Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat dari Penjara Saudi

8 November 2018   14:42 Diperbarui: 9 November 2018   14:12 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepulang menjenguk Tati, anaknya, di Penjara Saudi, Ibu Ita langsung masuk kamar dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Surat itu diselipkan Tati di tasnya ketika ia akan pulang. Ia keluarkan amplop warna putih dari tasnya dan sejurus kemudian menyobek sampulnya. Dengan perlahan ia keluarkan kertas putih bergaris di dalamnya. Dengan berdebar ia perhatikan tulisan anaknya itu dan mulai membaca baris-baris tulisan itu.    

 Penjara Saudi, 21 April 2018

Assalamu'alaikum,
Emih sareng keluarga
Semoga Emih dengan 
keluarga dalam keadaan sehat wal afiat.

Emih yang Tati Sayangi,  
Alhamdulillah Tati di Saudi dalam keadaan sehat.

Tak terasa, Tati hampir delapan tahun sudah mendekam di penjara ini. Karena divonis bersalah telah membunuh majikan. Hari-hari Tati diisi dengan menghafal al-Qur'an. Alhamdulillah sudah 12 Juz yang berhasil Tati hafal.    

Dulu ketika Tati pertama kali kerja ke Saudi, Tati mendapat kerjaan di kota Thaif, sekitar satu setengah jam dari Mekah. Kerjaan Tati setiap harinya mengurus seorang laki-laki tua di keluarga yang kelihatannya terhormat dan terpandang.  

Emih,  
Ada yang ingin Tati sampaikan kepada Emih dan keluraga. Tati hapunten pisan
, karena masalah ini, Tati tidak  bisa mengirimi  uang ke Emih untuk jajan si ujang dan sekolahnya. Boro-boro membantu keuangan Emih dan keluarga bahkan Tati telah membuat repot keluarga. Sejak vonis itu,  enam bulan gaji Tati belum dibayarkan. Sebelum kejadian yang mengerikan itu, Tati sudah mencoba menanyakan ke majikan tapi katanya belum ada uang. Padahal Tati tahu keluarga ini termasuk keluarga kaya dan seperti orang yang mengerti. Tapi kok tega mereka tidak membayarkan gaji Tati.
 Padahal katanya dalam hadis disebutkan "Bayarkanlah upah sebelum kering keringatnya".  Tapi entahlah kok mereka seperti tidak tahu hadis itu. Padahal negeri ini tempat dimana manusia paling mulya dilahirkan dan dibesarkan. Tati yakin kalau kanjeng Nabi masih ada beliau akan sangat marah melihat umatnya bersikap semena-mena kepada orang lain yang mengucurkan keringat meringankan pekerjaanya.  

Emih dan Keluarga yang Tati Sayangi,
Tati kangen Emih dan keluarga semua di Cikeusik Majalengka. Tati kangen Apa
yang telah lebih dulu meninggalkan kita semua menghadap Allah. Tati kangen makanan kampung, rangginang, opak, baju-baju daster yang biasa Tati pakai di kampung. Ngobrol bareng temen-temen. Makan bareng di sawah dan semua tentang kampung, Tati kangen Mih. Kalau dalam keadaan seperti ini, biasanya Tati hanya bisa melihat lihat foto-foto keluarga yang sempat Tati bawa ke penjara.          

Emih yang Tati Sayangi,
Kalau merasakan hidup di penjara ini begitu berat, rasanya Tati tidak akan mau berangkat ke Saudi. Tapi memang waktu itu keluarga kita sangat membutuhkan uang hanya untuk bisa menjaga agar nafas tidak terbang. Waktu itu, kita begitu tergiur dengan kata-kata manis yang lebih dekat dengan bujuk rayu agen TKI. Tapi sudahlah ya Emih, mungkin ini sudah menjadi jalan hidup  yang harus Tati lewati.    

Emih,
Dulu, sebenarnya Tati mau bekarja di negeri sendiri saja. Ada pabrik sepatu di daerah Subang yang katanya sedang membutuhkan banyak karyawan perempuan. Tapi waktu itu memang untuk jadi buruh pabrik saja harus bayar ini, bayar itu. Harus nyogok sini, nyogok situ. Kalau gak begitu ya kita gak bisa masuk, gak bisa kerja. Padahal gajinya tidak seberapa. Anehnya kok ya bisa masih ada orang yang tega berbuat seperti itu di negeri yang katanya warganya ramah tamah dan pemeluk Islam yang taat. Ya sudah lah Mih kok Tati jadi ngelantur kemana-mana.  

Emih yang Tati hormati,
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin Tati sampaikan ke Emih. Waktu Emih dan Apa menengok Tati di penjara Saudi, Tati hanya bisa ngobrol sedikit, waktu kita sangat terbatas dan memang dibatasi. Tati ingin Emih dan Apa tahu apa sesungguhnya yang menimpa Tati di Saudi. Jadi kalau terjadi apa-apa di kemudian hari dengan Tati, Emih dan Apa tahu cerita yang sebenarnya.

Emih yang Tati Sayangi,
Di Thaif, Tati mengurus seorang laki-laki tua itu Emih dan Apa sudah tahu. Tapi kalau laki-laki tua itu sering melecehkan dan berusaha memperkosa Tati, pasti Emih dan Apa baru mendengarnya.  Sebenarnya, tidak ingin Tati membuat Emih dan Apa bersedih dan khawatir dengan keadaan Tati. Tapi cerita ini harus Tati sampaikan agar tidak ada kesalahpahaman dan informasi yang tidak benar diterima oleh Emih dan Apa.  

Suatu siang yang sepi. Ketika majikan laki-laki pergi ke tempat kerjaanya dan majikan perempuan dan anggota keluarga yang lain entah kemana, saat itulah orang tua itu melecehkan Tati. Memegang tangan Tati, (ma'af) meraba pantat Tati dan berusaha meremas payudara Tati. Dan itu dilakukan tidak sekali dua kali ketika Tati sedang bekerja mengurusnya.  

Bahkan pada suatu pagi, ketika semua orang telah pergi menjalankan aktiftasnya masing-masing dan hanya ada Tati dan lelaki tua di rumah itu, ia seperti biasa memegang tangan dan pantat dan berusaha meremas payudaya Tati. Ketika Tati menghindar dan berontak ia malah lebih berani dan buas. Kedua tangannya berusaha memegang kedua tangan Tati. Badannya yang besar mendesak dan memepetkannya ke tubuh Tati. Wajahnya yang dipenuhi bulu jambang dan mulutnya rimbun dengan bulu kumis dan jenggot berusaha menyosor ke mulut Tati, berusaha mencium.

Tati berusaha sekuat tenaga untuk melengos, menghindar sergapannya. Tapi tenaga lelaki tua itu ternyata masih lebih kuat ketimbang tenaga Tati. Akhirnya Tati terjatuh terlentang dan tubuh besarnya menindih tubuh Tati. Ia berusaha memperkosa Tati. Tati berusaha teriak sekuat tenaga. Tapi tangan kiri besarnya menutup mulut Tati. Tubuh besarnya menindih tubuh Tati. Ia berusaha menyingkap dan membuka paksa pakaian Tati. Tati melihat bukan seorang laki-laki tua lagi yang ada di atas tubuh Tati tapi syetan yang bengis dan bejat.  

Tapi waktu itu, Tati masih ingat Allah, Ya Allah bantulah hambamu ini. Pasti ada jalan keluar untuk mengenyahkan lelaki tua bangka ini. Dengan berteriak sekuat tenaga  

"Allahuakbar!
Allahuakbar!
Allahuakbar!"

Tati berhasil melepaskan tangan dan meninjukan ke wajahnya tepat ke dagunya. Tak sampai disitu, jari-jari Tati dicolokan ke kedua matanya. Menarik sekuat tenaga jenggotnya sampai ia meringis kesakitan dan melepaskan pelukannya. Disaat itulah lutut Tati menendang punggungnya. Ia pun berteriak kaget dan melepaskan cengkramannya.

Tati berlari keluar kamar dan berteriak minta tolong dan mengancam akan menceritakan kejadian ini kepada anaknya, majikan Tati. Tapi,  tidak ada seorang pun yang datang membantu. Tapi ancaman Tati cukup berhasil. Lelaki tua itu tidak mengejar Tati lagi. Nafas Tati terengah-engah. Rasa takut menyergap perasaan Tati. Takut melihat lelaki itu. Gentar ketika mendengar suara-suara orang lain atau suara pintu kebuka.

Emih,  
Sejak saat itu, hati Tati selalu dihantui ketakutan. Tidak tenang, was-was, takut melakukan sesuatu. Pikiran gelap, tidak bisa berpikir dengan baik.  Sampai satu kejadian mengerikan di luar kontrol Tati terjadi. Astagfirullah! Tati membunuh laki-laki tua itu.

Seperti biasa siang itu sangat sepi. Pikiran Tati masih dipenuhi bayangan yang mengerikan yaitu percobaan perkosaan pada hari sebelumnya. Ketika terdengar laki-laki tua itu, Tati tubuh Tati gemetar, takut bukan kepalang. Takut kejadian sebelumnya terulang kembali. Secara tak sadar Tati mencari kayu yang bisa untuk melindungi Tati dari sergapan dari syetan tua itu. Ketika suara laki-laki tua itu memanggilnya lagi. Kayu itu sudah ada di tangan Tati. Tati berjalan mendekat, perlahan. Suara laki-laki tua itu terdengar lagi. Sekarang suaranya makin keras seperti  marah. Tati semakin mendekat.

Kayu itu Tati simpan di balik pintu. Ketika Tati sampai ke kamar lelaki tua itu. Ia berusaha memegang tangan Tati. Tati mundur mendekati pintu. Lelaki tua itu menyergap tapi Tati menghindar dan secepat kilat mengambil kayu yang ada di balik pintu dan memukulkannya ke leher bagian belakang. Lelaki tua itu terhuyung-huyung kesakitan kemudian ambruk. Entah pinsan atau meninggal. Tati tak berani mendekatinya.

Emih,
Tati sangat panik waktu itu. Perasaan kesal, marah, takut bercampur aduk. Apalagi ketika membayangkan gaji Tati yang tidak dibayar beberapa bulan ditambah sikap lelaki tua yang melecehkan dan bahkan berusaha memperkosa Tati. Dengan mata gelap Tati ambil perhiasan dan uang yang ada di rumah itu. Tati ambil hak Tati yang belum dibayar. Pikir Tati waktu itu. Tati lari ke luar rumah dengan perasaan sangat takut. Tati berharap dapat berlindung di tempat teman atau KJRI.

Tati sangat bingung ketika sudah di luar rumah. Tati tidak tahu jalan menuju Mekah. Sampai ada sembilan pemuda yang menawarkan diri untuk menolong mengantar Tati ke Mekah. Waktu itu Tati sangat senang bagai mendapat durian runtuh. Dalam keadaan kesusahan ada orang yang mau menolong. Tapi perasaan senang itu tidak bertahan lama. Sembilan pemuda itu menyeret, memaksa dan memperkosa Tati bergiliran. Tidak hanya itu. mereka juga merampas uang dan perhiasan yang Tati bawa. Mereka seperti bukan manusia. Mereka juga bukan seperti binatang yang masih punya naluri kasih sayang. Mereka lebih rendah dari binatang sekali pun.

Mereka biadab!
Mereka anjing kurap!
Mereka menjijikan!
Mereka adalah syetan-syetan yang nyata!
Mereka pantas hidup di neraka!                      

Emih,
Sampai di sini dulu surat dari Tati. Semoga Tati bisa bertemu lagi dengan Emih suatu waktu.
Jika suatu ketika terjadi apa-apa dengan Tati, paling tidak Emih sudah tahu apa yang terjadi sebenarnya dengan anak Emih ini.

 

Ma'afkan Tati, Mih.

Wassalamu'alaikum,

Salam kangen,    

Tati

Tak terasa air mata deras mengalir dari mata Ibu Ita. Ia tak kuasa membaca nasib anaknya yang pilu.  

Ia semakin terpuruk dan sangat bersedih ketika mendengar kabar Tati, anaknya,  dieksekusi mati tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemerintah Indonesia maupun dirinya sebagai pihak keluarga Tati. 

Jakarta, 8 November 2018 

Emih = Panggilan Ibu di Sunda.

Sareng = dan.  

Hapunten = Mohon maaf sekali 

Boro-boro = Jangankan 

Apa = Panggilan Ayah dalam Sunda


Turut Berduka dan Menyesalkan Atas Eksekusi Mati TUTI TURSILAWATI, Buruh Migran Indonesia Asal Majalengka di Saudi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

  

 
  
 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun