Kontestasi politik tahun 2014 yang berjalan sangat ketat baik di tataran pemilihan legislatif maupun eksekutif menyeret partai politik yang terlibat didalamnya dalam pusaran dua kelompok besar yang mendeklarasikan mereka sebagai koalisi. Pusaran pertama adalah mereka yang berkoalisi dan mendeklarasikan diri mereka sebagai Koalisi Indonesia Hebat atau KIH yang memenangkan pemilihan eksekutif, koalisi ini dipimpin oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP.
Sementara itu, koalisi yang kedua adalah Koalisi Merah Putih atau KIH yang didalamnya ada Partai Gerindra, Partai Golkar serta beberapa partai lainnya. Koalisi ini mengalami kekalahan dalam kontestasi presiden namun ternyata berhasil menyapu habis jajaran pimpinan legislatif.
Dari awal, meskipun persaingan diantara dua koalisi turah ini sangat ketat terlebih masing-masing pihak mereka diwakili oleh stasiun televisi milik salah satu pimpinan partai politik tertentu. KIH mempunyai Metro TV yang dimiliki oleh Surya Paloh dari Partai Nasdem, sementara itu KMP juga memiliki TV One milik ARB dari Partai Golkar. Namun saya sudah yakin bahwa koalisi ini hanya akan berjalan seperti koalisi pada pemilihan sebelum-sebelumnya, tidak terbentuk dengan kuat dan perlahan akan terurai dengan sendirinya.
Deklarasi “Koalisi Permanen” yang di gemborkan oleh KMP bagi saya tidak lebih dari gembar-gembor pamer kekuatan semu seolah terbentuk soliditas tinggi didalam koalisi tersebut, padahal tetap saja sangat rentan perpisahan karena jelas mereka hanya disatukan oleh momentum yang akan segera hilang dan dihadapkan dengan kepentingan masing-masing, bukan diikat dengan kesamaan ideology yang mejadi landasan partai politik.
Kini dugaan saya bahwa koalisi tersebut akan larut dengan sendirinya memang terbukti bahkan di tahun-tahun awal pasca momen kontestasi selesai. Partai Amanat Nasional yang duduk di KMP menyatakan mendukung pemerintah. ini artinya PAN membelot dari koalisi yang dia bentuk sendiri. Dan belakangan ini kita juga di kagetkan dengan pernyataan tetua Partai Golkar yang mendeklarasikan diri mendukung pemerintah meskipun mereka juga berkilah bahwa mereka tetap ada di dalam KMP.
Fenomena tersebut bagi saya menunjukan betapa rapuhnya pondasi koalisi partai politik yang terbentuk di Indonesia sekarang ini. Koalisi terlihat kuat di awal-awal masa pemilihan, namun perlahan mulai melebur bahkan membelot dari koalisi yang mereka bentuk sendiri. Tanpa malu-malu yang dari awal dengan gagah berani mendeklarasikan diri untuk membentuk koalisi dan baru saja pemerintahan dimulai lantas mendeklarasikan diri untuk pindah ke koalisi yang lain. Bagi saya ini kadang cukup menjadi hiburan pagi saja, tak usah digubris dengan serius, toh pondasi mereka juga tidak jelas, yang jelas jelas sudah tentu landasan kepentingan masing-masing partai politik peserta pemilu.
Jika di sodorkan pertanyaan terhadap kondisi tersebut, maka salah satu pertanyaan yang menarik adalah kenapa koalisi partai politik di Indonesia begitu rapuh? Maka jika saya mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah, karena tidak ada kejelasan ideologi dalam koalisi yang mereka bentuk itu. Tidak jelas apakah KIH menganut koalisi Nasionalis, Islamis, Sosialis atau ideologi macam apa, pun sebaliknya KMP juga sama, apa ideologi yang menjadi platform terbentuknya koalisi tersebut juga tidak bisa dikatakan dengan pasti, KMP diisi oleh partai dengan latar belakang Islamis, namun juga diisi dengan partai dengan latar belakang Nasionalis, KIH pun demikian.
Tidak adanya warna ideologi yang begitu jelas tersebut jelas membuat arah dari masing-masing koalisi juga tidak jelas, saya percaya bahwa partai politik adalah organisasi yang dibentuk dengan lancasan ideology, dan ketika suatu partai politik tidak memiliki ideologi, maka bagi saya tidak ada konsepsi yang begitu terukur yang dimiliki oleh partai tersebut.
Maka ketika koalisi terbentuk namun tanpa warna ideology yang sama, jelas tidak akan membangun kekuatan didalamnya, arah membangunan negara juga tidak akan terarah pada suatu sasaran besar, apakah akan dibentuk dengan konsepsi sosialis, islamis ataukah nasionalis.
Pada akhirnya karena hal tersebut diatas koalisi hanya menjadi koalisi turah semata, bukan koalisi ideology tentu dengan kondisi yang rawan pecah, rawan pembelotan, tidak ada kejelasan arah dan tidak dapat dibedakan antara partai pendukung pemerintah dengan partai oposisi. dan seperti sudah di duga, koalisi tidak mampu bertahan lama bahkan di tahun tahun awal pemerintahan berjalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H