Dia mulai bercerita.
Di sebuah hotel, aku dipaksa melayani nafsu bejadnya. Pintu kamar di kunci, aku tak berdaya untuk lari. Kejadian nista itu pun terjadi padaku.Â
Ia menarik nafas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan.
Kisah berawal dari pertemuanku dengan teman bisnisku, sebut saja namanya B. Ia menungguku di stasiun kereta di kota J. Aku tidak  menyangka dia akan menunggu kedatanganku di stasiun. Meski sebelumnya kami berkomunikasi. Aku tidak mengira dia ada di kota yang sama, karena selama ini dia tinggal di kota K. Ini mungkin salah satu kesalahanku.Â
Wajahnya memperlihatkan penyesalan yang dalam.
Awalnya, aku berencana menuju kota J dengan BUS, tetapi ternyata aku tidak mendapatkan kendaraan itu. Terpaksa aku menggunakan transportasi kereta. Â Saat itu aku sesungguhnya punya janji dengan pacarku: bertemu di terminal BUS. Aku sengaja tidak mengabari perubahan ini kepada pacarku, ingin membuat surprise, pikirku. Â
Ketika aku sampai di stasiun, B sudah menunggu dengan keadaan terlihat sakit dan kemudian ia pingsan di hadapanku. Aku sangat bingung saat itu. Alam pikiranku membisikan, aku tidak mungkin membawanya ke tempat kontrakanku. Akhirnya aku putuskan dia kubawa ke sebuah hotel. Putusanku itu ternyata salah, ia menjebakku. Ia pura-pura sakit dan kemudian memaksaku melakukan perbuatan yang dilarang agama. Â
Dengan kejadian itu, aku sangat terpukul. Aku merasa sudah tidak pantas lagi bersama pacarku yang sudah siap meminangku. Dia begitu baik dan terlalu baik untukku. Aku merasa tidak adil kalau pacarku harus menanggung keadaan ini. Aku berterus terang kejadian yang menimpaku pada pacarku. Sampai pada keadaanku dinyatakan positif hamil. Â Pacarku tetap bersedia untuk menikah denganku. Aku sendiri yang tidak bersedia.Â
Kehamilanku semakin membesar. Aku bertekad meneruskan kehamilanku dengan keadaanku yang jauh dari keluarga. Aku tidak mau keluargaku mengetahui masalah yang menimpaku. Â Bukan aku tidak tahu, kalau ada banyak layanan yang siap membantu menggugurkan kandunganku. Tapi itu aku tidak lakukan.Â
Aku ingin menjadi Ibu dari janin yang ada di rahimku.  Banyak juga orang yang bersedia menjadi orang tua dari calon bayiku. Bahkan ada "orang pintar" yang mendatangiku dan menghubungiku berulang kali untuk menanyakan kemungkinan aku berubah pikiran, memberikan calon bayi untuknya. Tetapi aku  mantap untuk meneruskan kehamilanku dengan rahimku sendiri dan akan membesarkan bayi tersebut kelak kalau lahir. Â
Aku tetap merahasiakan kehamilanku pada orang tuaku. Bagiku, bukan hanya persoalan kehormatan keluarga tapi lebih dari itu yaitu amanah Tuhan atas bayi itu. Â Untuk bisa bertahan hidup, aku bekerja keras dengan kondisi kehamilanku terus membesar. Â