Mohon tunggu...
GOOD THINGS
GOOD THINGS Mohon Tunggu... -

♥ Mamak Ketol ♥ PEREMPUAN bersarung yang suka gonta-ganti nama sesuai judul tulisan terbaru ♥ "Nothing shows a man's character more than what he laughs at."(Goethe) ♥

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Dessert: The Proof of the Pudding is in the Eating

19 Juni 2010   07:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:26 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

“Wah, aku sih nggak sanggup makan penutup yang berat ini. Ususku pendek,” kataku sambil menyuap sesendok Mango Mousse.

Mousse ini sebenarnya terbuat dari apa sih?” tanyaku pada Kanya.

“Aslinya, mousse berasal dari … lagi-lagi Prancis yang artinya buih atau busa. Mousse terbuat dari kocokan telur dan krim. Wujud akhirnya bisa ringan dan mengembang, menggembung dan kenyal sampai padat, seperti Mango Mousse ini. Nah yang menjadi khas Thailand adalah penambahan puree buah mangga. Sebagai pengganti krim digunakan coconut milk. Penggunaan santan ini akan lebih menonjolkan rasa mangga. Selain itu dibandingkan dengan krim, pudding ini tak mengandung laktosa dan mengandung lemak yang sehat.

“Hm … pengetahuanmu tentang kuliner memang patut diberikan dua jempol ke atas,” kataku (meskipun latar belakang pendidikanmu adalah filsafat, sambungku dalam hati).

“Kalian masih ingat diskusi kita tentang Kalama Sutta?” tanya Will sekonyong-konyong.

“Oh, tentang “10 commandment” itu?” jawabku sambil terkekeh, mengingat betapa semangatnya Kanya “mendongeng” tentang 10 poin ajaran Buddha. Kanya sudah convert menjadi Katolik ketika hijrah ke negara Ketol. Pertemuannya dengan seorang pastor pada acara fresher week, dan undangan demi undangan untuk mengikuti kursus bahasa Inggris gratis di gereja telah mengubah keyakinannya.

“Tentu saja aku mengingatnya, bahkan aku sendiri masih bertanya-tanya tentang poin-poin yang ada dalam Kalama Sutta itu. Satu yang paling membekas adalah Ma nayahetu - 'Do not believe something merely because it accords with your philosophy'. Dengan kata lain, janganlah kita mempercayai suatu kebenaran berdasarkan deduksi atau kesimpulan, belaka," kata Kanya.

“Yang paling aku ingat dan masih hafal hanya Ma paramparaya - Do not believe something merely because it has become a traditional practice.' Kita sebaiknya tidak tergiring untuk melakukan sesuatu hanya karena tradisi itu sudah dilakukan secara turun-temurun. Dengan dasar itulah aku melepas turbanku, meskipun aku memang tak pernah memotong rambutku,” timpal Will panjang-lebar.

“Salah satu ayat yang dulu sempat membuatku terkesiap adalah Ma Pitakasampadanena - 'Do not believe something just because it is cited in a text.' Jangan terlalu mempercayai sesuatu hanya karena hal itu ada di satu kitab suci,” aku menambahkan.

“Dalam filosofi agama Sikh, disebutkan ada fakta tentang kebenaran tertinggi yang dalam segala hal bersifat imanen; yang menciptakan segala sesuatu dan imanen juga dalam penciptaannya,” kata Will.

“Menarik sekali menyaksikan keberadaan beberapa kitab yang “disucikan”. Herannya ada saja pembaca kitab suci tertentu yang serta-merta merasa suci apabila sudah membuka lembaran-lembaran itu secara rutin. Ayat demi ayat dilafalkan dan dikutip untuk menghakimi baik yang membaca ataupun yang tidak membaca buku yang sama. Mungkin ungkapan The Proof of the Pudding is in the Eating dapat menggambarkan hal ini. Agar kita semua dapat mencicipi semua buku santapan rohani itu untuk dapat menemukan kebenaran imanen,” kataku sambil membetulkan kerudungku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun