Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Punya Anak

31 Agustus 2021   06:00 Diperbarui: 31 Agustus 2021   06:03 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, aku memberanikan diri untuk berserah pada Sang pemilik kehidupan. Tak semua hal di dunia ini bisa di logika. Adakah seseorang di dunia ini bisa melawan kehendakNya?

Itu juga kepasrahanku saat menunda untuk punya anak karena aku berpacaran singkat saja sebelum menikah. Dalam setahun, aku tetap deg-degan. Aku tak mau hamil tanpa rencana. Alat kontrasepsi? Ah, tak menjamin 100%. 

Kita tak pernah tahu skenario Tuhan. Aku pasrah kalau toh dikasih tak masalah. Karenanya, kusimpan berdua saja dengan suamiku keputusan menunda ini. Alasan yang sangat personal, tak perlu semua orang tahu. Aku pun tak terlalu tersinggung dengan omongan orang.

Genap setahun, akhirnya aku putuskan untuk siap punya anak. Suamiku pun sudah siap. Bersama orangtuaku, aku mengunjungi Gua Maria Sendangsono untuk berdoa. 

Aku memohon Sang Bunda Allah turut mendoakanku. Suatu bentuk kepasrahan karena aku dan suamiku tahu bahwa anak adalah otoritas Allah yang tak bisa diatur-atur oleh manusia. Kita hanya bisa meminta kepadaNya.


Tak ada yang perlu disombongkan. Bahkan orang yang subur pun belum tentu dikaruniai anak jika Allah belum berkehendak. Ini bukan karena aku dan suamiku religius. Bukan. Tapi lebih pada pengalaman hidup bahwa ada kuasa yang lebih besar, Sang sumber kehidupan.

Mungkin aku hafal hanya satu-dua ayat kitab suci. Tapi aku dan suamiku meyakini keberadaan Allah. Percayakah kami berdoa sebelum melakukan hubungan di waktu yang kuperkirakan subur itu? Saat itu kami hanya percaya bahwa anak adalah dariNya. Bukan semata usaha manusia.

Bersyukurnya, bulan depannya aku tak lagi mendapat haid. Artinya, aku akan hamil dan punya anak. Momen bahagia bagi kehidupan pernikahan kami. Yes, we were really want you at the time, baby!

Masih teringat jelas dalam ingatan, bagaimana suami menjagaku dan kandunganku. Terlalu manis untuk tidak membekas di jiwa.

Sembilan bulan kemudian, putri cantik hadir diantara kami. Ada rasa bahagia yang melebihi indahnya kata-kata. Hari-hari berikutnya adalah hari terbaik dalam hidupku. Jalan hidup yang tak pernah terpikir dan terbayangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun