Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menengok Isi Hati Si "Anak Tengah"

27 Juli 2021   09:41 Diperbarui: 27 Juli 2021   16:41 2613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi "anak tengah" itu tidak mudah. Apa yang dilakukan selalu salah. Sering juga berulah. Namun, jika ia mampu mengolah semua perasaan itu niscaya akan menjadi berkah.

"Tapi kalau buat aku sendiri... ini kayak keadaan... di tengah-tengah!" Jawab Aurora.

Pernah menonton film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI)? Kalimat di atas adalah jawaban dari Aurora, si "anak tengah" dari keluarga Pak Rendra dan Bu Ajeng ketika menjawab pertanyaan dari pengunjung pamerannya.

Dalam pameran seni tersebut, pengunjung memuji karyanya, namun juga menanyakan mengapa karya Aurora hampir semua bernuansa hitam. Apakah ungkapan depresi Aurora? Ternyata tidak. Namun lebih mengungkapkan isi hati Aurora sebagai "anak tengah".

Kalimat tersebut mendapat tempat di hati saya karena saya adalah anak tengah juga. Hampir semua yang dirasakan Aurora, sedikit-banyak pernah saya rasakan. Karenanya, film ini menjadi "cermin kehidupan" buat saya.

Sindrom Anak Tengah

Menurut Alfred Adler, dokter dan psikolog dari Austria, ada hubungan antara urutan kelahiran dengan karakteristik pribadi seorang anak. Artinya urutan kelahiran bisa mempengaruhi kepribadian anak.

Dikutip dari news.unair.ac.id, menurut Rudi Cahyono, MPsi., Psikolog, pengaruh urutan kelahiran ini sebenarnya tidak terkait secara langsung terhadap kepribadian anak. Namun perlakuan orangtua terhadap anak sehubungan urutan kelahiran ini justru yang sangat berpengaruh pada kepribadian anak.

Tak dapat dipungkiri, orangtua secara tidak sadar atau alamiah memperlakukan anak tidak sama. Sebagai anak tengah, seorang anak akan merasa diperlakukan berbeda.

Berbeda dengan anak sulung yang selalu mendapat prioritas. Ataupun dengan anak bungsu yang mendapat limpahan perhatian. 

Anak tengah berada di antara mereka seringkali mengalami dilema dan kebingungan sehingga mengakibatkan perubahan perilaku dan karakter tersendiri.

Anak tengah sering merasa terabaikan, kurang mendapat pujian, merasa sendiri, selalu dianggap bersalah, bahkan dianggap paling berulah dan memberontak. Inilah yang disebut sindrom anak tengah (middle-child syndrom).

Jika kita menengok curahan hati anak tengah di kolom-kolom komentar media sosial atau YouTube, pasti akan menemukan betapa sulitnya posisi anak tengah ini. Pergulatan batinnya sungguh berat. Ada yang merasa tertekan, merasa tidak adil, hingga depresi dan ingin mengakhiri hidupnya.

Sebagai awam yang mengamati, saya tidak tahu pasti kebenaran komentar tersebut dengan kenyataannya. Namun, saatnya bagi orangtua ataupun siapapun untuk menyadari bahwa sindrom anak tengah ini bukan mitos tapi memang ada.

Kesadaran Diri untuk Mengolah Hati

Di awal artikel ini, saya mengatakan bahwa saya anak tengah. Saya diapit kakak perempuan dan adik laki-laki. 

Apakah saya juga mengalami sindrom anak tengah? Menurut saya itu sudah pasti.

Akan tetapi, jika saya baca artikel-artikel tentang anak tengah untuk sekadar berefleksi, sepertinya sindrom anak tengah ini akan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.

Misalnya, dari pengalaman saya. Saya sering merasa "sendiri", jarang dipuji orangtua, tidak terlalu diperhatikan sebesar saudara yang lain. 

Semua itu tentu membentuk kepribadian saya yang cenderung introvert. Akan tetapi, saya tak sampai tertekan dan tidak bahagia.

Menurut saya, anak tengah justru unik saat menghadapi berbagai masalah. Kemampuan untuk bertahan dan menghadapi masalah bisa jadi lebih baik dari anak sulung atau anak bungsu. Apalagi jika mampu "mengolah" semua perasaan tidak nyaman itu menjadi sesuatu yang baik.

Saya tidak bermaksud memuji diri sendiri. Namun, dalam perjalanan hidup yang jarang dipuji justru menjadikan saya tidak "haus" akan pujian.

Awalnya memang kesal ketika melihat teman yang rangking 2 atau 3 dapat hadiah dari orangtuanya. Sementara saya yang jelas rangking 1 biasa saja.

"Memang harus rangking 1," begitu kata ibu saya dengan santai. Mungkin maksudnya baik, tetapi bagi anak sering dirasa tak ada penghargaan.

Atau saat lulus SMP dan ingin mencari sekolah SMA. Orangtua saya seolah tak peduli dan saya pun mencari sekolah sendiri. Padahal NEM saya waktu itu (kalau tidak salah) masuk 3 besar di SMP.

Bandingkan dengan saudara saya, semuanya diurus oleh orangtua dengan sibuk dan melibatkan banyak orang. 

Saya paham mereka sibuk, tapi mengapa untuk saudara yang lain ada waktu? Belum lagi ini dan itu yang terlalu banyak jika diceritakan.

Aurora, anak tengah yang mengolah ketidaknyamanannya lewat seni. (Foto : popbela.com)
Aurora, anak tengah yang mengolah ketidaknyamanannya lewat seni. (Foto : popbela.com)
Dalam berproses tentu tidak mudah. Saya masih ingat kok, ketika saya kesal dan ingin "biasa" saja di sekolah, di situ saya berpikir begini, "Kalau nggak belajar dan nggak pinter yang rugi juga aku sendiri!"

Itulah yang membuat saya tak haus pujian. Saya melakukan sesuatu untuk diri saya, bukan untuk siapa-siapa. (Ini berubah ketika SMA, karena sudah menemukan jati diri, saya melakukan sesuatu dengan semangat seperti melakukan untuk Tuhan). 

Dari sinilah, saya berpikir mengapa anak tengah lebih bertanggung jawab dan mandiri.

Orangtua Perlu Menyadari Keberadaan Si "Anak Tengah"

Anak tengah harus berupaya untuk mengolah ketidaknyamanan, bahkan hingga dewasa dan menikah sekalipun. 

Beberapa orangtua masih tetap memperlakukan kita sebagai anak tengah. Sungguh, anak tengah harus banyak sabar dan berproses.

Sejauh yang saya alami, justru dengan segala ketidaknyamanan sebagai anak tengah, banyak yang saya syukuri. 

Saya menjadi orang yang berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab untuk diri-sendiri.

Saya juga mempunyai prinsip hidup sendiri yang tak sama dengan orang lain. Saya cenderung cuek dan santai dengan apa yang dipunya orang. Ini karena sebagai anak tengah selalu dibandingkan dan ingin disamakan dengan anak pertama.

Memang pada akhirnya juga menjadi sedikit keras kepala dan menjengkelkan orangtua. 

Dari dulu saya tak ingin dibelikan baju yang sama dengan kakak, saya harus berbeda! "I have my own taste!", kira-kira begitu. 

Saya tahu apa yang saya kejar dan ingin bahagia dengan cara saya. Dengan banyak perlakuan berbeda dari orangtua, anak tengah banyak pergumulan batin. 

Seperti Aurora dalam NKCTHI, dia pun banyak bergumul dan berupaya mengolah segala perasaannya lewat seni.

"Mengolah diri" bagi anak tengah menjadi sangat penting supaya tidak jatuh ke pemberontakan hal-hal yang negatif. 

Namun, jika orangtua terus-menerus memperlakukan anak tengah dengan pengabaian dan tanpa penghargaan, bisa jadi seorang anak tengah juga akan terus larut dalam kekecewaan.

Saatnya para orangtua untuk menyadari bahwa keberadaan anak tengah bukanlah "pelengkap". Berikan pujian, kasih sayang, dan perhatian seperti saudaranya. Suatu saat justru anak tengah ini yang akan menjadi penengah dan menguatkan dalam keluarga.

Anak Tengah Bisa Menjadi Berkah

Banyak kelebihan dan keunikan si anak tengah. Di antaranya, mampu menjadi penengah, lebih mandiri dan bertanggung jawab, punya prinsip dan tidak mudah dipengaruhi, mudah beradaptasi, lebih kuat, dan lain-lain.

Jika anak tengah mampu mengolah segala ketidaknyamanan dan menjadi pribadi yang lebih kuat, tentu tak akan berulah, sebaliknya akan jadi berkah.

Seringkali, anak tengah menjadi penengah yang baik dalam keluarga. Tak jarang anak tengah sukses dalam kehidupannya. Dari yang sebelumnya dianggap tak membanggakan keluarga menjadi kebanggaan keluarga.

Sekian sharing saya. Semoga bermanfaat. Salam hangat untuk semua anak tengah !

  1. Referensi 1
  2. Referensi 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun