Dalam waktu relatif singkat, kurang lebih dua tahun, kompasiana telah memperoleh respon positif dari masyarakat internet (internet citizen, biasa disingkat netizen). Terlihat dari semakin meningkatnya jumlah netizen yang bergabung dengan “sosial media” yang akan merayakan ulang tahunnya kedua pada akhir november ini. Berbagai penghargaan pun diraih social media ini. Salah satu penghargaan yang disabetnya yaitu sebagai blog citizen journalism terbaikdi pesta blogger 2010. Prestasi yang patut dibanggakan.
Apa kaitan kompasiana dengan social media dan citizen journalism (jurnalistik warga)? Ada kaitan yang erat antara kompasiana, social media dan citizen journalism. Kompasiana dikategorikan sebagai media sosial, seperti blogspot, wordpress, facebook, twitter dan masih banyak social media lainnya. Ciri umum dari social media adalah adanya keterlibatan warga yang bersifat voluntary (sukarela) dalam pengelolannya.
Apakah semua social media mempraktikkan citizen journalism? Selama media tersebut diisi dengan berita-berita yang terjadi di masyarakat dan ditulis atau disampaikan secara sukarela oleh masyarakat maka menurut saya layak disebut dengan citizen journalism. Ada sharing informasi, baik berita, gagasan, produk seni, maupun ilmu pengetahuan.
Sebagaisocial media yangmasih relatif baru, kompasiana telah mencuri hati para netizen di tengah dominasi social media lainnya yang terlebih dahulu hadir. Sebut saja misalnya Facebook, Twitter, Blogger, Worldpress, Yahoo Mesengger dan media sosial lainnya. Bahkan sejumlah penghuni facebook, media sosial yang dikatagorikan social networks ini, sudah mulai memilih kompasiana sebagai rumah barunya, facebook diposisikan sebagai tetangga (A Dardiri Z, Facebook Tetangga, Kompasiana Rumah) yang sewaktu-waktu saja dikunjunginya.
Kompasiana mempunyai kekuatan yang menonjol untuk disebut sebagai citizen journalism. Di media ini, para blogger terpacu untuk sharing tulisan terkait peristiwa yang terjadi di lingkungannya, gagasan yang ada dipikirannya dan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, kompasiana juga mempunyai kemampuan untuk membuat jaringan pertemanan. Hal ini sesuai dengan slogan kompasiana “sharing, connecting”.
Sebagai kompasianer (sebutan orang yang bergabung dengan kompasiana), saya melihat ada sejumlah kelebihan kompasiana ketimbang media sosial lainnya terutama yang dikatagorikan pengamat sebagai Publish Social Media (Blog, Wordpres, digg, wikimedia).
Pertama, pada batas tertentu, ada partisipasi dari netizen untuk ikut membangun “rumah bersama” tersebut.Keluhan, usulan, kritikan telah semakin menuntut media yang dibawah naungan Kompas Cyber Media ini terus memperbaiki diri, baik layanan, teknology maupun fitur-fiturnya.
Kedua, ada arena kompetisi pada sosial media ini. Kelebihan ini yang kurang atau bahkan tidak dimiliki oleh social media lainnya, seperti facebook, blogger ataupun wordpress. Kompetisi alami ini bisa dilihat pada kesadaran bahwa setiap hari ada ratusan tulisan yang masuk kompasiana. Setiap tulisan berebut posisi headline, baik headline di halaman utama maupun headline di rubrik, highlight, terpopuler, terbesar, tertinggi. Headline dan highlight ditentukan oleh admin kompasiana. Mereka mempunyai wewenang penuh unuk menentukan sebuah tulisan layak atau tidaknya menjadi headline atau highlight. Sedangkan tulisan terpopuler ditentukan oleh seberapa banyak tulisan itu dibaca. Tulisan dikatagorikan tertinggi ditentukan oleh seberapa banyak penilaian yang masuk. Untuk tulisan terbanyak dilihat dari banyaknya jumlah kompasianer yang memberikan komentar terhadap sebuah tulisan.
Dengan kondisi kompetisi yang“ketat” seperti ini, kompasianer ditantang untuk membuat tulisan semenarik mungkin. Baik dari judul, isi dan cara penulisan. Tidak heran, banyak kompasianer membuat judul yang “bombastis” untuk tulisannya meski terkadang tidak dibarengi dengan isi yang sesuai.
Dengan dua kelebihan tersebut, kompasianatelah membuat kompasianer merasa at home dan menjadikannya sebagai “rumah sehat” bersama. Selain kelebihan itu, kompasiana sesungguhnya telahmempunyai peran strategis bagi pengembangn civil society (masyarakat sipil).
Peran-peran itu diantaranya, pertama sebagai kanal bagi keluhan, persoalan yang dihadapi masyarakat.Media mainstreamdihadapkan pada keterbatasan ruang dan waktu dan tentunya kemauan politik (political will) dari pemilik media. Kompasiana sebagai social media telah mampu melewati batas tersebut dan menjadi media alternatif bagi munculnya informasi-informasi penting terkait dengan persoalan masyarakat berbasis partisipasi warga.
Kedua, aktualisasi diri atau penyaluran potensi-potensi yang terpendam. Kompasianatelah mampu menjadi media yang mewadahi berbagai potensi. Dari berita peristiwa yang terjadi di Indonesia maupun lintas negara, polhukam, humaniora sampai tulisan yang membutuhkan kehalusan rasa dan keindahan kata, fiksi.
Peran kompasiana yang ketiga sebagai social critic. Fungsi ini terasa betul manfaat dan efektifitasnya. Sebagai contoh, terkait dengan kasus banjir Jakarta yang terjadi belakangan ini. Pejabat yang mendapat sorotan dari kompasianer adalah Gubernur DKI,Fauzi Bowo. Selain gubernur DKI, Marzuki Alie juga mendapat kritikan tajam terkait komentarnya tentang bencana tsunami yang menimpa Mentawai. Dengan kritikan tajam dan mendapat perhatian yang sangat besar dari kompasianer telah berhasil “memaksa” ketua DPR asal partai demokrat ini membuat tulisan yang diposting di kompasiana.
Peran kompasiana yang lain adalah sebagai media pembelajaran. Sifat media ini yang kompetitif membuat kompasianer terpacu untuk terus belajar dan belajar. Membaca dari tulisan-tulisan yang ada di kompasiana. Berfikir, membaca, menganalisadanmenulis. Ada proses dialektif yang terus berjalan. Ada aksi, melakukan kegiatan lapangan, merefleksikan, menganalisa, menuliskannya dan melakukan kembali dan seterusnya. Sebuah proses yang memang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran masyarakat.
Meskipun demikian, ada beberapa harapan terhadap kompasiana. Pertama, perlu peningkatan partisipasi kompasianer untuk pengembangan kompasiana kedepan. Partisipasi kompasianer terasa masih sangat kecil untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (sense of belonging) pada media ini. Saya berpikir bahwa, untuk menumbuhkan rasa kepemilikan yang lebih besar pada media ini, ke depan partisipasi warga tidak hanya terbatas pada perbaikan layanan danpengisian konten tetapi perlu didorong pada kesadaran akan pentingnya media ini sehingga mampu berpartisipasi pada keberlangsungan (sustainability) “rumah sehat” ini. Dengan demikian kompasiana layak menjadi partisipatory media serta mempunyai tingkat sustainability dan independensi yang tinggi.
Harapan kedua, kompasiana perlu didorong pada peran social movement. Kompasiana sebagai media yang mempunyai sifat masivitas yang tinggi sangat berpotensi menjadi media gerakan sosial yang besar. Sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini, gempa, tsunami, banjir dan merapi, ini sesungguhnya bisa menjadi konsen dan gerakan bersama kompaianer untuk sesuatu yang berarti bagi masyarakat. Saya senang, kompasiana sudah mulai berperan sebagai social movement dengan gerakan kompasiana berbaginya.
Kompasiana yang memberikan ruang berbagi (sharing), pertemanan (connecting) dan harmoni dalam perbedaan baik pandangan politik, etnis dan agama. Mungkin perlu dipertimbangkan slogan kompasiana menjadi “sharing, connecting and love”.
Akhirnya saya ucapkan selamat ulang tahun yang kedua untuk kompasiana. Semoga semakin baik lagi dan semakin diperhitungkan sebagai citizen journalism yang mampu kritis terhadap ketidakadilan sosial yang terjadi di negeri tercinta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H