Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Vaksinasi Booster yang Penuh "Drama"

30 Januari 2022   08:00 Diperbarui: 30 Januari 2022   08:27 3265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vaksinasi booster (Foto : pixabay.com)

Pertengahan bulan ini, saya sudah mendapat notifikasi vaksin covid-19 booster atau vaksin ketiga via aplikasi Peduli Lindungi. Inginnya sih segera pergi untuk mendapatkannya.

Setidaknya vaksin booster bisa untuk tameng menghadapi kemungkinan serangan covid-19 varian omicron (ternyata terjadi sekarang ini). Tapi apadaya, saya harus menyesuaikan waktu dengan suami.

Sebenarnya banyak tempat vaksinasi, tapi jarak lumayan jauh. Saya lebih memilih yang terdekat karena lebih cepat dan praktis.

Jumat pagi (28/1), saya dan suami mengobrol di meja makan. Salah satu obrolan adalah tentang kapan mau vaksin booster. Akhirnya, kami menelepon puskesmas terdekat. Pihak puskesmas ramah dan menjelaskan dengan gamblang.

Ternyata ada kegiatan vaksinasi pagi itu, cukup datang membawa tiket (sebagai bukti sudah 6 bulan dari vaksin dosis kedua), sertifikat vaksin, dan fotokopi KTP. Jadi, kami boleh datang pagi itu juga.

Setelah kami tanya ternyata besok (29/1) juga ada di jam yang sama (jam 8.00 - 10.00 pagi). Wah, pas sekali lebih baik hari Sabtu pagi. Lebih leluasa karena hari Jumat anak-anak masih sekolah online.

"Drama" Keluarga

Sebagai persiapan vaksin esok hari, kami tidut lebih cepat. Anak-anak juga nurut dan sudah tidur jam 20.30. Tentu saya senang.

Tapi tak disangka jam 2.00 dini hari, suami membangunkan saya. Si Sulung terbangun dan menangis. Sepertinya mimpi buruk.

Dengan berat, saya harus membuka mata untuk menenangkan putri kami. Lama sekali kami berusaha menenangkannya. Pukul 4 pagi, saya baru tidur kembali. "Alamat batal vaksin ini, " begitu pikir saya.

Sabtu pagi kami bangun seperti biasa. Namun, rasa kantuk luar biasa. Badan terasa malas untuk bergerak. Anak-anak masih tertidur pulas. Rasanya tak tega membangunkan mereka karena semalam baru kembali tidur pukul 4.00.

Lalu saya pikir lebih baik suami saja yang pergi untuk vaksin. Saya bisa minggu depan. Eh, baru berkata seperti itu anak-anak bangun. Ya sudah, kita putuskan vaksin saja dan anak-anak diajak.

"Drama" Lanjutan

Baru keluar rumah menuju puskesmas, si Bungsu sudah merengek minta mainan. Hadeh... Ya daripada rewel, kita "suap" dengan membeli mainan di minimarket (contoh tidak baik, jangan ditiru hehe).

Hmmm... tarik nafas! Sabarrr... kalau sudah begini sering terbesit mengapa saya keras kepala untuk tidak memakai jasa pengasuh. Saat seperti ini akan sangat membantu sekali. Mungkin benar kata suami bahwa saya ini "cari susah sendiri".

Ya sudahlah, life must go on... Masuk ke area kantor kecamatan, ternyata sepi dan tak banyak kendaraan terparkir. Saya sedikit tenang. Tempat vaksin masih di lapangan futsal seperti dulu.

Sampai parkiran, ingin saya seperti dulu : anak-anak menunggu di mobil saja. Si Sulung sudah oke. Baru juga turun dari mobil, si Bungsu merengek lagi. "Mau sama Mama!" Aduh... alamat drama berlanjut ini.

"Drama" semakin seru

Berhubung si Bungsu ikut, demi menjaga suasana kondusif maka kami "sogok" lagi dengan ponsel. Dia bisa menonton film di netflix.

Si Bungsu nonton via ponsel (Foto : dok. pribadi MomAbel)
Si Bungsu nonton via ponsel (Foto : dok. pribadi MomAbel)
Hmmm... parenting yang ideal sepertinya tidak ada ya? Hahaha... Yang penting ada justifikasinya, yaitu vaksinasi booster ini dalam rangka melindungi dia juga yang belum bisa divaksin. Hehehe

Oke sip. Sampai di lokasi semua lancar, antrian sedikit sekali, dan semua petugas ramah. Jadilah kami mengantri dengan duduk di kursi bakso (sayang nggak ada baksonya! ).

Tiap kali antrian bergerak, kami berpindah tempat duduk ke depan. Si Bungsu masih asyik dengan ponsel. Saya tenang dong.

Namun begitu suami sampai di antrian paling depan, si Bungsu langsung menyerahkan ponsel dan mengatakan, "Ayo kita kelual (keluar)!". Hmmm... dia sudah paham bahwa giliran saya tiba. Duh, pinter sekali dia!

Saya maju saja untuk mengukur tekanan darah dan menunjukkan formulir skrining. Si bungsu sudah mulai rewel dan mengamuk. Bahkan saya tidak boleh ditensi. 

Untungnya petugas mengerti sekali. "Mamanya dipinjam sebentar ya?" Lalu si Bungsu digendong papanya menjauh. Tentu dia tetap menangis dan meraung.

Dan taraaa..  tensi saya di angka 129! Biasanya cukup 110. Ya, saya panik dan stres dengan tingkah si bungsu yang makin keras menangis. Segala bujuk-rayu papanya tidak mempan.

Buru-buru saya pindah ke meja penyuntikan vaksin. Pokoknya saya harus vaksin dan selesai. Dan ternyata cepat! Saya abaikan si bungsu yang sedang ditenangkan papanya dengan susah payah. Ya dia mengamuk parah!

Selesai divaksin, saya berlari dan menggendong si bungsu yang masih menangis. Duh! "drama" yang sudah saya prediksi bakal seperti ini.

Setelah saya gendong, saya ajak ke mobil. Si bungsu masih saja meraung. "Mama nggak boleh divaksin!" Hmmm... sabar... sabar... Saya bujuk dan rayu bahwa semua sudah selesai, tapi si Bungsu terus saja meraung.

Saya ajak ke mobil. Baru saja membuka pintu dan naik mobil, si Bungsu yang masih menangis dan tiba-tiba muntah banyak! Uhhh... muntahan membasahi baju dan celananya. Juga kursi mobil. Duh... Sabarrr...

Saya bersihkan muntahannya yang banyak itu. Bau susu menyengat. Namun si Bungsu terlihat lebih tenang. Mungkin sudah mulai turun emosinya.

Selang 15 menit suami saya selesai vaksin. Saya sudah duduk tenang di mobil bersama anak-anak, membuka ponsel hehehe Suami datang seperti tergopoh.

"Enak banget ya, bisa main handphone? Aku tobat waktu dia ngamuk tadi, " kata suami. Ya, bapack-bapack memang tidak bakat menjadi "pawang".

"Hmmm... belum tahu, dia tadi muntah banyak di kursi belakang! Ini baru aja selesai bersihin. Enak dari mana?" sahut saya. Si Bungsu senyum-senyum.

"Oh, jadi masih ada drama lanjutan tadi?" timpal suami keheranan.

Oalah, demi vaksin booster "drama"nya lengkap sekali! Berbeda pada vaksin dosis pertama dan kedua, si Bungsu dulu tidak rewel dan posesif. Kali ini full drama!

Sertifikat vaksin dosis ketiga (Foto : dok. pribadi MomAbel)
Sertifikat vaksin dosis ketiga (Foto : dok. pribadi MomAbel)
Entah, semenjak November tahun lalu mulai posesif kepada saya (tidak dengan kakak dan papanya). Pokoknya saya tidak boleh disentuh dan diapa-apakan orang lain. Bahkan untuk potong rambut di salon juga tidak boleh.

Begitu juga saat saya periksa dokter, saya sampai merasa tak enak dengan dokter dan perawat di rumah sakit. Karena itu, saat saya rawat inap dan operasi saya pergi saat dia masih tidur.

Hmmm... yang penting sudah beres. Saya sudah lega. Saat jalan pulang, saya tanya kenapa Mama tidak boleh divaksin. Jawab si Bungsu, "I dont know... I dont understand... Kakak boleh vaksin, papa boleh, but Mama tidak boleh!"

Ah, padahal jujurly saya ingin loh kayak rang-orang yang punya foto lagi divaksin! Hahaha...

Hmmm, rumput tetangga memang selalu lebih hijau. Biarkan saja, toh bisa jadi punya kita malah banyak bunga (dan juga drama-drama keluarga). Hehehe

Lalu saya ingat lagu Raisa yang ditulis untuk anaknya : Jangan Cepat Berlalu.

 "Tak 'kan ada peringatan. Namun suatu hari nanti akan jadi terakhir dia membutuhkanmu..."

Ah, nikmati saja setiap drama yang ada. Bukankah ada cinta disana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun