Mohon tunggu...
Mamang
Mamang Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kabinet Pasar Loak

28 Juli 2016   16:50 Diperbarui: 28 Juli 2016   17:00 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DI Solo, Jawa Tengah, ada pasar loak yang menjual barang-barang antik, Pasar Triwindu. Di alun-alunnya ada pasar loak buku-buku bekas dan majalah-majalah lama. Kalau Anda ke Pekanbaru ada kawasan yang disebut Pasar Bawah, yang terkenal dengan harga-harganya yang murah. Di Jalan Surabaya, Jakarta Pusat, pasar loaknya berisi barang-barang antik. Sedangkan di Jogja tidak jauh dari Malioboro, dulu ada Pasar Sentir yang menjual baju, celana, sampai sepatu-sepatu bekas.

Pasar loak lazimnya dikenal karena barang-barangnya yang murah, orang umumnya berbelanja ke situ tidak terlalu menghiraukan kwalitas. 

Pasar loak yang menjual barang-barang antik lain lagi ceritanya, sebab umumnya barang antik punya nilai sejarah, sehingga biasanya mahal. 

Ada yang mengistilahkan kabinet terbaru Jokowi saat ini sama dengan Kabinet Pasar Loak, Kabinet Barang Bekas, atau ada juga yang menyebutnya Kabinet Jailangkung.

Jailangkung mainan iseng buat memanggil roh-roh lama supaya bisa didatangkan kembali, dan kalau sudah datang sang roh sering jadi tempat bertanya. Tidak jarang orang yang memainkan atau memanggil Jailangkung bisa kesurupan atau paling tidak jadi ketakutan sehingga sering lari terbirit-birit sambil teriak-teriak ketakutan. Kalau sudah begitu sang dukun dimintakan pertolongan dengan cara memencet jempol atau menyembur muka si pemain jailangkung supaya sadar dari kesurupan.

Nah,Kabinet Barang Bekas artinya kurang lebih sama dengan istilah Kabinet Pasar Loak.

Istilah ini muncul lantaran kabinet terbaru Jokowi diisi oleh orang-orang lama yangsudah usang, yang track recordnya minim prestasi dan integritas pribadinya bermasalah. Ibarat ilmu tenaga dalam tidak ada energi positif yang dimasukkan Jokowi ke kabinet terbaru yang dia bangun atas kemauan Jusuf Kalla itu, plus kemauan para pengembang reklamasi.

Selain diisi oleh muka-muka lama, bahkan boleh dibilang diisi oleh ‘’muka-muka lama banget’’ seperti Wiranto, Sri Mulyani, Sofyan Djalil, sampai Darmin Nasution, kabinet juga disumpali orang-orang yang tidak jelas riwayatnya, reputasi, kompetensi, integritas, dan pemihakannya kepada rakyat. Apalagi boro-boro sesuai dengan parameter Tri Sakti, Nawa Cita, dan Revolusi Mental.

Tiga jargon ini ternyata cuma buat keren-kerenan belaka, seperti iklan sabun colek, dan sekedar memanipulasi ajaran Bung Karno yang luhur yang dikarang-karang oleh Jokowi sebagai bagian dari usaha pencitraan diri, setelah proyek Esemka yang tidak jelas kelanjutannya, dan jargon blusukan yang ternyata dipakai Jokowi untuk menutupi kelemahannya dalam mengambil solusi persoalan.

Kenapa Jokowi suka barang-barang bekas, sehingga kabinetnya terdiri dari orang-orang bekas yang datang dari masa lalu yang penuh dengan catatan masalah negatif? 

Pertama, mungkin karena Jokowi kurang wawasan atau terbatas referensinya sebab Jokowi merupakan pemain lokal yang datang dari daerah (bekas walikota), sehingga tidak tau mana tikus; mana kucing belang, mana buaya; mana biawak, mana bebek; mana beo. Jokowi tidak benar-benar berusaha mempelajari dan memahami siapa sebenarnya orang-orang lama yang ada di kabinet terbarunya saat ini.

Kedua, mungkin karena ingin supaya kabinetnya lengkap diisi dengan orang-orang bekas, sebab wakil presidennya pun, Jusuf Kalla, adalah orang bekas, yaitu bekas wapresnya SBY.

Ketiga, ada kemungkinan ‘’naluri kolektor’’ Jokowi yang menyukai barang-barang bekas cukup besar, sama besarnya dengan naluri Jusuf Kalla yang pedagang sehingga suka dagang jabatan.

Keempat, momentum yang dipilih Jokowi untuk melantik kabinet terbarunya bertepatan dengan peristiwa berdarah yang bukan hanya menyebabkan hilangnya nyawa manusia, tetapi juga berbuntut dengan kerusuhan sosial di sejumlah tempat di Jakarta, yaitu peristiwa 27 Juli.

Seperti diketahui Sabtu 27 Juli 1996 adalah momentum peristiwa mengerikan yang terjadidi kantor DPP PDIP (waktu itu masih bernama PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, yang membekaskan trauma yang mendalam bagi masyarakat dan terutama para korban. 

Apakah tanggal 27 Juli itu dipilih Jokowi karena masih berhubungan dengan sifat Jokowi yang menyukai hal-hal yang bekas-bekas dan kejadian-kejadian berdarah atau nostalgia masa lalu yang gelap dan kelam… ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun