  <= 6 derajat)

Elongasi antara Matahari dan Bulan dengan Bumi sebagai titik acuan merujuk pada sudut antara Matahari dan Bulan di langit terhadap Bumi sebagai titik acuan. Elongasi ini dapat dilihat sebagai sudut antara Matahari dan Bulan ketika dilihat dari Bumi.

Elongasi ini bergantung pada posisi relatif antara Matahari, Bulan, dan Bumi. Pada saat Bulan berada di antara Matahari dan Bumi, elongasi adalah nol, dan Bulan terlihat menghalangi cahaya Matahari dan terjadi gerhana matahari.

Pada saat Matahari berada di antara Bulan dan Bumi, elongasi juga nol, dan terjadi gerhana bulan, di mana Bulan masuk ke dalam bayangan Bumi.

Namun, pada kebanyakan waktu, Bulan tidak berada dalam posisi yang tepat untuk menimbulkan gerhana. Pada saat itu, elongasi antara Matahari dan Bulan akan bervariasi antara 0 hingga 180 derajat, di mana 0 derajat berarti Bulan dan Matahari berada pada satu garis lurus dengan Bumi, dan 180 derajat berarti Bulan dan Matahari berada pada sisi yang berlawanan di langit.

Konjungsi Bulan dan Matahari f( t Konjungsi Moon dan Sun )

Konjungsi bulan dengan matahari adalah saat ketika Bulan dan Matahari berada pada posisi yang sama di langit, dilihat dari Bumi. Pada saat itu, Bulan terbit dan terbenam bersama dengan Matahari, sehingga Bulan tidak terlihat di langit karena cahayanya tertutup oleh cahaya Matahari. Konjungsi Bulan dengan Matahari terjadi setiap 29,5 hari sekali, yang dikenal sebagai siklus sinodis Bulan.

Konjungsi Bulan dengan Matahari biasanya diikuti oleh Bulan baru, yaitu fase Bulan di mana Bulan terlihat sebagai lingkaran gelap di langit karena tidak menerima cahaya Matahari yang cukup untuk terlihat. Bulan baru terjadi ketika Bulan dan Matahari berada dalam konjungsi, tetapi harus ada beberapa sudut terpisah antara Bulan dan Matahari agar Bulan terlihat sebagai lingkaran gelap.

Konjungsi Bulan dengan Matahari juga berhubungan dengan gerhana matahari, di mana Bulan dapat menutupi sebagian atau seluruh cahaya Matahari ketika Bulan berada tepat di antara Matahari dan Bumi. Gerhana matahari hanya terjadi ketika Bulan baru dan konjungsi Bulan dengan Matahari terjadi di dekat dua titik perpotongan orbit Bumi dan Bulan, yang dikenal sebagai nodus.

Wujudul Hilal

Wujudul hilal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan saat bulan baru pertama kali terlihat di langit setelah bulan lama (bulan sebelumnya) menghilang sepenuhnya dari cakrawala. Wujudul hilal menandai awal bulan dalam kalender Hijriyah.

Saat bulan baru terlihat di langit, biasanya hanya terlihat sebagai sabit tipis yang dikenal sebagai hilal. Wujudul hilal terjadi ketika hilal tersebut terlihat dengan jelas di langit barat setelah matahari terbenam, dan dihitung sebagai awal bulan baru dalam kalender Hijriyah.

H-1

Pada tradisi keagamaan, ketika tanggal berganti dari hari sebelumnya ke hari yang baru dapat berbeda-beda tergantung pada kalender yang digunakan. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai ketentuan tanggal berganti pada masing-masing agama:

  1. Yahudi: Dalam agama Yahudi, tanggal berganti terjadi pada saat matahari terbenam pada hari sebelumnya. Ini mengikuti tradisi dalam Alkitab Ibrani yang menyatakan bahwa "hari dimulai dari matahari terbenam" (Kejadian 1:5). Dalam prakteknya, ketika hari Sabat berakhir, Yahudi menunggu hingga tiga bintang terlihat di langit (kira-kira 20-40 menit setelah matahari terbenam) untuk menandakan bahwa hari baru telah dimulai.
  2. Kristen: Dalam tradisi Kristen, tanggal berganti terjadi pada pukul 12:00 tengah malam. Hal ini sesuai dengan konvensi umum dalam penggunaan kalender Gregorian yang digunakan secara luas di seluruh dunia.
  3. Islam: Dalam agama Islam, tanggal berganti terjadi pada saat matahari terbenam. Hal ini sesuai dengan penggunaan kalender Hijriyah yang didasarkan pada peredaran bulan dan bukan matahari. Dalam prakteknya, setelah terbenamnya matahari pada hari sebelumnya, waktu Maghrib (shalat saat matahari terbenam) dilaksanakan dan kemudian dianggap sebagai awal hari baru.

Hal inilah yang sering terlupakan  atau terabaikan dalam penentuan awal pergantian tanggal yaitu kapan hari baru itu dimulai. Karena itulah maksud penentual H-1 itu maksudnya,  dalam penentuan hilal itu dilakukan pada waktu magrib terjadi pada peda hari sebelumnya yang menggunakan tanggal dimulainya hari secara penanggalan Gregorian.

Upaya Penyeragaman Penetapan Awal Bulan Qomariyah .

Pemerintah Indonesia meyakini bahwa penentuan awal bulan Qomariyah harus ditentukan dengan metode rukyatul hilal , berpedoman kepada hadits Bukhari no 1776 tentang awal bulan : " Shaumlah kamu bila melihat hilal dan berbukalah kamu bila melihat hilal , bila hilal tidak terdeteksi maka genapkanlah bilangan bulan Sya'ban menjadi 30 hari " . Inilah yg menjadi masalah , dimana rukyatul hilal dilakukan secara lokal ( per wilayah negara ), padahal Islam adalah agama yang universal atau lin-nasi bukan liqaumihi.

Jadi redaksi kamus di hadits diatas seharusnya dimaknai sebagai siapa saja bila ada seorang muslim dimana-pun dia berada dimuka bumi yang berhasil melihat hilal , maka kesaksiannya merupakan kewajiban bagi semua umat Islam di dunia untuk mulai shaum. Jadi bila keukeuh harus merukyat hilal , maka lakukanlah rukyat global bukan rukyat lokal.

Pemahaman inilah sebenarnya yang diadopsi oleh kongres di Turki pd tgl 28-30 Mei 2016 , dimana diputuskan awal bulan dimulai jika pada saat maghrib di manapun, tinggi bulan lebih dari 5 dan elongasi bulan-matahari lebih dari 8 dengan catatan awal bulan Hijriyah terjadi , jika demikian rukyat terjadi di manapun di dunia, asalkan di Selandia Baru belum terbit fajar.

Bila ketentuan ini diikuti oleh semua umat Islam di dunia , maka kita akan punya satu kalender Hijri yg tunggal yang berlaku secara internasional.

Berikut dibawah ini kami tambahkan keterangan tentang   Islam yang lin-nasi, bukan liqaumihi , dengan harapan menjadi bahan permenungan bagi umat Islam dalam wawasan keilmuan.

- Beberapa ayat qauliyah ( ayat yg tertulis , Al-Qur'an ) menjelaskan tentang Al-Qur'an yang diturunkan untuk semua manusia , lihat QS 2:185 / 3:19 / 14:1 / 14:52 / 39:41.

- Nabi Muhammad SAW diutus untuk semua manusia , lihat QS 4:79 / 21:107 / 34:28 , dan hadits Rasulullah SAW tentang hal ini : Setiap nabi diutus untuk umatnya saja , tetapi aku diutus untuk semua manusia.

Pemahaman tentang Islam yang lin-nasi di atas, bisa diperkuat dengan Ayat Kauniyah ( ayat yg tercipta ) - Ilmu Astronomi sbb :

- Allah menciptakan bulan hanya satu yang diperuntukkan bagi semua manusia di muka bumi, bukan hanya utk orang per orang per wilayah negara.

- Dalam rangka bertasbih kpd Allah SWT meng-orbit mengelilingi bumi, bulan mengalami beberapa fase ( manzila ) termasuk fase ijtima/konjungsi , dimana fase ijtima ini juga diperuntukkan bagi semua manusia di muka bumi. Ijtima inilah yang disebut dark moon atau new moon alias bulan baru.

- Allah menciptakan bumi itu bulat tidak datar. Dengan ciptaan bumi yg bulat ini, maka sudah menjadi hukum alam bahwa pada saat maghrib setelah ijtima akan ada daerah/wilayah yang bisa melihat hilal dan ada pula yang tdk bisa melihatnya , bergantung pada koordinat dari wilayah tsb di muka bumi dan umur bulan sejak ijtima sampai maghrib.

Jadi dari uraian diatas , bisa disimpulkan adalah  kurang bijak apabila penentuan awal bulan dtentukan dengan rukyatul hilal  per wilayah negara / rukyat lokal.

Data ilmiah lain yang sangat perlu diketahui adalah sebelum terjadinya ijtima , bulan terbenam lebih dulu dari matahari , sedangkan setelah ijtima , matahari yang terbenam lebih dulu dari bulan, para pakar astronomi menyebutnya sebagai flip - flop.

 Jadi dengan metode hisab sangat jelas bisa disimpulkan bahwa awal bulan Qomariyah ditentukan dengan terjadinya ijtima pada saat maghrib matahari terbenam lebih dulu dari bulan.

Untuk mengusahakan kesamaan penetapan penentuan awal bulan Qomariyah, kuncinya adalah dengan menentukan daerah atau wilayah atau tempat yang jadi patokan standar bersama untuk menentukan awal penampakan hilal.(semacam GMT, di London).  Patokan ini penting karena bumi ini berberntuk globe, artinya saat tiba Magrib di setiap belahan bumi, khususnya di wilayah equator (katulistiwa) berbebeda untuk setiap  jamnya, Magrib di Indonesia lebih dahulu waktunya dibandingkan dengan waktu magrib di Saudi Arabia, selisih waktu 4 jam lebih cepat di Indonesia daripada di Saudi Arabia.

Mampukan suatu saat para alim ulama seluruh dunia berkumpul dan bermusyawarah bersama sama dan berbesar hati untuk sepakat menentukan awal tanggal bulan Qomariyah,  demi kesatuan umat.

Bukankah saat berhaji di Mekah, tidak ada lagi atribut Syiah tidak ada Sunni, tidak ada tarekat Qodariyah, Jabariah, Haqmaliyah, Muntazilah, tak ada atribut Madzhab Hanafi, Syafei, Hambali, Maliki. Tidak ada lagi NU, Persis, Muhammadiyah, Jemaah Tabligh.

Pada saat berhaji semua atribut golongan maupun firqoh  hilang, semua umat berwukuf sama di Arofah. Semoga kelak dikemudian hari tidak akan lagi terjadi perbedaan penentuan tanggal 1 Syawal.  

===oo00oo====

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun