Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

[Pernikahan Bahagia] Kekuatan Memaafkan

20 September 2021   09:00 Diperbarui: 21 September 2021   16:21 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memaafkan memulihkan relasi dengan pasangan (Foto : pixabay.com/Wkndslt)

Pernikahan bahagia bukan berarti tak ada pertengkaran, tetapi ketika kita dimampukan untuk meminta maaf dan memaafkan pasangan (MomAbel)

Suatu hari dalam pernikahan saya yang baru berjalan dalam hitungan bulan, saya bertemu dengan seorang pastor di suatu negara. Seperti biasa, sebagai pasangan baru saya dan suami meminta berkat dan doa dari pastor.

Setelah mendoakan dan memberkati kami, pastor itu menjabat tangan saya dan mengatakan nasehat yang "aneh". 

Aneh bagi saya karena waktu itu kami adalah pasangan baru. Pastinya belum banyak konflik.

Pastor itu mengatakan, "Forgive, forgive, and forgive... " Kurang lebih begitu. Saya jawab, "Yes, i will.. okey... thank you..." padahal dalam hati ini maksudnya apa?

Rasanya tak ada yang perlu dimaafkan. Buktinya kami baik-baik dan tidak bertengkar. Kok pesannya malah harus selalu memaafkan suami? Apa yang harus dimaafkan dalam pernikahan? Hmmm...

Tapi itulah keajaiban hidup. Pesan "aneh" ini justru tersimpan dan terus teringat sampai sekarang. Bahkan belasan tahun sudah berlalu.

Pada akhirnya, setelah bertahun-tahun terlewati saya paham dan mengerti maksud pastor tentang memaafkan. 

Bukan setahun-dua tahun, tapi mungkin lebih dari lima tahun atau hampir di tahun kesepuluh pernikahan, saya baru paham nasihat penuh hikmat itu.

Merawat Pernikahan

Saya masih ingat saat pastor itu mengatakan "forgive" lebih dari satu kali. Bagi saya itu menunjukkan seolah bahwa saya harus memaafkan dan memaafkan lagi dan lagi.

Kata itu seperti "kunci" dari semua masalah yang mungkin saya hadapi nantinya. Pokoknya saya merasa aneh dan tak percaya, apa iya memaafkan itu bisa menyelesaikan masalah?

Pernikahan bahagia dengan memaafkan. (Foto : pixabay.com/miltonhuallpa95)
Pernikahan bahagia dengan memaafkan. (Foto : pixabay.com/miltonhuallpa95)

Seiring waktu berjalan, ada saat-saat di mana pernikahan menghadapi ujian dan badai. 

Di sini saya baru mulai sedikit paham maksud pesan pastor. Rasanya tak ada pernikahan yang mulus, kecuali dalam dongeng.

Hidup memang selalu memberikan pilihan, pun saat tak ada pilihan. Sesuai iman yang saya pegang, tak ada pilihan selain merawat pernikahan hingga maut memisahkan.

Mengapa saya lebih menyebut "merawat" dan bukan "mempertahankan"? Ya, karena bagi saya pernikahan seperti tumbuhan yang hidup. Dari biji atau tunas, dia harus bertumbuh terus supaya berbuah.

Kata "mempertahankan" bagi saya lebih terlihat ada beban dan keterpaksaan. Jadi, saya lebih suka dengan istilah merawat pernikahan.

Kembali ke masalah merawat pernikahan. Jujur, saya tak tahu bagaimana caranya. Sama seperti banyak orang, saya menjalani apa yang harus dijalani. Sesederhana itu.

Sayangnya, saat menjalani semua proses itu tidak sesederhana yang kita pikirkan. Ada kejenuhan dan berbagai konflik juga pikiran liar yang menggugat dalam hati.

Dari situlah, seringkali komitmen pernikahan menjadi goyah. Sesuatu yang kecil bisa menjadi besar dan sebaliknya. Cinta seperti tergerus karena kesalahan pasangan yang ada atau mungkin "diada-adakan".

Tak Ada yang Sempurna

Jika kehidupan pernikahan adalah sebuah perjalanan, terkadang ada saatnya merasa lelah. 

Tak jarang orang memperlihatkan "fake harmony" di media sosialnya. Mungkin ingin mencitrakan sebuah kebaikan padahal sebenarnya melelahkan.

Kekuatan memaafkan (Foto : pixabay.com)
Kekuatan memaafkan (Foto : pixabay.com)
Saya mungkin tipe yang cuek. Tak peduli dengan pencitraan. Rumah tangga adalah ranah paling pribadi. Bagaimana mau pencitraan, wong kami tidak saling follow media sosial masing-masing? Hahaha...

Namun lebih dari semua itu, ada kesadaran diri bahwasanya saya tidak menikah dengan malaikat. Pun saya juga bukan malaikat.

Sering dalam pernikahan, konflik datang bertubi-tubi dan tekanan dari segala arah. Jika bisa pergi dan melarikan diri, mungkin saya pun akan melakukannya. Tapi kemudian saya pikir lagi, apa iya itu solusi?

Lalu kemudian introspeksi diri. Bukankah saya pun sering melakukan kesalahan? Bukankah saya juga belum menjadi yang terbaik untuk pasangan saya? Bukankah saya sering membuatnya kecewa dan marah?

Memaafkan itu memulihkan relasi

Entah kapan tepatnya, saya menyadari bahwa saya terlalu banyak menyimpan kesalahan orang lain, termasuk pasangan. Pastinya hal ini membuat saya tidak tenang dan sulit memaafkan.

Suatu hari saya merenungkan arti kasih. Rasul Paulus dalam suratnya untuk jemaat di Korintus dalam 1 Korintus 13:4-5 : 

"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain."

Hmmm... rasanya seperti tertampar! Saya pun minta ampun sama Tuhan betapa saya tidak punya kasih bahkan terhadap pasangan saya yang sangat sabar itu. 

Itu yang membuat saya untuk sabar dan mau memaafkan seperti dia pun memaafkan saya. 

Memaafkan memulihkan relasi dengan pasangan (Foto : pixabay.com/Wkndslt)
Memaafkan memulihkan relasi dengan pasangan (Foto : pixabay.com/Wkndslt)
Untuk apa juga saya kesal hanya gara-gara handuk berserakan? Atau marah karena telpon tak diangkat? Rasanya saya yang terlalu ego mengukur pasangan dengan ukuran yang saya pakai. Marah boleh, kesal boleh, kecewa boleh, tapi tak perlu semua itu disimpan tapi dikomunikasikan dan dimaafkan. 

Ketika kesalahan kecil-kecil disimpan, suatu saat itu akan semakin membesar dan mungkin juga untuk dibesar-besarkan. Padahal sesuatu yang tidak baik itu berasa pahit dalam hati. Yang namanya pahit akan meracuni hati dan tubuh. Pastinya bukan saja cinta yang hilang, namun damai dan sukacita dalam rumah tangga.

Dengan memaafkan, saya lebih damai dan bahagia dalam kondisi apapun dalam pernikahan. Tentu ini bukanlah suatu peristiwa, namun sebuah proses yang akan terus berjalan selama hidup.

Jika saja bisa menemui pastor itu, saya akan berterima kasih padanya untuk pesan "aneh"nya. 

Sayang, saya tak lagi bisa bertemu pastor tersebut. Tapi ngomong-ngomong nama pastor itu sekarang adalah juga nama anak saya.

Hmmm.. tak ada yang kebetulan di dunia ini karena penyelenggaran Allah selalu ada dalam hidup kita. Sekian. Semoga bermanfaat.

Salam hangat,


MomAbel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun