Sistem hukum Barat yang dipengaruhi oleh tradisi Yunani-Romawi dan Yudeo-Kristen cenderung lebih antroposentris, di mana manusia ditempatkan sebagai subjek hukum yang memiliki hak untuk menguasai dan memanfaatkan alam demi kepentingannya. Hukum positif yang diciptakan manusia seringkali mengabaikan atau bahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum alam.
Di sisi lain, beberapa sistem hukum adat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menunjukkan pandangan yang lebih holistik dan menekankan keselarasan antara manusia dan alam. Dalam tradisi hukum adat, alam dipandang sebagai entitas yang memiliki hak dan kedudukan yang setara dengan manusia. Hukum adat seringkali didasarkan pada prinsip-prinsip hukum alam, seperti keseimbangan ekologis, harmoni, dan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan.
Misalnya, dalam sistem hukum adat Suku Dayak di Kalimantan, terdapat konsep "hukum adat" yang mengatur relasi antara manusia, alam, dan roh-roh leluhur. Hukum adat ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara manusia dan alam, serta melarang eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam. Pelanggaran terhadap hukum adat ini diyakini akan mengakibatkan bencana dan ketidakseimbangan dalam ekosistem.
Perbandingan antara sistem hukum yang berpusat pada manusia dan sistem hukum yang lebih mempertimbangkan hukum alam dapat memberikan wawasan berharga bagi upaya mencapai harmoni kosmik yang lebih luas. Dengan menyuarakan suara alam dalam diskursus perbandingan hukum, kita dapat melampaui batas-batas antroposentrisme dan mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang keadilan, keseimbangan, dan tanggung jawab manusia terhadap seluruh ekosistem.
V. MENUJU HARMONI KOSMIK: MENYUARAKAN SUARA ALAM DALAM SISTEM HUKUM
Upaya untuk menyuarakan suara alam dalam sistem hukum merupakan langkah penting menuju terciptanya harmoni kosmik yang lebih luas. Hal ini membutuhkan pergeseran paradigma dari antroposentrisme ke pandangan yang lebih holistik dan ekologis.
Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh adalah mengembangkan konsep "hukum alam" (natural law) yang lebih komprehensif dan inklusif. Hukum alam tidak hanya dipahami sebagai prinsip-prinsip universal yang mendasari kehidupan manusia, tetapi juga sebagai hukum yang mengatur seluruh tatanan alam semesta. Dalam perspektif ini, manusia adalah bagian integral dari ekosistem, bukan entitas yang terpisah dan superior.
Selain itu, sistem hukum positif perlu diformulasikan dengan mempertimbangkan keselarasan dengan hukum alam. Hukum yang diciptakan manusia harus sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan, kebenaran, dan keseimbangan ekologis yang terkandung dalam hukum alam. Hal ini dapat diwujudkan melalui pengembangan konsep "hukum bumi" (earth jurisprudence) yang menempatkan alam sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kepentingan yang harus dilindungi.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mengadopsi perspektif hukum adat yang lebih holistik dan mempertimbangkan suara alam. Sistem hukum adat di berbagai belahan dunia dapat menjadi sumber inspirasi bagi pengembangan hukum yang lebih selaras dengan hukum alam. Melalui dialog dan pertukaran pengetahuan antara sistem hukum modern dan hukum adat, kita dapat menemukan jalan menuju harmoni kosmik yang lebih luas.
Pada akhirnya, menyuarakan suara alam dalam sistem hukum merupakan bagian dari upaya yang lebih besar untuk mencapai keseimbangan dan keselarasan antara manusia dan alam. Hal ini tidak hanya penting bagi kelestarian lingkungan, tetapi juga bagi kesejahteraan dan keberlanjutan umat manusia itu sendiri. Dengan mempertimbangkan hukum alam dalam sistem hukum, kita dapat bergerak menuju visi yang lebih luas tentang harmoni kosmik, di mana manusia dan alam hidup dalam keselarasan yang abadi.
V. KESIMPULAN