Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cara Terhindar "Burnout" untuk Ibu Rumah Tangga

13 Agustus 2021   13:00 Diperbarui: 16 Agustus 2021   14:54 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu multitasking di rumah (Foto : pixabay.com)

Pernah mendengar istilah "burnout" ? Biasanya orang memahami burnout sebagai kelelahan dan kebosanan dalam dunia kerja. Ada juga yang menyamakan dengan stres.

Namun, ternyata definisi burnout lebih dari itu. Burnout adalah kondisi kelelahan emosional, fisik, dan mental akibat stres yang berlebihan dan berkepanjangan. 

Kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk ibu rumah tangga. Jadi, tak terbatas pada dunia kerja saja.

Ibu Rumah Tangga di masa pandemi rentan "burnout"

Menurut saya, ibu rumah tangga justru sangat rentan mengalami burnout. Terlebih di masa pandemi ini, banyak tugas dan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan plus mengurus sekolah online anak-anak. Sementara itu, ibu rumah tangga seharian di rumah dan tak bebas melakukan kegiatan. Sungguh lelah luar biasa!

Sebelum pandemi, ketika anak-anak sekolah, ibu rumah tangga bisa punya waktu sejenak. Sekarang bisa dikatakan 24 jam mengurus anak tanpa jeda. Apalagi jika punya anak usia TK, tentu akan "ikut sekolah" karena masih harus mendampingi.

Ilustrasi ibu multitasking di rumah (Foto : pixabay.com)
Ilustrasi ibu multitasking di rumah (Foto : pixabay.com)
Urusan sekolah online ini cukup menyita waktu dan tenaga. Seringkali ibu rumah tangga bertindak bak "satpam" mengawasi anak-anak. Sekolah online tanpa pengawasan ibarat melepas anak di padang savana. Jika bertemu burung masih aman. Bagaimana jika bertemu ular atau harimau?

Belum lagi urusan pekerjaan rumah tangga. Aduh, sudah lelah tapi tak juga selesai. Jika punya ART mungkin masih bisa tersenyum. Tapi jika seperti saya yang tanpa ART? Huhuhu...

Sejak pandemi, saya memutuskan tidak memakai jasa ART pulang-pergi untuk meminimalkan penularan virus. Ya sudah, mau bagaimana lagi? Syukurnya saya bisa bertahan sampai sejauh ini (ditahan-tahanin sih sebenarnya....).

Terbayang kan betapa pandemi ini menjungkir-balikkan kenyamanan hidup? Ibu rumah tangga benar-benar diajak menaiki rollercoaster kehidupan yang tak tahu kapan usai.

Karena hal itulah, ibu rumah tangga di masa pandemi ini rentan mengalami burnout. Artinya lelah luar-dalam, fisik dan mental, kejenuhan, dan stres berkepanjangan. Adakah yang mengalami?

Cara supaya terhindar "burnout" untuk ibu rumah tangga

Kurang-lebih 1,5 tahun saya berjibaku dengan segala drama pandemi. Tentu saya tak selalu prima dan kuat. Lelah fisik pasti, bosan dan jenuh, lelah mental selalu ada. Ibarat pepatah populer; "life has its up and down." Bisa jadi inilah kondisi "down" di titik terendah bagi ibu rumah tangga.

Saya sering merasa seperti dikurung di dalam rumah. Hilang sudah kebebasan. Yang ada harus menemani sekolah anak, lelah dengan urusan wifi, anak tantrum, dan segala tetek bengek urusan rumah. Kapan bahagianya? Hehehe

Namun, kehidupan selalu memberikan pilihan. Selalu ada cara untuk "menari dalam hujan" yang lebat sekalipun. Saya berusaha untuk mencari celah bagaimana supaya tetap bangkit, semangat, dan bersyukur dalam setiap keadaan ini.

Suatu kali saya menyimak ig live "Cerdas Mengasuh Anak Tanpa Burnout" dari psikolog Anastasia Satriyo dan dokter Rosallina Lili, SpKJ. Dari ig live yang sebenarnya bincang santai ini, saya rangkum dan olah menjadi artikel ini.

Menurut saya sangat menarik ketika psikolog berbincang dengan psikiater, di mana dalam ig live ini psikiater justru bercerita tentang status sebagai ibu rumah tangga. Artikel ini tentu saya tulis berdasar apa yang saya alami dan saya pahami dalam keseharian.

Inilah beberapa cara untuk ibu rumah tangga terhindar dari burnout:

1. Pentingnya Merawat Diri

Ibu rumah tangga sering digambarkan dengan perempuan berdaster. Tak masalah juga, yang penting bersih dan merawat diri. Jangan sampai karena banyaknya pekerjaan dan stres mengurus anak membuat tidak lagi merawat diri. Istilah ibu saya "nglemprot" yang berarti berantakan, tidak menarik, dan awut-awutan.

Ibu rumah tangga tetap harus merawat diri atau bahasa kerennya "self care". Self care ini tidak terbatas pada penampilan fisik, tapi juga merawat diri sebagai pribadi yang otentik secara mental, emosional, dan sosial.

Untuk merawat diri secara fisik, tentu semua sudah tahu pentingnya merawat penampilan. Saya memang tak terlalu suka bersolek, namun di rumah saya selalu berusaha untuk bersih dan rapi. Memilih baju yang disuka, tetap pakai lipstik, pelembab wajah, dan berdandan minimalis. Hal ini lumayan memberi mood baik untuk tetap semangat untuk mencintai diri.

Bagaimana merawat diri secara mental dan emosional? Nah, kalau ini tergantung masing-masing orang. Namun, prinsipnya bahwa kita perlu bahagia supaya tidak lelah secara mental dan sosial.

Menulis bisa menjadi
Menulis bisa menjadi "self care" supaya terhindar dari burnout (Foto : pixabay.com)
Menulis di Kompasiana adalah salah satu cara saya merawat diri. Dengan menulis, saya merasa lebih bahagia. Apalagi bertemu kompasianer lain yang saling menyapa.

Masih banyak cara saya merawat diri, mungkin nanti akan saya tulis secara terpisah. Pada dasarnya, ibu rumah tangga penting untuk melihat ke dalam dirinya dan menemukan waktu untuk dirinya.

2. Tahu keterbatasan

Dulunya saya sangat ambisius untuk menjadi ibu rumah tangga yang sempurna. Bukan karena ingin dipuji, tapi lebih pada standar tinggi yang saya buat untuk diri sendiri. Saya penasaran dengan "ibu-ibu bule" yang mengurus rumah tangga tanpa ART.

Saya pelajari tip dan triknya. Ada suatu waktu di mana saya menolak untuk menggunakan jasa ART. Selain banyak drama, juga karena ambisi saya bahwa saya "seharusnya" bisa mengerjakan semua.

Tentu saja ini malah membuat suami marah pada saya. "Aku tuh cari istri, " begitu katanya dan masih banyak ceramah panjang lain. Tapi saya keras kepala. "Kalau mereka bisa, kenapa saya tidak bisa?"

Alhasil saya kewalahan, terutama sewaktu saya sakit dan tidak bisa bangun dari tempat tidur. Disinilah saya paham bahwa kita harus tahu adanya keterbatasan, baik keterbatasan fisik, mental, dan sosial.

Rasanya tak perlu ambisi menjadi wonder woman! Kita harus belajar untuk menjadi "baik" saja, being good is enough. Lebih tepatnya tak perlu untuk menjadi sempurna.

Ada keterbatasan fisik, mental, dan emosi-emosi kita. Sekarang ini, jika saya lelah maka saya akan istirahat. Jika ada masalah, saya akan fokus untuk mencari solusi. Daripada terus-menerus mengeluh, lebih baik menerima keadaan dan mencari solusi.

Dalam keseharian ibu rumah tangga, selalu saja ada masalah. Wifi yang tidak stabil, air yang kotor, kotoran kucing liar, dan masih banyak lagi. Semua akan melelahkan jika sedikit-sedikit kita marah dan emosi. Jadi, sebijak mungkin kita menata hati dan pikiran.

3. Mindful parenting

Di masa pandemi ini, sebagian besar ibu rumah tangga mungkin mengalami "parenting burn-out". Khususnya saat menghadapi anak yang harus sekolah online. Mengurus anak tidaklah mudah. Selalu saja banyak drama dan masalah.

Anak yang susah diatur, main game terus, tidak serius belajar, membantah, rewel sekolah, tidak mau mengerjakan tugas, dan masih banyak lagi. Seringkali ibu rumah tangga kewalahan menghadapi anak sendiri. 

Mengasuh anak sangat menguras energi dan mental. Ada yang bilang "makan hati" , bikin emosi dan darah tinggi, jengkel, dan habis kesabaran.

Saya sendiri mengakui bahwa selama pandemi ini, selaku orangtua saya pun "dipaksa" belajar dan beradaptasi dengan hal yang benar-benar baru. Tak ada tutorial bagaimana menjadi orangtua yang baik di masa pandemi, bukan?

Namun, pada akhirnya saya belajar untuk menjadi orangtua yang lebih realistis. Mengutip kalimat dari dr. Rosellina Lili yang kurang lebih begini; "Parenting is not a tecnique, but how you connect to yourself". 

Jadi, parenting itu bukan teknik harus begini-begitu, caranya seperti ini dan itu, tapi bagaimana kita terhubung dengan diri kita. Dengan demikian, kita terhubung juga dengan anak kita.

Lalu, apa yang saya lakukan? Selama masa sekolah online ini, saya tak lagi menuntut anak harus mempunyai nilai sempurna. Yang terpenting anak-anak senang dan semangat untuk sekolah. Bagi saya, itu sudah indikator besar ada kemauan belajar. Selebihnya, hasil tak akan mengkhianati usaha.

Untuk apa ambisi nilai akademik bagus, tapi ternyata ada "nilai orangtua" disitu yang membantu mengerjakan? Atau ada nilai ketidakjujuran karena anak mencontek? So yah, biarkan anak-anak berproses.

Mindful parent (Foto : pixabay.com)
Mindful parent (Foto : pixabay.com)

Saya membayangkan ketika saya marah-marah, ada energi yang terbuang dan damai sejahtera yang hilang. Buat anak juga memberikan tekanan dan suasana tak nyaman belajar di rumah.

Apa jadinya kalau semua orang marah dan tensi tinggi? Inilah penyebab ibu rumah tangga mengalami burn-out karena tak mampu mengendalikan emosi.

Ketika kita terhubung dengan diri kita, pastinya kita akan bijak bersikap, menjadi ibu yang penuh welas asih, dan tetap bertanggung jawab. Kita tak lagi dipenuhi dengan tuntutan dan ambisi yang justru melemahkan dan melelahkan. It is okey not to be okey!

Sejauh ini, saya tak sampai mengalami burn-out di rumah. Masalah pasti ada, rasa bosan tentu ada, tapi bahagia juga tak kurang-kurang adanya. 

Saya berupaya mensyukuri setiap hal kecil. Saya masih bisa memasak, menemani sekolah, anak-anak sehat, atau bahkan menulis artikel ini. Artinya, saya masih punya semangat dan pengharapan. 

Prinsip saya, lakukan yang terbaik versi kita, selebihnya Tuhan akan memberikan kasih karunia.

Semoga bermanfaat.

***

Referensi 1 
Referensi 2
Referensi 3
Referensi 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun