Jalan-jalan bersama keluarga adalah momen yang ditunggu-tunggu. Bagi orangtua, bisa menjadi ajang refreshing dari kepenatan bekerja ataupun mengurus rumah tangga. Sedangkan bagi anak-anak, jalan-jalan adalah acara menyenangkan sekaligus reward setelah menyelesaikan ujian dan tugas sekolah.
Tahun lalu, saat liburan sekolah bulan Juni kami sekeluarga berwisata ke daerah Jawa Timur. Tentunya liburan ini adalah momen yang ditunggu anak-anak. Sesuai rencana, kami mengunjungi wisata gunung Bromo lalu ke Batu, Malang.
Wisata ke Bromo tersebut merupakan best travel 2023Â buat keluarga saya. Karenanya, sayang jika tidak dituliskan. Hehehe
Bromo yang Memikat hati
Berhubung ini adalah kali pertama kami ke gunung Bromo, maka kami memilih hotel yang terdekat dengan kawasan wisata ini. Ternyata tidak salah loh. Begitu pagi kami membuka jendela, keindahan gunung Batok di depan mata. Duh, bikin meleleh!
Lebay banget ya? Hahaha... Bromo memang masuk bucketlist saya sedari dulu. Gimana dong? Tapi memang sebagus itu.
Oke. Kembali ke topik. Jadi, pagi itu kami ke depan hotel dan menikmati keelokan gunung Bromo, gunung Batok, hingga Mahameru.
Kami tak langsung menuju kesana, karena baru sampai di hotel malam harinya. Perjalanan kami tempuh dengan mobil pribadi hampir 12 jam. Pastinya kami ingin istirahat dulu supaya tidak terlalu capek. Walaupun sebenarnya tak sabar ingin segera ke Bromo. Kami ke Bromo hari berikutnya.
Bromo Sunrise Tour
Kami memesan jeep untuk tour via hotel. Ada beberapa rute yang ditawarkan. Kami memilih rute Pananjakan - Kawah Bromo - Pasir Berbisik - Bukit Teletubies.
Saking semangatnya, kami semua sudah bersiap pada jam 3.00 pagi. Langit masih gelap. Udara dingin sangat menggigit. Jeep yang kami tumpangi melaju ke sunrise point di Pananjakan.
Sesampai di Pananjakan, jeep kami mendapat parkir sedikit di area bawah. Meskipun tidak jauh, tapi jalan menanjak itu membuat kami (rasanya) habis nafas. Akhirnya, kami menumpang ojek saja. Hahaha
Sayang, ojek pun hanya sampai mulut gerbang masuk. Alamak... kami orang dataran rendah serasa kehabisan oksigen berjalan di ketinggian ini. Rasanya engap sekali.
Kami berjalan super pelan. Sementara si Bungsu minta gendong papanya. Berjalan di ketinggian dimana kadar oksigen berbeda dengan dataran rendah membuat kami ngos-ngosan parah.
Tetiba ada ibu-ibu menawarkan jasa gendong untuk si Bungsu. Yuhuuu... pucuk dicinta ulam tiba! Si Bungsu senang digendong ibu baik hati ini. Tinggal kami berjuang untuk diri kami masing-masing. Si Sulung sih kuat-kuat saja Hihihi
Sampai di pelataran sunrise point, sudah banyak orang berkumpul. Udara dingin makin menusuk. Jaket tebal, syal, dan selimut sangat berguna di waktu itu.
Setelah menunggu cukup lama, matahari malu-malu muncul. Langit sangat indah. Sayangnya kali ini matahari tidak sebulat biasanya. Padahal hari sebelumnya katanya bagus sekali. Hmmm... ya sudahlah. Nggak apa. Bromo tetap cantik pagi itu.
Mendaki Kawah Bromo
Setelah dari Pananjakan, jeep membawa kami menuju kawasan wisata gunung Bromo. Seru juga touring dengan jeep ini. Perhentian pertama di kawah Bromo dan gunung Batok.
Awalnya kami ingin jalan kaki untuk menikmati Bromo. Apalagi si bungsu senang sekali berjalan di pasir. Etapi setelah dipikir kok sepertinya jauh. Tawaran naik kuda pun kami terima. Hahaha... Payah ya?
Menurut informasi, naik kuda pun hanya sampai di kaki tangga menuju kawah. Jika ingin melihat kawah Bromo, maka tak lain dan tak bukan : harus mendaki tangga yang mungkin berelevasi 70° (ini prediksi saya) sejumlah 250 anak tangga! Wohoooo....Â
Kata suami saya, "Ayolah... nanggung banget sudah sampai sini!" Baiklah. Saya mengiyakan ajakan suami.
Kami berempat  pun naik kuda. Saya tegang sekali, terutama memikirkan si Bungsu. Tapi kok anak-anak terlihat santai dan menikmati? Si Bungsu yang saya kuatirkan ternyata aman dan senang naik kuda. Ohya, bapak-bapak yang menemani naik kuda ini semuanya ramah dan baik.
Tak bisa dibayangkan jika tidak berkuda, sepertinya kami tak akan sanggup dan tidak akan pernah sampai. Selain jalan terjal dan berpasir, ternyata jauh juga loh. (Duh, ini penulisnya jompo banget ya? atau malas jalan? Hahaha)
Kami naik kuda sampai di area kaki tangga. Disana ada penjual makanan dan minuman, kami ambil nafas sebentar dan minum sebelum mendaki. Benar saja tangga naik ke kawah tinggi sekali.
"Nanti hitung jumlah tangganya ya, Nak!" ujar saya ke si Bungsu yang baru lulus TK waktu itu. Dia mengangguk saja. Dalam hati, maksudnya "Jangan minta gendong ya!" Hahaha
Menapaki tangga satu per satu pada awalnya semua masih semangat. Hingga pada hitungan 30-an lebih baru terasa ngos-ngosan dan engap nafas. (Ini mungkin akan berbeda untuk orang yang rajin olahraga).
Saya berjalan berdua dengan si Bungsu. Sementara itu, si Sulung dengan papanya. Demi keamanan, saya pakai tali pengaman untuk si Bungsu. Setidaknya aman jika terjatuh atau apa.
Tiap kali kami berhenti dan beristirahat. Memang di beberapa titik tangga disediakan area pemberhentian. Tak jarang kami diselip sama orang di belakang. Mereka menyemangati kami. Begitu pula saat kami mendahului. Saya selalu bilang, "Ayo semangat, Bu, Pak, Mbak..."
Semangat juga kami terima dari orang-orang yang sudah sampai kawah dan sedang menuruni tangga. "Semangat, semangat..." kata mereka.
Saling menyemangati ini menambah energi untuk bisa kuat mendaki sampai puncak. Si Bungsu memang lelah tapi masih semangat. Karenanya, saya pun ikut semangat. Rasa semangat makin membara ketika tersisa 7-10 anak tangga.
Mungkin karena kasihan dengan si Bungsu, akhirnya papanya menggendongnya supaya cepat sampai. Dan... Yeayyyy... kami pun sampai di puncak untuk melihat kawah gunung Bromo.
Kawah Bromo
Pemandangan kawah Bromo sangat eksotis. Berbeda dengan kawah di gunung Tangkuban Perahu, kawah Bromo serupa ceruk yang sangat dalam dan meruncing. Asap yang keluar dari kawah menandakan bahwa gunung Bromo masih aktif.
Pemandangan sekitar gunung Bromo luar biasa indah terlihat dari kawah. Sejenak kami menikmati pemandangan ini dan berfoto bersama.
Pijakan di pinggir kawah tidak terlalu lebar. Pagar pembatas tidak rapat. Karena membawa anak kecil, saya memutuskan untuk tidak berlama-lama. Apalagi berjalan ke sisi kanan dan kiri kawah.
Meskipun sebentar di puncak tapi kami puas bisa melihat langsung kawah Bromo. Ada kebanggaan tersendiri bisa mencapainya. Anak-anak ternyata keren juga mau berjuang hingga puncak.
Selesai melihat kawah, kami turun dengan gembira. Sembari menuruni tangga, kami menikmati pemandangan sekitar. Gunung batok dari dekat, hamparan serupa gurun pasir dibawahnya, dan deretan perbukitan. Ah, terlalu indah!
Satu demi satu tangga kami turuni dengan santai. Etapi saat turun ini kaki saya terasa bergetar! Orang Jawa bilang kaki "buyuten". Beberapa kali saya berhenti untuk menenangkan kaki. Hahaha Memalukan sekali!
Duh, saya rasanya kapok! Cukup sekali saja. Tapi tidak dengan suami dan anak-anak. Mereka santai saja. Bahkan bilang, "Nanti kita kesini lagi ya?" Hehehe..Â
Tapi memang benar sih, pesona Bromo luar biasa. Anak-anak sangat terkesan dengan traveling kali itu.Â
Terimakasih Bromo! Kami tidak akan pernah kapok mengunjungimu. Lain waktu, saya ingin piknik cantik saja di savanamu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H