Ketika pertama kali bertemu dengan calon mertuanya, Heri terkejut dengan pertanyaan pertama mertuanya.
"Bukan PNS, kan? Nak Heri kerja dimana?" tanya calon mertuanya.
"Bukan, Bu. Saya di bekerja di perusahaan swasta, " jawab Heri sopan.
"Swasta biasa, kan? Bukan perusahaan negara kan?" tanya calon mertuanya lagi. Heri mulai bingung, mengapa tidak tanya langsung nama perusahaan saja.
"Iya, Bu. Perusahaan multinasional, " jawab Heri tenang. Calon mertuanya pun terlihat senang dan tenang dengan jawaban Heri.
Ketika Seika datang membawa teh hangat dan kue, mereka jadi lebih santai. Â "Ibu, mau siram bunga dulu ya? Dimakan kuenya, sebentar lagi om juga pulang, " pamit calon mertua Heri.
Heri mengangguk sopan. Kini Heri duduk berdua dengan Seika untuk membicarakan pernikahan mereka sembari menunggu bapak Seika pulang.
***
"Akhirnya kamu menikah juga, Seika!" kata om Agus kepada Seika. Diusap-usap kepala keponakannya itu. Om Agus terlihat lega dan bahagia melihat Seika bersama Heri di pelaminan.
Heri sangat bahagia hari itu. Setelah melewati hari-hari yang memusingkan, kini dia bisa bernafas lega. Semua berjalan lancar.
Namun, ada rasa yang tak bisa digambarkan. Heri merasa semua keluarga Seika menganggap Heri seperti pangeran penyelamat. Padahal kalau dipikir Seika belum telat juga menikah. Umur 28 tahun menurut Heri tidak bisa dikatakan telat.