Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Skandal Seks Pejabat Publik, Moralitas dan Tuntutan Mundur

11 Januari 2017   15:16 Diperbarui: 11 Januari 2017   15:20 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Daftar skandal seks pejabat publik bertambah lagi, setelah Bupati Katingan,  Kalimantan Tengah, AY, tertangkap basah sedang berduaan dengan FY (35), istri seorang polisi, dalam sebuah rumah kontrakan, Kamis (5/1/2017) dini hari. (Kompas.com)

Sebelumnya, Ketua Pengadilan Agama Padang Panjang, Sumatera Barat, ED, terkena razia Satpol PP. Ia kedapatan berada di dalam sebuah kamar hotel dengan laki-laki yang bukan merupakan pasangan resminya, Minggu (9/10/2016) seperti diberitakan bbc.com.

Dua kasus di atas menambah daftar panjang kasus skandal seks pejabat publik . Jauh sebelumnya, kasus yang menghebohkan yaitu skandal seks Bupati Garut, AF, pada Februari 2013 dan kasus anggota DPR dari Fraksi Golkar, YZ, pada Desember 2006  dan deretan kasus serupa yang tidak diungkap disini.  

Hampir setiap ada kasus skandal seks yang menimpa pejabat publik dorongan untuk mundur terhadap pejabat tersebut sangat kencang. Terlepas adanya faktor politik, faktor “ketidakpantasan” atau moralitas agama maupun norma budaya bangsa masih dijadikan acuan.

Tidak hanya di negara yang kebanyakan punduduknya masih memang teguh agama sebagai norma kehidupannya, di negara yang kita sebut sekuler sekalipun,  atas nama moralitas atau ketidakpantasan  kerap kali tuntutan mundur dari jabatan diberlakukan tehadap pejabat yang tergelincir skandal seks.        

Seperti yang menimpa Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, ketika skandal perselingkuhannya dengan Monica Lewinsky terbongkar.  Skandal tersebut menyebabkan adanya tuntutan pemecatan atas Bill Clinton. Hasil penyelidikan akhirnya mengarahkan digelarnya sidang Impeachmenttahun 1998 oleh House of Representative AS, namun Clinton berhasil lolos dari dugaan tersebut.

Sekretaris Parlemen Jepang yang menangani bidang pertanahan, infrastruktur, transportasi dan pariwisata, Takeshi Tokuda, mundur dari jabatannya setelah skandal seksnya terekspos pada Pebruari 2013.  

Di Rusia, pria yang diduga Jaksa Agung, Yury Skuratov bersama dua PSK beredar video asusilanya pada 1999. Meskipun membantah, Jaksa Agung tersebut akhirnya diberhentikan dari pemerintahan Presiden Boris Yeltsin.

Masih banyak lagi daftar pejabat publik terkena skandal seks yang akhirnya diberhentikan atau mundur dari jabatannya. Hal ini menunjukkan masih kuatnya moralitas publik sebagai alat kontrol bagi para pimpinannya di pemerintahan.      

Menariknya, skandal seks tidak hanya dilihat dari persoalan hukum tetapi lebih kuat persoalan moralitasnya. Jika kita melihat skandal seks ini, ada sejumlah komitmen yang terabaikan  dari pelaku skandal seks tersebut, hingga tuntutan untuk mundur bagi pejabat yang terkena kasus ini cukup kuat.

Pertama, abainya komitmen terhadap moralitas agama. Agama, apa pun agamanya,  sangat melarang perbuatan hubungan seks di luar pernikahan atau yang disebut perzinahan , ada yang mengadu maupun tidak. Sanksinya pun cukup berat. Dalam hukum Islam si pezina akan dihukum dengan razam.  

Bagi orang yang mengikarkan diri memeluk suatu agama, sesungguhnya ia telah mengikatkan dirinya dan menyetujui untuk mengikuti aturan agama itu. Komitmen ini sesungguhnya yang terabaikan oleh para pelaku seks di luar pernikahan.

Kedua, abainya komitmen  terhadap janji jabatan. Setiap pejabat publik, sebelum menjalankan tugasnya mereka akan disumpah berdasarkan agamanya masing-masing. Salah satu isi sumpahnya adalah  komitmen dan menjalankan Pancasila dan UUD 45 sebagai  dasar bernegara. Penjabaran dasar negara tersebut tertuang dalam undang-undang di bawahnya. Untuk persoalan perzinahan telah diatur dalam Pasal 284 KUHP dan kesusilaan dalam pasal 281 KUHP.

Ketiga, abainya komitmen terhadap pasangan.  Setiap pasangan dalam perkawinan biasanya telah berkomitmen untuk saling mencintai, saling menyayangi dalam keadaan suka maupun duka.  Komitmen ini sesungguhnya yang mengikat pasangan tetap langgeng, tidak berpaling kepada yang lain,  dalam waktu yang cukup lama bahkan ada yang sampai nyawa memisahkannya.

Abainya ketiga komitmen di atas dikhawatirkan berdampak terhadap abai yang keempat yaitu terhadap kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Sulit dipahami, jika komitmen terhadap Tuhan, Negara dan pasangan bisa diabaikan begitu saja. Bagaimana dengan komitmen untuk mensejahterakan rakyatnya terealisasikan?    

Apa pun jabatannya, selama menjadi pejabat publik atau pejabat pemerintah, ia digaji, dibayar oleh uang rakyat melalui pajak-pajak yang mereka bayar. Menjadi sangat logis jika rakyat menuntut pejabat publik yang tergelincir skandal seks untuk mundur atau diberhentikan  dari jabatan publiknya.     

Tahta, harta dan wanita selalu menjadi magnet kuat bagi siapa pun, tak terkecuali pejabat publik. Menjadi perbincangan, gunjingan masyarakat bagi pelaku skandal seks semakin menambah hukuman mereka.  

Memperbaharui komitmen moral dan kemanusiaan salah satu jalan untuk menghentikan bertambahnya daftar skandal seks di kalangan pejabat publik. Smoga.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun