Mohon tunggu...
Abdurohman Sani
Abdurohman Sani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dengan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menggali Keresahan Transendental Pada Kemiskinan dalam Hadits; Perspektif Spiritual Ataukah Keserakahan

21 Oktober 2024   22:50 Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:32 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

MENGGALI KERESAHAN TRANSENDENTAL PADA KEMISKINAN DALAM HADITS: PERSPEKTIF SPIRITUAL ATAUKAH KESERAKAHAN

Oleh;

Abdurohman As Sani

Edisi;

Bilba

Dimulai dari Keresahan yang mendalam mendorong saya untuk menulis esai ini, terlahir dari realitas interpretasi yang sering kali muncul dari para pengguna atau penerima hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, " " (kemiskinan itu dekat kepada kekufuran). Di berbagai ruang diskusi, hadits ini kerap dijadikan alasan bagi mereka yang mengejar kekayaan dan kenyamanan duniawi tanpa batas, seakan-akan mengesahkan ambisi terhadap harta dan materi. Hal ini mengarah pada legitimasi terhadap cinta dunia yang berlebihan, yang pada gilirannya melahirkan sikap serakah dan melupakan esensi spiritualitas yang sebenarnya lebih dalam dari sekadar ukuran materi. 

Kondisi ini secara tidak adil mendiskreditkan kehidupan orang-orang yang dipandang miskin secara zahir, mengabaikan makna kesederhanaan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Melalui esai ini, saya berharap dapat menggali kembali makna mendalam dari hadits tersebut, untuk menyingkap dimensi spiritual yang mungkin terlewatkan oleh pemahaman yang semata-mata materialistik, serta menunjukkan bahwa kemiskinan zahir bukanlah hal yang mutlak negatif, melainkan bisa menjadi jalan menuju kedekatan dengan Tuhan jika dipahami dengan benar.

Hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, " " (kemiskinan itu dekat kepada kekufuran), sering kali menjadi subjek interpretasi yang beragam. Sebagian besar orang memahaminya dalam konteks kemiskinan zahir, yakni kekurangan materi, dan menjadikan hal tersebut sebagai dalil bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan yang berbahaya dan harus dihindari. Namun, jika kita mencermati lebih jauh dan menggali aspek spiritual dari hadits ini, kita mungkin akan menemukan bahwa kemiskinan yang dimaksud tidak sekadar merujuk pada kondisi fisik, sosial atau materi, melainkan juga kepada kondisi hati dan spiritual seseorang.

Keresahan terhadap Pemaknaan yang Terlalu Materialistik

Pemahaman bahwa kemiskinan zahir adalah suatu kondisi yang sedemikian berbahaya sehingga mendekati kekufuran sering kali dikaitkan dengan rasa takut terhadap kekurangan materi dan hasrat mengejar kekayaan duniawi yang berlebihan. Interpretasi ini cenderung digunakan oleh mereka yang khawatir akan kehilangan kenyamanan duniawi dan justru mendiskreditkan nilai-nilai positif dari kesederhanaan. Dalam hadits lain, Nabi SAW sendiri pernah berdoa:

" "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun