Wahai yang tida bermula...
Telah kulihat di ujung pedang...
Telah kulihat di atas kilatan kaki kuda yang berderap...
Telah kucium harumnya mawar berselimut duri-duri tajam.
Ketika pisau tajam mengintimi kulit leher ismail yang halus bagai sutera, digantinya gibas putih yang digembalakan 40 musim...
"Bagi hati yang ditelan kama, baginya tiada bedanya!"
Semua yang berasal dari sang kekasih adalah suluh api di bukit sina'i.
Meski seluruh sayapku patah tertumpah darah merangkak bertongkatkan paruh karenanya.
Biarlah cinta ini apa adanya...
Wahai yang tiada akhirnya.
by
Abdurohman Sani
edusi
Kisah Cinta di bukit sinai
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI