Wisata museum memang tidak cukup menarik untuk generasi Z. Mungkin tidak cukup instagramabel. Mungkin juga museum dianggap kuno seperti koleksinya. Ya, intinya wisata museum kurang menyenangkan dan cenderung membosankan.
Sangat jarang keluarga yang mengajak anak-anak ke museum. Biasanya kunjungan museum dilakukan karena program study tour dari sekolah. Seperti yang terlihat siang itu, rombongan anak sekolah dengan seragam ramai-ramai memasuki museum Geologi yang ada di Jalan Diponegoro Bandung.
Ada juga beberapa keluarga yang mengunjungi museum seperti saya meskipun jumlahnya tidak banyak. Saya sendiri sudah lama tidak ke museum.
Di pelataran museum sedang ada acara semacam bazaar Day and Night at Museum. Tak disangka ternyata museum Geologi siang itu cukup ramai dan meriah.
Museum dengan Banyak Kejutan
Sebagai pengunjung dari daerah, saya ke museum Geologi dengan menggunakan petunjuk peta google. Ternyata dari jalan Diponegoro langsung masuk saja. Jika membawa kendaraan bisa diparkir di gedung sebelahnya.
Pada waktu memasuki area museum, kami langsung terpesona dengan gedung museum. Hmmm... ini warisan arsitektur jaman dulu yang masih gagah dan terawat.
Tak sampai situ, kami lebih terkejut saat mengantri untuk membeli tiket masuk. Tiket umum yakni orang dewasa sebesar 3000 rupiah, sedangkan anak-anak sebesar 2000 rupiah. Wah, ini 10 ribu untuk satu keluarga! Semua orang bisa ke museum.
Herannya lagi, dengan tiket seharga tersebut kami mendapat gelang kertas! Lha ini kan sama seperti wisata modern yang berbayar mahal. Jempol deh untuk pengelola museum ini.
Jelajah Museum Tua yang Keren
Museum Geologi Bandung masuk dalam cagar budaya. Gedung museum ini dibangun tahun 1928-1929 dengan arsitek Ir. Menalda van Schouwenburg. Tak heran gedung ini megah dan artistik.
Dari prasasti yang ada di gedung, gedung yang dulunya berfungsi sebagai labotatorium geologi ini mulai dipakai 16 Mei 1929. Karenanya, sudah berusia 94 tahun. Sedikit lagi menuju 100 tahun!
Meskipun sudah tua, tapi gedung museum Geologi sangat-sangat terawat. Awalnya saya membayangkan museum menempati bangunan tua, pengap, tidak terawat, dan kusam. Benar-benar kejutan manis!
Lalu bagaimana isi di dalamnya? Sama seperti luarnya, di dalam gedung sangat bersih, pencahayaan sangat baik, koleksi tertata dengan baik, dan petunjuk atau keterangan juga jelas. Karena itulah, saya melihat beberapa anak muda gen Z berpose di dalam museum. Banyak spot instagramabel loh disini.
Jelajah Isi Museum
Tepat di pintu masuk, kita akan disambut dengan fosil gajah Blora. Ruang pamer museum dibagi menjadi 4 : Sejarah kehidupan, Geologi di Indonesia, Manfaat dan Bencana Geologi, dan Sumber Daya Geologi.
Pertama kali yang kami kunjungi adalah ruang pamer Geologi Indonesia. Setelah itu kami naik ke atas mengunjungi ruang pamer Manfaat dan Bencana Geologi dan Sumber Daya Geologi. Terakhir, kami turun ke bawah mengunjungi ruang pamer Sejarah Kehidupan lalu pulang.
Sebenarnya, si Sulung sempat tidak suka ke museum ini. "Untuk apa lihat batu? Kirain museum zoologi, ternyata geologi, " Hmmm... ya sudah saya tidak paksa tapi akhirnya mau ikut. Tapi sesudah melihat aneka bebatuan yang banyak jenis sepertinya dia mulai tertarik.
Ya, sumber geologi di Indonesia ternyata beragam dan unik. Aneka bebatuan ditemukan di alam Indonesia dan tersebar di seluruh nusantara.
Pernah dengar batu satam? Batu yang menjadi ikon kota Tanjung Pandan, Belitong. Batu meteorit ini berikut penjelasan lengkapnya bisa ditemukan di museum Geologi, Bandung.
Selain bebatuan yang ditemukan di Indonesia, ada juga ragam batu yang ada di luar negeri.
Berkeliling museum ini tidak membosankan. Ruangan sudah berpendingin sehingga nyaman. Museum juga sudah modern. Banyak alat peraga berupa monitor video. Beberapa keterangan berupa display yang menarik.
Bukan hanya tentang batu, tapi geologi juga membahas tentang sumber daya mineral lain seperti logam, nikel, minyak bumi, dan seterusnya. Disini kita bisa menggali semua informasi.
Selain itu juga dilengkapi tentang proses, dampak, dan kemanfaatan bencana alam. Misalnya, letusan gunung api, tsunami, lempeng tektonik dan lain-lain. Pokoknya lengkap.
Di akhir kunjungan, kami lebih banyak bercanda karena mengunjungi area Sejarah Kehidupan. Mungkin karena lebih ringan dan tidak terlalu serius. Di area ini pun, sejarah kehidupan dikupas habis lewat benda-benda temuan, diorama, dan info geografik yang ada.
Tak terasa 1.5 jam mngelilingi museum Geologi sangat mengasyikkan. Jika saja perut tidak menjerit kelaparan, mungkin saja kami masih bersantai-ria melihat isi museum.
Si Bungsu sangat puas jalan-jalan di museum ini. Mungkin dia yang paling bahagia. Kalau saya sendiri tentu ikut senang, mendapat banyak ilmu dengan hanya 3 ribu rupiah! Di museum Geologi ini saya mendapat jawaban mengapa fosil dinosaurus tidak ditemukan di Indonesia. Hehehe
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H