Apabila selama ini Kompasianer berpikiran bahwa sosok "tidak jelas" atau "siluman" atau pemakai topeng adalah tindakan dari pribadi yang tidak percaya diri dan suka menipu, pengalaman Sarimin kali ini mungkin akan mengubah cara berpikir Anda. [caption id="attachment_247425" align="aligncenter" width="480" caption="Ilustrasi dimodifikasi dari Foto Search dengan tambahan kata-kata dari Fred Allen ©Mamak Ketol™"][/caption] Berbeda dengan Fred Allen (lih. teks dalam ilustrasi), kamus Webster mendefinisikan celebrity dengan:
1. the state of being celebrated : fame 2. a famous or celebrated person
Sebagai seleb yang paling top di Negara Ketol, yang sebelumnya mengalami “jatuh-bangun” dan sudah “berdarah-darah”, kini Sarimin memerlukan “kacamata hitam”. Motivasinya bukan untuk jelalatan melihat lawan jenisnya, ataupun mengelabui masyarakat luas. Namun, untuk menghindar agar jati-diri dan kehidupan pribadinya tidak menjadi sasaran empuk infotainment ataupun bidikan citizen journalist. Bagaimana reaksi Anda apabila bagian tubuh sensitif Anda diberi label “aneh”, baik dari bentuk maupun ukurannya? Atau Anda termasuk orang yang justru "bangga", meskipun diolok-olok atau dilecehkan? Dalam dunia nyata, seseorang yang disebut seleb tak hanya sosok yang terkenal dalam ranah pop culture, tapi juga merambah pada pribadi-pribadi yang berprestasi di bidangnya seperti science, musik, teater, kuliner, olahraga atau seni. Label SELEB biasanya dimulai dari kemunculan mereka di media cetak maupun elektronik.
Sumber Foto: Namaku Sarimin
Umumnya untuk menjadi seleb papan atas, seseorang harus meniti jalan dan tangga yang berliku. Selain itu diperlukan “pengorbanan” antara lain, bertahan untuk tidak terlalu "tahan harga" atau tidak jaim. Seleb "baru" biasanya berusaha untuk berakrab-ria, ber-sharing-connecting demi tetap menjaga popularitas dan eksistensi. Geliat seleb di abad ke-21 semakin bergaung, thanks to social networking seperti Twitter, MySpace, Facebook dan Kompasiana. Sebagai blog sosial yang tidak dimoderasi, Kompasiana bisa menjadi sarana ber-wakakak dan bergaul-ria tanpa andil perantara, seperti yang umum dilakukan di media tradisional. Kompasiana pun telah menjadi sarana untuk mempertipis kesenjangan antara Kompasianer Penulis dengan Kompasianer Pembaca. Namun “pengkotak-kotakan” itu kadang tak bisa dihindari jua. Seperti "anak jalanan" vs "anak Jl. Menteng". Maraknya situs jejaring sosial ini dibarengi dengan menjamurnya paparazzi, kolumnis gosip, tabloid dan celebrity blogging. Hal ini tentu saja didukung oleh industri media yang sudah semakin canggih dan user-friendly dalam skala yang lebih besar. Tak hanya sosok di dunia hiburan saja yang berpotensi menjadi seleb. Politikus, pebisnis, pembaca berita atau pembawa acara di TV, model, bintang iklan, atlit, pemusik bahkan pemeran adegan esek-esek. Tokoh kemanusiaan, meskipun jarang, dapat mencapai tahap sebagai seleb. Ibu Teresa misalnya, sering menjadi panutan, dan ada saja orang-orang yang mengidolakannya sebagai salah satu kiat dari pencitraan diri. Ada seleb yang memperoleh kemasyurannya lewat media online. Mereka dinamakan celeb internet yang kepopulerannya didapat secara kebetulan atau tanpa direncanakan. Ingat dengan Tila Tequila yang menjadi terkenal lewat MySpace? Baru-baru ini ada Jojo dan Sinta dengan Keong Racunnya. Pada tahun 1968, Andy Warhol (1928 – 1987) pernah menjabarkan bahwa seleb-seleb di abad ke-21 dapat terkenal mendadak asalkan mereka berada di tempat dan waktu yang tepat. "Ramalan" Warhol ini dikenal dengan 15 minutes of fame. Para seleb dadakan ini biasanya mencuat karena hal-hal yang tidak biasa. Seleb tipe ini dikelompokkan dalam B-grade celebrity. Di Kompasiana pun ada seleb "semusim". Sebagai seleb Grade-A di negaranya, Sarimin kurang dikenal di negara lain. Selain standar hits, kepopuleran Sarimin dihitung berdasarkan pageview blog nya. Apabila tingkatan “kepopuleran” di mancanegara menggunakan A-List hingga H-List, dimana A merupakan level yang paling top, di Negara Ketol berlaku penilaian Grade-A hingga Grade-D. Penilaian secara kuantitatif memang "gampang" diukur. Akan tetapi, secara kualitatif, menilai kadar “kepopuleran” sangatlah sulit. Dalam dunia nyata, ada faktor X yang dapat dijadikan tolok ukur seleb. Menjadi cover majalah TIME, di-spoofed (diparodikan) di majalah Mad Magazine, menjadi salah satu patung lilin di Madame Tussauds, Inggris, atau memperoleh bintang dalam Hollywood Walk of Fame bisa dijadikan tolok ukur kualitatifnya. Tokoh fiktif pun kadangkala tak kalah populer. Harry Potter telah menjadi seleb seperti “penciptanya”. Namun, tak jarang sang creator kalah populer dengan ciptaannya. Sumber Foto: Merekam Video Seks Tanpa CD, Bisakah? Di Negara Ketol sendiri ada harian The City Tribune yang sudah sering menampilkan Sarimin sebagai cover story. Dalam edisi September 2010, Sarimin berbagi pengalaman tentang suka-dukanya menjadi seleb papan atas. Sarimin juga membuat quiz yang dirancang untuk mengukur tingkat kepopuleran seseorang. Adapun perangkat quiz itu sangat sederhana dan dapat dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan online seseorang. Berikut ini adalah daftar pertanyaan dari Celebrity Test. Untuk setiap jawaban “Ya”, Anda memperoleh satu skor: 1. Apakah Anda suka menggonta-ganti avatar Anda? 2. Apakah lokasi foto yang Anda tampilkan di blog Anda selalu sama? 3. Apakah avatar Anda adalah hasil self-portrait? 4. Apakah Anda mencantumkan sumber dari avatar yang Anda comot dari Internet? 5. Apakah atas nama popularitas Anda bersedia dilecehkan? 6. Apakah Anda terobsesi atas “kehebatan” keluarga dekat Anda? Diplomat? Jurnalis? Pebisnis? dll? 7. Apakah Anda pernah teriak link? 8. Apakah Anda bangga dapat berfoto dengan seleb seperti Anggodo atau seleb holywood? 9. Apakah Anda bangga dapat berteman dengan seleb regional/seleb Kompasiana? 10. Apakah Anda lebih bangga berteman dengan rekan sebangsa, sekampung, segolongan? Skor 5 - 10: Maaf, Anda ternyata bukan seleb maya. Skor 1 - 4: Anda benar-benar seleb internet Kompasiana. Hanya membaca tapi tidak berpartisipasi: Anda mungkin seleb Bollywood yang nyasar di Kompasiana. Sudahkah Anda berkacamata hari ini?Semua orang mengenakan "kacamata", kata André Berthiaume:We all wear masks, and the time comes when we cannot remove them without removing some of our own skin. Catatan: ♥ Hari ini genap 8 bulan Mamak Ketol ber-Kompasiana! ♥ ♥♥ Tulisan berkaitan dengan ultah dapat dibaca di tulisan dengan tag UltahKetol ♥♥ ♥♥♥ Tulisan ini dijadwalkan terbit jam 23:59. Harap maklum. ♥♥♥
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H