Mohon tunggu...
GOOD THINGS
GOOD THINGS Mohon Tunggu... -

♥ Mamak Ketol ♥ PEREMPUAN bersarung yang suka gonta-ganti nama sesuai judul tulisan terbaru ♥ "Nothing shows a man's character more than what he laughs at."(Goethe) ♥

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Seksualitas Perempuan: Sekilas Kajian Jender

29 November 2010   22:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:11 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narti dan Safira, dua orang mahasiswa jurusan Media Studies sedang berbincang-bincang tentang seksualitas perempuan dalam iklan. Iklan yang mereka soroti adalah iklan jadul seputar kendaraan beroda dua yang relatif cukup "sopan". Berikut ini adalah rekaman percakapan mereka. [caption id="attachment_77759" align="aligncenter" width="353" caption="Sexy Props"][/caption]

Sumber foto: Sex and Harleys

Narti: Loe perhatiin deh tagline-nya: Get with it, get a Norton Commando. Iklan ini seolah-olah ingin mengumumkan bahwa beli motor dapat cewek seksi.

Safira: Betul. Perempuan sering digambarkan sebagai “sexy props”, properti seksi, atau sebagai “bonus cantik” yang bisa dibawa pulang bersama motor. Tema sex sells motorcycle ini bukan hal yang baru, dan masih terus diiklankan hingga kini. Iming-iming membeli motor plus sex dan wanita sensual tentu sangat menarik minat kaum adam. Para pemasang iklan tau banget sasaran konsumernya. Jadi mereka menggunakan seksualitas perempuan agar produk mereka laku.

Narti: Tapi ngga semua produk iklan mempertontonkan seksualitas perempuan, kan? Secara umum sih, tipikal peran perempuan dalam iklan kerapkali digambarkan sebagai sosok yang lemah, kekanak-kanakan, tidak mandiri, rumahan dan subordinate. Subordinate maksudnya lebih rendah martabatnya dibanding pria. Apalagi kalau dalam iklan tersebut ada laki-lakinya. Namun, dalam iklan tertentu seperti motor, sosok wanita dan motor yang diiklankan ditempatkan sebagai fokus, sementara pria biasanya hanya sebagai pelengkap dan muncul sebagai latar belakang.

Safira: Jadi ingat sama Erving Goffman, yang terkenal dengan frame analysis-nya. penelitian Goffman menyimpulkan bahwa posisi berikut pose pria dan wanita dalam foto iklan menyampaikan pesan tentang peran masing-masing gender dan hubungan keduanya.

Narti: Bener banget, itu kan pernah jadi topik bahasan di kelasnya Sarimin Ketol. Klo John Berger sih, lain lagi. Salah satu poin dari riset si Berger yang paling nyantol adalah rumusan men act and women appear. Namun, dalam iklan motor ini yang terjadi justru sebaliknya. Laki-laki yang ada dalam iklan motor itu digambarkan sebagai figur yang kurang dominan. Hanya pose dan lirikan matanya yang menyampaikan pesan tersendiri. Mirip seseorang yang sangat mendambakan wanita yang ada di atas motor tersebut. Perhatikan juga pose wanita yang selonjoran seperti putri duyung tersebut.

Safira: Loe tau nggak, posisi seperti itu kan sepertinya zadul banget. Mulai dari lukisan-lukisan klasik yang mungkin sudah ada jauh sebelum zaman Cleopatra. Ada tuh istilahnya, reclining pose. Pose yang biasa dipakai dalam lukisan maupun foto nude. Tanya kenapa? Karena posisi seperti ini akan lebih menonjolkan payudara sang model. Pose-pose yang menunjukkan seksualitas perempuan inilah yang kerap muncul di beberapa iklan sejenis. Asal loe tau aja, Goffman bilang tinggi rendah cara duduk dan berdiripun menunjukkan tingkat superioritas seseorang. Duduk di lantai, atau duduk di sofa atau duduk di atas motor menunjukkan strata dari model iklan tersebut. Dimanapun para wanita itu duduk, pesannya adalah bahwa mereka “available”.

[caption id="attachment_77760" align="alignright" width="300" caption="Seksualitas perempuan di sofa @jupiterimages"]

1291065859692033490
1291065859692033490
[/caption] Narti: Available "begituan", maksud loe? Ah yang bener? Safira: Bener ini nih gue bacaan kutipannya, di halaman 41: of course, lying on the floor or on a sofa or bed seems also to be conventionalized expression of sexual availability. Narti: Aha, persis kayak si Inneke teman kita di FB, yang meskipun gonta-ganti foto, tapi teteup aja posenya di sofa. Mulai dari postur duduk, berdiri sampe telentang di sofa. Safira: Hush, telen tang kok di sofa? Narti: Beneran. Belum lagi posisi jemari tangannya pun ada artinya. Pokoknya loe baca aja deh bukunya si Goffman. Disitu jelas banget betapa posisi dan jumlah tangan atau jari yang bersentuhan atau berdekatan dengan wajah atau bagian tubuh lainnya ada maknanya tersendiri. Nah pose-pose "ajaib" dalam iklan itulah yang secara tak sadar diserap oleh kita. Safira: Sesungguhnya, foto iklan dianggap sebagai produk budaya yang penting dalam masyarakat. Iklan sangat berpengaruh terutama dalam pemahaman perbedaan gender. Apa yang digambarkan dalam iklan tidak selalu merefleksikan apa yang terjadi sebenarnya. Pihak pemasang iklan menyakini bagaimana budaya "semestinya" dipandang, serta bagaimana gambaran perbedaan peran pria dan wanita dalam masyarakat tertentu. Hal ini dilakukan karena iklan tergantung pada audience untuk mengisi kesenjangan tersebut agar pesannya sampai. Caranya yaitu dengan menggunakan stereotype yang sudah sangat sering dipakai. Narti: Dan celakanya, kaum masyarakat kadang menerima mentah-mentah apa yang diiklankan dan bahkan meniru. Sah-sah aja kan klo para perempuan meniru gaya bintang iklan? Safira: Tentu saja, ini negara bebas, kok. Cuma kita jadi tau dan lebih paham apa sebenarnya motif mereka dan apa penyebabnya, meskipun mereka sendiri tidak menyadarinya. Bagaimanapun, yang namanya usaha ... yah kudu dihargai. Catatan: Tulisan ini terinspirasi dari artikel Zuragan Qripix™. (Utang lunas ya, Gan). Referensi: Gender Advertisements (Erving Goffman, 1979), Ways of Seeing (John Berger, 1987),  Gender in Advertising, Sex and Harleys, dan Selling Girls' Short.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun