Namanya Angel. Ia lahir 17 tahun yang lalu di sebuah klinik bersalin di kota J. Sejak kecil ia mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan anak seusianya. Ia mampu mendengar suara yang tidak didengar orang lain. Ia mampu mencium sesuatu yang orang lain tidak menciumnya. Ia bisa melihat makhluk-makhluk halus disekitarnya bahkan ia mampu menerawang apa yang bakal terjadi. Â Â
Satu sisi kemampuannnya itu membuat dirinya menjadi orang spesial. Sering orang-orang menyebutnya sebagai "anak ajaib" atau "titisan dewa" atau orang yang mempunyai kelebihan. Kemampuannya itu seringkali dimanfaatkan temen-temannya untuk dimintai tolong, mencari barang yang hilang atau dicuri atau menerawang kehidupan temannya. Tapi biasanya ia menolaknya dengan halus. "Ma'af ya, aku gak bisa apa-apa kok."
Angel baru kelas 1 SMAN di kota Kabupaten tempat kelahirannya. Angel juga mempunyai kemampuan membaca pikiran orang lain dan mempengaruhinya. Suatu hari buku catatan pelajarannya dipinjam oleh teman sekelasnya. Waktu itu ia sangat butuh dengan bukunya itu. Ia hanya konsentrasi meminta temennya itu segera mengembalikan bukunya. Tidak butuh waktu lama, temennya itu datang mengembalikan bukunya itu tanpa ia sadar telah dipengaruhi pikirannya.
Begitulah kehidupan Angel. Ia mempunyai kemampuan yang luar biasa. Tapi satu hal yang mengganjal dihatinya adalah ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya yaitu sosok seorang ayah. Selama ini ia hidup hanya bersama Ibunya dan seorang laki-laki yang ia panggil Pak De. Suatu waktu, ia pernah bertanya kepada Ibunya apakah Pak De itu ayahnya? Ibunya hanya diam. "Suatu sa'at Ibu akan menceritakan segalanya. Tapi bukan sekarang," Kata Ibunya waktu itu.
Jawaban Ibunya itu justru membuat gadis yang mulai menginjak puber itu semakin penasaran dan memendam rindu pada sosok ayah biologisnya.
***
Reni, Ibunya Angel,  adalah sahabat karibku waktu aku kuliah di Kota J. Dia perempuan mandiri diusianya yang masih belia. Ia berhasil menyelesaikan kuliahnya sampai jenjang Master. Dengan pendidikan yang  lumayan tinggi itu dia dapat bekerja sesuai dengan keahliannya. Ia gadis luwes yang mudah bergaul. Tidak heran temannya  banyak. Terutama  dari kalangan pebisnis. Ia sendiri, selepas kuliah menekuni enterpreneurship.  Â
Kami sering kemana-mana berdua: membeli buku, makan bakso, kemana pun. Kadang aku ngobrol dengannya sampai berjam-jam. Tak terhitung aku menginap di kontrakannya. Begitu pun Reni. Sampai suatu ketika kejadian yang mengenaskan menimpanya. Â Sebenarnya aku tidak tahu sebelumnya kalau Reni tidak bercerita di suata malam di kontrakannya.
"Rat, aku lagi bingung." Â Dia memulai membuka mulut.
"Bingung kenapa Ren." Tanyaku penasaran.
"aku sudah sebulan gak mens."
"Kenapa Ren? Kamu lagi sakit? atau..."
 aku tidak tega melanjutkan.
"Sepertinya..... aku....."
"Apa?"
"kamu melakukannya dengan pacarmu?"
ia menggeleng lemah.
"lalu sama siapa?"
Aku seperti seorang Ibu yang marah pada  anaknya yang gak mau makan atau  main hp tak tahu waktu.
aku memberondong Reni dengan peluru pertanyaan.
Reni akhirnya memelukku dengan erat. Air matanya tak sanggup lagi dibendung. Membasahi bajuku. Pundakku.
Kami terdiam beberapa saat. Hanya nafas kami yang memburu. Â Â Â
Setelah tenang. Ia melepas pelukannya. Ia menyeka air matanya dengan tisu. Sementara TV di kamarnya sedang menyiarkan berita sebuah bom meledak di Kedubes Malaysia di Jakarta. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan. Â
Reni tak memperdulikannya. Ia mematikan TV. "muak aku melihat berita kekerasan  itu." Ketusnya.
"Rat, aku ingin cerita kejadian yang sebenarnya.  Aku yakin kamu adalah sabahat terbaikku. Aku ingin berbagi  rahasiaku agar aku tidak terlalu berat menanggungnya."
aku hanya mengangguk pelan.