Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup Kita Masih On The Track?

19 Februari 2011   00:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:28 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jamaah shalat magrib mulai meninggalkan ruang masjid satu-persatu. Sementara aku masih duduk bersila dengan tangan terbuka di atas paha. Mata terpejam, mulut terkunci rapat, sementara pikiran terus bekerja merenungkan makna hidup ini. Aku menikmati renungan ini di sebuah masjid kecil di bawah gunung batu dekat perbatasan Cirebon Majalengka.

Renungan dimulai dengan memikirkan kalimat “barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya”. Aku meraba diri. Aku ternyata hanya berasal dari setetes air mani yang menjadi segumpal darah dan akhirnya mewujud manjadi bentuk seperti sekarang ini.

Dalam sebuah keterangan disebutkan “setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci”.Dengan demikian, aku lahir dalam keadaan suci, diciptakan oleh Yang Maha Suci dan akan kembali kepada Yang Maha Suci. Aku merenung, aku mengatakan dalam hati, misi hidupku dan mungkin semua manusia di dunia adalah kembali kepada Yang Maha Suci dalam keadaan suci.

Sebelum misi kemanusiaan dimulai, setiap manusia diberi “bonus” hidup. Yaitu dari lahir sampai berumur dewasa, kedewasaan biasanya ditandai dengan mimpi basah pada laki-laki dan keluar haid pada perempuan. Selama masa menuju dewasa, manusia tidak dikenakan aturan dan sanksi apa pun. Permainan hidup baru dimulai ketika kita sudah mampu menentukan mana yang baik dan buruk.

Dalam permainan hidup ini, kita dibekali hati dan akal pikiran yang mempunyai kemampuan luar biasa. Manusia juga (bagi yang mau) dibekali agama serta kitab suci sebagai petunjuk (guide line) bagi orang-orang yang mempercayainya untuk mengarungi hidup ini.

Selain dibekali “senjata hidup” yaitu hati, akal dan agama, manusia juga dilengkapi dengan hawa nafsu yang mempunyai kecenderungan untuk membelokkan arah hidup kita. Dia ada dalam diri kita dan akan terus ada sepanjang kita masih hidup untuk mengganggu arah hidup kita.

Aku masih duduk di masjid dengan kaki saling silang, tangan terbuka dengan mata masih tertutup. Aku terus merenungi hidup ini. Jika hidup ini permainan, maka permainan itu ada aturannya. Aku mencoba menemukan aturan itu.

Pertama, setiap manusia harus bisa kembali ke “rumah” Yang Maha Suci dalam keadaan suci. Jika kita masih kotor dan tidak mengarah ke “rumah” maka harus dibersihkan dulu dan mengarahkan arah hidup kita pada yang dituju.

Kedua, waktu yang diberikan kepada kita tidak diberi tahu berapa lamanya. Setiap manusia tidak diberi tahu kapan akan berakhir hidupnya. Dengan waktu yang tidak dikasih tahu ini pasti kita akan sangat hati-hati menjalani permainan hidup ini. Jangan sampai kita belum melakukan apa-apa sudah “Game Over”.

Ketiga, dalam permainan hidup ini banyak jebakan-jebakan yang harus bisa dilewati. Jebakan itu diantaranya adalah syahwat seksual, syahwat kekuasaan dan syahwat harta dunia. Ketiga jebakan ini akan terlihat indah, cantik dan menjanjikan kebahagiaan. Pada praktiknya, banyak manusia yang terjebak hinga berlumur lumpur sampai melupakan misi utama permainan ini yaitu kembali ke “rumah” dalam keadaan suci.

Keempat, sesama peserta permainan ini dilarang saling menghalangi untuk menuju “rumah” Yang Maha Suci. Peserta dianjurkan untuk saling membantu untuk mencapai “rumah” dalam keadaan suci.

Kelima, peserta permainan ini dianjurkan untuk menggunakan kekuatan hati serta pikirannya untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Agama dan kitab suci diberikan untuk menjadi guide bagi yang membutuhkannya dalam permainan ini.

Adzan shalat Isya berkumandang. Aku pun mengakhiri renunganku malam itu.

Aku menuliskan renungan ini untuk kita semua. Akhirnya aku ingin mengucapkan selamat menjalani permainan hidup ini. Izinkan aku bertanya untuk diriku sendiri dan mungkin juga untuk Anda, apakah Hidup Kita Masih On The Track?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun