Mohon tunggu...
Abdurohman Sani
Abdurohman Sani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dengan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ambang Batas

10 Desember 2022   10:57 Diperbarui: 10 Desember 2022   11:04 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Diambang horison fikiran mari kita sibak tirainya...

"Hidup itu mengenai apa yang kita yakini" Mungkin kita bisa memulainya dari sini yaitu 'Keyakinan', sebagai satu satunya yang diluar alam ide, seseorang bisa menyebutnya apa saja yang merujuk kepada prinsip dasar atau asas penggerak fikiran, satu satunya ufuk terjauh dari apa yang bisa di jamahi fikiran dan selanjutnya saya menyebutnya dengan "horison peristiwa fikiran," sebagai prinsip yang membentuk peraturan atau hukum hakam  di alam ide ; Kaidah inilah yang membedakan kecerdasan dan kebodohan, keteraturan dan kekacauan, kepastian dan ketidakpastian, kewarasan dan kegilaan, serta yang semisal dari semua yang di sebutkan.

Sebelum kita ke pembahasan selanjutnya saya ingin membagi Quotes yang barangkali bisa pembaca renungi ;
"Keyakinan hanya dimiliki kaum yang berfikir, yang 'tidak berfikir' tidak memiliki keyakinan, dan ini adalah prinsip dasar berfikir ; bagaimana seseorang menyebut dirinya berfikir diwaktu yang sama tidak memiliki keyakinan."

Keyakinan itu memang tidak untuk dibuktikan dan itu bersifat wajib mengikuti kaidah-kaidah filosofis bahkan kaidah ilmiah, namun keyakinan harus didukung oleh argumentasi yang valid.
Sampai disini, mari kita bahas secara berangsur ; "Argumentasi yang valid itu harus lahir dari bentuk pemikiran yang kongkrit dan didasari dengan hukum-hukum yang menguasai fikiran itu sendiri," [mengenai Hukum yang menguasai fikiran ini telah disepakati seluruh filsuf didunia] Semua itu berguna semisal jalan untuk berpijak agar dalam proses berfikir berjalan dengan lurus, tepat, terukur dan teratur untuk memahami kebenaran dan mengambil sebuah kesimpulan yang benar pula, karenanya untuk memahami kebenaran seseorang harus berfikir seradikal mungkin, sistematis dan universal.

Pertanyaan besar yang harus seseorang jawab untuk memenuhi tuntutan terbesar fikiran sebenarnya adalah "Siapa yang membuat Hukum-Hakam yang berlaku di alam ide itu.?" Seseorang tidak akan menemukan ketenangan hidup sampai ia bisa menjawabnya ; ketika sebuah lilin habis dan padam, apa lagi yang bisa di amati, dibahas dan apa lagi yang bisa dibuktikan mengenai segala eksistensi.
Namun saya tidak hendak menjawab pertanyaan ini karena saya tidak ingin mendikte kasadaran seseorang melainkan hanya mengisyaratkan tentang hal dan bukan hal, tentang sesuatu dan bukan sesuatu, tentang subjektifitas dan objektifitas, tantang kenyataan yang nyata dibalik segala pluralisitas alam ini kepada orang-orang yang berfikir, karna berfikir hanyalah proses awal untuk menggapai kesadaran.

Quotes :
"pengetahuan tertinggi sekalipun bisa menjadi kebingungan terbesar bagi seseorang jika ia tidak menyadari keterbatasannya, hingga terheran-heran setengah mati ia dibuatnya sementara badan jasmani menyerah oleh peristiwa-peristiwa fisik, perlakuan atau perbuatan-perbuatan lahiriyah, disamping itu pengetahuan bukanlah karakter bagi seseorang ; Keterbatasan adalah Hukum bagi fisik dan ide, Hukum akan memberi kebebasan pada seseorang, jika tidak seseorang akan terjebak dalam pusaran nafsu dan amarah karena dibelenggu beratus-ratus hasrat keinginan dan ia tidak akan mencapai ketenangan dalam hidupnya sampai ia mentaati Hukum."

Quotes :
"Sebagaimana pelukis ; Sang pelukis ulung tidak akan melukis berdasarkan ketidak pastian : ide ketidak pastian itu muskil sifatnya bahkan pada coretan warna terabstrak atau garis dan titik terkecil sekalipun, artinya bahkan mekanika kuantum menjadi tidak relevan dialam fisik ini dan hanya akan menjadi absurditas belaka jika dipaksakan untuk melahirkan sebuah kesimpulan bahwa sesuatu yang tidak bisa diamati adalah kekaburan, keliaran atau ketidak pastian belaka sebagai hipotesis untuk mendukung 'Pembunuhan tuhan' ; itu sama saja dengan mengatakan bahwa "lukisan di galeri itu tidak ada pelukisnya, konsekuensinya seluruh konstruksi pemikiran logis, seluruh disiplin keilmuan dan teori fisik menjadi runtuh, nol probabilitas dan nihil bayesiannya karena Tuhan wajib bagi ilmu pengetahuan dan keyakinan itu wajib kepada tuhan."

Selanjutnya, mari kita kembali ke pembahasan mengenai Cara berfikir...
Cara berfikir disebut juga dengan pola fikir, yang bertujuan untuk memahami hal ihwal, melahirkan ide, rencana, argumen dan cita-cita ; artinya pola fikir itu mempunyai hubungan yang erat dengan perasaan atau emosi dan juga prilaku, inilah ironinya...! Karna itu Berfikir logis juga ada syarat dan Hukum-hakamnya untuk semua yang bisa di uji secara komprehensif dan apa yang 'dilahirkan' darinya, sebuah jawaban dan menarik kesimpulan, bahkan tidak terkecuali untuk sebuah langkah awal filsafat seperti "apa..." dan "segala bentuk pertanyaana" lain yang mengikutinya adalah hasil dari manifestasi keresahan fisik atau metafisik yang juga harus tunduk pada Hukum-hukum logika untuk memahami 'hakikat kebenaran'.

Berikut akan saya bagi dan bahas bentuk-bentuk pertanyaan yang tidak berdiri diatas Hukum-hukum logis yang menguasai fikiran ; 

Setelah melihat paparan di atas mengenai apa saja yang bisa mempengaruhi fikiran dan hukum-hukum fikiran itu sendiri, maka untuk memahami hakikat kebenaran seseorang harus terbebas dari Emosi juga perasaannya, Prilaku dan juga kepentingannya, ironi berfikir inilah yang membuat seseorang sulit berfikir, menyimpulkan dan bertindak secara benar, sebagai buah dari penyimpangan logis akhirnya terjerambab kepada kesalah memahami hakikat kebenaran.

Sebelum kita melanjutkan, saya ingin pembaca memperhatikan satu Quotes filsafat ;
"Kebenaran itu dari kebenaran dan untuk kebenaran."

Karena itu "Kebenaran itu harus lahir dari kebenaran dan untuk kebenaran dan memang itulah tuntutan logisnya," sehingga artinya berfikir logis untuk memahami hakikat kebenaran itu harus terbebas dari faktor faktor yang mempengaruhi fikiran diluar dirinya, seperti Dendam, kebencian, kesedihan, kebahagiaan, kepentingan, ambisi dan masih banyak lagi semacamnya yang memungkinkan seseorang melanggar hukum-hakam dalam fikiran itu sendiri ; Berfikir logis dan objektif itu memeiliki tiga pilar penalaran yaitu : Berfikir Radikal, Sistematis dan Universal.

Sampai di sini kita bisa melihat sekema berfikir sebagai upaya guna setidaknya mendekati kebenaran-kebenaran objektif, Selanjutnya mari kita bahas mengenai Berfikir Radikal, Sistematis, dan Universal, tapi sebelumnya Seseorang harus bisa membedakan antara berfikir kritis dan berfikir logis, berfikir kritis tidak bisa serta merta dikatakan berfikir logis kecuali memenuhi syarat-syarat logis, Berpikir logis membutuhkan keterampilan penalaran untuk mempelajari masalah secara objektif, inilah yang disebut Konstruksi pemikiran yang akan membuat seseorang menarik kesimpulan dengan rasional tentang bagaimana menyikapi dan melanjutkan sesuatu. yang secara garis besar dan berangsur akan kita bahas selanjutnya.

Pertama mari kita bahas mengenai berfikir Radikal :
Radikal dalam pembahasan kali ini tidak ada kaitannya dengan radikalisme yang dewasa ini dikaitkan dengan delik-delik hukum, Radikal disini artinya berfikir sampai ke akarnya sebagai titik paling aman sekaligus hal paling asas karena pada umumnya fikiran waras akan selalu bersepakat pada perkara yang pokok sebagai upaya membebaskan diri dari emosi indifidualis.

Selanjutnya adalah berfikir sistematis ;
Berfikir Sistematis itu artinya berfikir secara teratur, matematis dan tepat sebagai upaya menjaga nalar agar senantiasa berada di rel objektifitas yang koheren, konsisten, dan konseptula guna menghindari penyimpangan berfikir yang bisa melahirkan kesalahan berfikir.

Terakhir adalah Berfikir secara Universal :
Berfikir Universal atau berfikir secara luas dan  menyeluruh adalah satu Upaya menghindar dari pengaruh-pengaruh prilaku dan kepentingan kepentingan dan mengalihkannya kearah pemikiran yang lebih moderat, komprehensif dan reflektif guna menyimpulkan dan bertindak secara benar.

Berdasarkan metodenya berfikir dengan logis dibagi menjadi dua, yaitu pertama metode berpikir induktif dan kedua metode berpikir deduktif. Berpikir induktif biasanya dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus, dan menarik kesimpulannya secara umum. Sedangkan, berpikir deduktif adalah metode berpikir yang umumnya dimulai dari hal-hal yang umum atau sudah biasa terlebih dahulu, baru kemudian ditarik kesimpulan pada hal-hal yang bersifat khusus.

Secara sederhana berpikir logis memiliki arti kemampuan untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan logika dan kesimpulan tersebut bisa dibuktikan sesuai pengetahuan atau ilmu yang sudah diketahui atau nilai-nilai ajek yang semula telah ada dan diketahui, lebih jauh lagi sebagai upaya mengambil tindakan secara benar dan untuk hal yang benar pula.

Sebagaimna kita tahu bahwa berfikir adalah ciri khas manusia yang membedakan kita dengan Hewan, didalam Al Quran Kurang lebih di katakan 18 kali mengenai berfikir ini, namun kita perlu menelisik lebih jauh kedalam diri kita sendiri, sejenak kita keluar dari alam fusik menuju alam ruhani agar kita bisa bersikap adil untuk menjadi Hakim segaligus saksi bagi diri kita sendiri.
Pertanyaan atau keingintahuan seseorang menjadi pemicu sebuah proses berfikir, Namun sebelum itu kita perlu memperbaiki konstruksi pemikiran kita, sedikit saya kutip sebuah kalimat dari Hujatul islam Abu Hamid bin Muhamad bin Muhamad bin Muhamad bin Ahmad Al Gazali Ra yang kurang lebih beliau mengatakan "Siapa yang mencari sesuatu yang sebenarnya tidak perlu di cari maka ia akan dilalaikan dari apa yang seharusnya ia cari, apabila aqal telah tersesat mencapai pengetahuan, maka apapun yang ia dapatkan pasti dari syaitan." kalimat ini menunjukan bahwasannya sebuah keingintahuan yang mengakibatkan seseorang berfikir bisa juga menyebabkan kesesatan apabila aqal itu tidak berpijak kepada konstruksi pemikiran yang benar.
Mari kita ilustrasikan semisal Seseorang yang menerima sebuah surat dari sang Maharaja, lalu dia di sibukan dengan mempertanyakan mengenai "di atas kertas macam apa surat ini di tulis, bagaimana cara menulisnya, menggunakan huruf-huruf apa ia di tulis, dan huruf ini qodim atau hudus kah? maka pertanyaan pertanyaan itu sebenarnya telah melalaikannya dari apa yang seharusnya ia perhatikan yakni Maklumat sang maharaja. bukankah orang semacam ini pantas mendapatkan hukuman karna ia telah melalaikan maklumat sang maharaja.

Saya mengklasifikasikan pengetahuan menjadi 5 jenis Pengetahuan yaitu :
1. Pengetahuan Murni.
2. Pengetahuan Indrawi.
3. Pengetahuan Ilmu.
4. Pengetahuan filsafat.
5. Pengetahuan Keyakinan atau Iman.
Penjelasan :
Sebelum saya menjelaskan satu persatu ke 5 jenis pengetahuan ini, alangkah baiknya kita mengethui "apa itu pengetahuan?"
Secara singkat Pengetahuan bisa kita anggap "segala hasil tau yang di sadari dan di insyafi. Bersifat liar dan tidak dibatasi oleh mekanisme dan syarat-syarat apapun."
Setelah kita mengetahui apa itu pengetahuan, kita akan kembali kepada pembahasan inti yakni 5 jenis pengetahuan ;

1. PENGETAHUAN MURNI
Pengetahuan Murni adalah jenis pengetahuan yang terbebas dari 'adat' material (empiris atau metafisik), proses serta faktor-faktor lain yang datang dari luar baik interpensi atau manipulasi itu artinya pengetahuan jenis ini bukan hasil dari atau proses filosofis. pengetahuan ini bisa berbentuk konseptual, simbol simbol, isyarat dan tanda tanda yang memiliki kemungkinan tunggal yaitu benar dan Absolut bagi orang-orang yang beriman dan mereka menganggap pengetahuan ini telah ada sejak atau sebelum peradaban manusia dimulai.
Pengetahuan ini biasa di sebuat wahyu yang di turunkan kepada para nabi, kemudian dijadikan sebagai sumber-sumber hukum dan konstruksi aqal sekaligus sebagai penggerak proses berfikir (filsafat) guna mencapai pengetahuan.

2. PENGETAHUN INDRAWI yaitu : Pengetahuan ini hanya terbatas pada objek yang mampuh di indrai saja. bersifat liar tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur, mengandung probabilitas Bayesiannya benar atau Salah.
Dalam pengetahuan ini, untuk pertama klinya proses pengolahan akal di gunakan karnanya hal ihwal keingintahuan kemudian proses pemikiran (filsafat) mulai muncul dari pengetahuan jenis ini, namun sebatas hal ihwal yang hanya dapat diindrai saja. Karna itulah tidak salah jika ada anggapan bahwa "pada dasarnya dan secara umum pengetahuan itu adalah filsafat atau sebaliknya," kecuali pada pengetahuan Murni. baik mari kita lanjutkan dengan memfokuskan pada pengetahuan yang sedang kita bahas ini.
Mari kita membuat ilustrasi semisal pengetahuan tentang hujan. Kita bisa mulai dengan perkataan "apa itu hujan?" saat kita mulai dengan kalimat "apa" itu artinya kita mulai memasuki ranah filsafat, namun saya tekankan sekali lagi jawabannya masih sekitar hal-hal yang dapat di indrai saja.
Filsafat : apa itu hujan?
indrawi : hujan adalah sebuah tetes tetes air yang jatuh dari langit ke bumi setelah terkadang sebelumnya awan menggumpal di langit dan warnanya gelap, hilang atau menyerap ke dalam tanah dan menimbulkan bekas lembab atau basah, pada permukaan tanah yang berupa lumpur akan menimbulkan becek, lebih jauh lagi apabila hujan itu deras (Sampai disini kita kesampingkan dulu force majure atau bencana-brncana yang bisa di timbulkannya) turun ke permukaan bumi maka sebagian menyerap, dan apabila permukaan tanah tidak rata, ia akan mengalir membentuk aliran-aliran kecil. Setelah di amati lebih jauh lagi, ternyata aliran kecil itu menuju tanah yang permukaannya lebih rendah lalu menggenang untuk kemudian meresap atau tetap menggenang beberapa saat atau menggenang lebih lama bagi parit atau waduk (Sampai disini kita kesampingkan dulu Pemanfaatan dari pristiwa ini). Selanjutnya mengalir kembali ke selokan atau sodetan bagi yang memilikinya lalu menuju sungai, kemudian menuju atau bermuara di lautan.
Filsafat : Bagaimana proses terjadinya hujan dan bagaimana langit bisa menurunkan hujan?
Indrawi : Pertanyaan ini tidak bisa di jawab oleh pengetahuan indrawi, karna itulah pertanyaan ini di lemparkan kepada pengetahuan ilmu, itu artinya filsafat harus naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi untuk mendapat jawabannya yaitu pengetahuan ilmu.

3. PENGETAHUAN ILMU
Pengetahuan ilmu adalah pengetahuan lanjutan dari pengetahuan indrawi untuk semua pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa di selesaikan oleh pengetahuan indrawi, pada ranah ini pengetahuan mulai menjadi disiplin-disiplin pengetahuan yang jamak kita sebut "Ilmu Pengetahuan," dimana pengetahuan mulai mengikuti aturan-aturan tertentu secara sistematis, unifersal dan radikal atau secara komprehensif bisa di buktikan melalui proses-proses ilmiyah seperti riset/penelitian mengenai bidang bidang tertentu pengetahuan.
Baik, mari kita kembali kepada fenomena hujan yang tidak bisa di jawab oleh pengetahuan indrawi. Setelah melalui riset atau penelitian, ternyata fenomena hujan ini terjdi akibat pemanasan air laut oleh matahari, kemudian terjadi penguapan terhadap unsur air yang kemudian menjadi udara dan naik kelangit, kemudian uap air itu menemukan suhunya dan jatuh kembali ke bumi, begitu seterusnya proses siklus hujan terjadi berulang-ulang. setelah di teliti lebih lanut ternyata Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar.
Namun keingintahuan seseorang tidak bisa di batasi oleh pengetahuan ilmu.
filsafat masih harus bertanya "Apa yang dimaksud dengan siklus Alam?
ilmu menjawab "Siklus alam adalah peristiwa alam yang serba tetap!"
filsafat bertanya "apa itu peristiwa alam yang serba tetap?"
ilmu menjawab "peristiwa alam yang serba tetap itu biasa kita sebut Hukum alam."
filsafat bertanya "apa itu hukum Alam?"
ilmu menjawab dengan jawaban yang sama dan fisafat masih pada pertanyaan yang sama, keduanya berputar putar pada hukum alam dan apa itu hukum alam, dan mengapa terjdi hukum alam.
kemudian filsafat pergi dengan tidak menemukn kepuasan pada pengetahuan ilmu, kini filsafat harus melepaskan dirinya dari ikatan seluruh jawban pengetahuan yang kemudian ia tidak lagi bertanya untuk sebuah jawaban tapi filsafat kini mempertanyakan seluruh jawaban (menyangsikan seluruh jawaban).

Selanjutnya apakah syarat berfikir logis itu :

1. Adalah Iman

Yah Iman...
Begitu kita menyebutnya, Iman sering juga di identikan dengan sebutan Keyakinan atau kepercayaan, anggap saja begitu meski secara smantik memang ketiganya memiliki penekanan yang berbeda secara esensial. Namun dalam Pada pembahasan kali ini anggaplah kita setujui bahwa ketiganya sama secara kultur linguistik yang sering kita gunakan sehari-hari, karena apa yang akan kita bahas disini jauh melampaui itu semua, bukan tentang apa, mengapa, dan untuk apa iman, kepercayaan atau keyakinan itu.

Mari kita menelisik dan menggelitik akal lebih jauh lagi... Dimulai dengan kekacauan berfikir melalui tuntutan-tuntutan melalui pertanyaan-pertanyaan dewasa ini yang sebenarnya telah muncul sejak ratusan tahun silam seperti "Bagaimana membuktikan apa yang kita imani, percayai atau yakini itu ada dan atau itu benar?"

Pertama-tama mari kita uji pertanyaan ini untuk membuktikan apakah pertanyaan ini berdiri diatas pemikiran yang logis atau tidak. Seorang yang memiliki iman dengan bekal teologisnya memanglah pasti akan langsung berkata bahwa pertanyaan ini kacau, namun vonis ini bisa diterima karna pengetahuan memiliki exsklusifitas.

Seperti yang jamak kita kenal, Kepercayaan di identikan dengan keyakinan dan Iman, namun secara smantik sebenarnya ketiganya memiliki penekanan berbeda. Iman adalah bentuk khusus dari keyakinan dan kepercayaan adalah bentuk yang paling umum sebelum keyakinan.
Namun ketiganya memiliki akar logis yang sedikit berbeda dengan bentuk-bentuk atau hal ihwal yang menuntut pembuktian, dengan kata lain ketiganya tidak membutuhkan pembuktian, baik secara empiris ataupun akademis. Ketika seseorang menganggap suatu nilai itu benar maka secara logis ia tidak membutuhkan pembuktian, jika telah dibuktikan maka itu disebut pengalaman dan pengalaman ini disebut empiris dan kajiannya disebut akademis.
Tidak jarang orang mengira bahwa kepercayaan itu seperti suatu bentuk pengalaman sehingga mereka menuntut suatu bukti ; padahal sadar atau tidak anda harus memulai dengan kepercayaan dalam segala hal semisal saat melangkahkan kaki, fikirkanlah bagaimana anda bisa seyakin itu?

Lekaslah sadar, Jiwa seseorang berbisik mengenai pengetahuan yang lebih kokoh atau sebut saja ufuk terjauh dari horison peristiwa yang mampuh di dilihat akal seolah mengabarkan tentang negeri yang jauh dari negeri yang kita pijak ini, dimana kepercayaan, keyakinan atau bahkan iman tidak berguna lagi saat saat semua telah dibuktikan.
Dikemurnian iman teologi hanya 'basa-basi saja', karena secara logis dan smantik kepercayaan, keyakinan, bahkan Iman itu tidak membutuhkan pembuktian atau pengalaman ; Terlepas dari benar atau salah sebuah nilai yang mereka yakini sebagai kebenaran Kepercayaan, keyakinan atau iman harus seseorang miliki sebelumnya.

"Saat semua telah di buktikan maka kepercayan, keyakinan atau iman semuanya telah terlambat dan tidak akan berguna lagi ; Ketika jiwa seseorang mulai mencari sesuatu jawaban terhadap segala pertanyaan mengenai apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, dimana hakikat kebenaran dari  segala keberadaan, gejala dan suasana. Ketahuilah yang ia maksud bukanlah Ilmu pengetahuan yang jamak kita kenal."

by

Abdurahman Sani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun