Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal "Yes Day", Jalan Tengah Menjadi Orangtua yang Berotoritas Sekaligus Menyenangkan

14 Juli 2021   10:54 Diperbarui: 15 Juli 2021   09:50 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Yes Day (Foto: netflix)

Beberapa minggu lalu, saya menonton film Yes Day via Netflix. Film ini bagus dan sangat menginspirasi saya dalam hal parenting. Di sini saya tidak ingin mengulas film tersebut, namun lebih ingin berbagi cerita uniknya Yes Day ini.

Di awal film, terus terang saya tertawa karena apa yang terjadi pada Mrs Tores, yang kurang lebih sama dengan kondisi saya. 

Betapa pernikahan dan keluarga mampu membawa kita menaiki rollercoaster kehidupan yang rasanya deg-deg byur. Parenting adalah rollercoaster bagi semua orangtua.

Saya juga menjadi sadar betapa seringnya saya mengatakan "No" pada anak-anak saya. Ketika melarang ini dan itu, mencegah tidak boleh begini dan begitu, dan sederet alasan lain yang membuat saya mudah sekali mengatakan "No" kepada anak-anak.

Tak ada yang salah dengan mengatakan "No", membuat aturan yang tegas, melarang anak melakukan ini dan itu, dan seterusnya. Bukankah orangtua harus berotoritas terhadap anak selama mereka dalam pengasuhan kita?

Bagaimanapun anak-anak adalah titipan Allah yang harus kita respon dengan penuh tanggung jawab. Allah mempercayakan pengasuhan anak kepada kita, maka ada otoritas Allah yang diletakkan di pundak kita.

Orangtua yang Berotoritas = Otoriter?

Dalam film Yes Day, keluarga Torres mempunyai 3 anak. Anak perempuan yang paling besar bernama Katie, sudah beranjak remaja. 

Anak keduanya laki-laki bernama Nando. Nando sangat aktif dan penuh rasa penasaran terhadap apa saja, sedangkan anak bungsunya masih kecil.

Film Yes Day (Foto: netflix)
Film Yes Day (Foto: netflix)
Dengan rentang umur yang berbeda, tentu perlakuan dan permasalahan masing-masing anak berbeda. 

Sebagai remaja, Katie ingin bebas pergi bersama teman-temannya. Nando yang dipenuhi rasa penasaran akan banyak hal juga ingin membuat eksperimen ini dan itu dan susah diatur.

Umumnya orangtua mempunyai aturan demi kebaikan dan kenyamanan anak. Namun, bagi anak-anak seringkali aturan menjadi sebuah larangan yang menyebalkan. 

Sedikit-sedikit bilang "No", "tidak boleh", "jangan", "kamu harus dengar kata mama dan papa", dan seterusnya. Bagi anak, sosok orangtua yang bawel dan cerewet sangat menjengkelkan.

Orangtua yang berotoritas bukan berarti harus menjadi "otoriter" sehingga terlihat kaku dan banyak mengatur anak hingga anak tertekan. Masalah ini tentu menjadi PR banyak orangtua. Apalagi kids jaman now itu berbeda dengan generasi kita.

Menjadi orangtua yang berotoritas sekaligus menyenangkan adalah suatu yang tidak mudah. Bahkan bisa dibilang tidak mungkin dan sangat kontradiksi. Saya malah berpikir hanya orangtua tertentu yang bisa.

Melihat dari sudut pandang anak

Dalam film Yes Day, kita juga diajak untuk melihat otoritas orangtua dengan segala "No"-nya dari sudut pandang anak.

Diceritakan Mrs Toress dan suaminya pergi ke sekolah. Sebenarnya mereka hanya ingin memastikan anak-anaknya baik-baik saja di sekolah karena Mrs Torres ingin kembali bekerja.

Tak disangka, di sekolah ini mereka ditunjukkan fakta yang mengejutkan oleh gurunya. Katie menulis puisi di kelas bahasa Inggris. 

Dari puisi ini tergambar bahwa Katie merasa tertekan seperti burung dalam sangkar. Dia merasa dikekang oleh mamanya dan ingin bebas. Adapun puisi Katie, berikut isinya:

A caged bird am I?
My mother, my sweet captor
Mother, let me fly!

Sedangkan Nando membuat video yang mencengangkan tentang mamanya. Dia menyandingkan Mrs Torres dengan Mussolini dan Stalin yang merupakan diktator. Bagi Nando, mamanya adalah diktator yang menyeramkan.

Dari film ini, saya mendapat gambaran bahwa Katie dan Nando menganggap mamanya tak ubahnya seperti monster yang menyeramkan dan mengekang sepanjang hari.

Katie yang ingin menonton festival musik bersama teman-temannya, tak mendapat izin dari mamanya. Sedangkan Nando merasa mamanya terlalu banyak mengatur harus ini dan itu. Di lain pihak, papanya masih ada sikap lucu dan menyenangkan, masih bisa bernyanyi bersama.

Hmmm... saya ketawa-tawa melihat film ini. Mungkin saya sebagai ibu juga seperti itu di mata anak saya. Bawel dan menyebalkan! Padahal buat kita sebagai orangtua, hal itu adalah wajar dan memang sudah seharusnya mendisiplinkan anak.

Akhirnya, saya tanya sama si sulung seperti apa saya di matanya. Jawabannya, "Ya, mama memang kayak gitu (otoriter). Mama galak. Abel harus ini ya, kalau tidak kamu...."

Ternyata benar, saya bukan ibu yang menyenangkan buat anak-anak. Apalagi ketika sekolah online, sebagai orangtua saya harus terlibat dan bawel. 

Saya selalu tanya tentang tugas apakah sudah dikerjakan atau belum setiap hari (Hahaha..). 

Hmmm... ya, pada akhirnya saya harus berefleksi diri untuk menjadi orangtua yang berotoritas sekaligus menyenangkan.

Perlunya Menjadi Orangtua yang menyenangkan

Setelah bertemu dengan guru Katie dan Nando. Pasangan Torres terlibat dalam perdebatan kecil. Sesuatu yang umum terjadi, yaitu sosok ayah terlihat lebih menyenangkan di mata anak. Sebaliknya, sosok ibu adalah monster yang menyeramkan.

Rasanya memang seperti itu. Sosok ayah selalu baik di mata anak karena royal dan jarang marah, sedangkan ibu tak jarang digambarkan sebagai burung yang tak ada lelahnya mengomel dan marah.

Pernah suatu kali dalam acara parenting, saya bertanya mungkin tidak kita menjadi orangtua yang berotoritas, namun tetap menyenangkan. Hahaha...sebuah idealisme yang tentu saja susah untuk dicapai.

Namun terlepas dari itu, setidaknya kita sebagai orangtua harus belajar untuk tetap berotoritas namun tetap menyenangkan. Dari film inilah, saya mendapat jawaban salah satu cara untuk mencapai idealisme tersebut.

Ya, Yes Day adalah caranya. Dalam film ini, saran untuk melakukan Yes Day diberikan oleh Mr. Deacon, seorang konselor dan guru olahraga di sekolah Katie dan Nando.

Sepulang dari sekolah, Mr dan Mrs Torres sepakat untuk mengeksekusi Yes Day. Aneka rupa kehebohan terjadi pada hari Yes Day. Di sini saya melihat ada upaya win-win solution dari Mr. Torres.

Saya tak akan menceritakan isi film ini. Yang pasti pada akhirnya, mereka berhasil menjadi orangtua yang menyenangkan, namun tetap bertanggung-jawab.

Mengenal "Yes Day"

Yes Day adalah hari di mana anak bebas melakukan sesuatu tanpa dilarang ini dan itu. Tentu sudah ada aturan dasarnya. 

Dalam hari ini, sebisa mungkin orangtua tidak mengatakan "No", sebaliknya akan mengiyakan dengan "Yes".

Berhubung saya juga banyak merasa bersalah karena mengekang anak dan cerewet dalam banyak hal, maka saya praktekkan Yes Day ini.

Jadi, sebelum PPKM darurat kami pergi ke suatu villa di Lembang. Saya katakan kepada anak-anak bahwa ini saatnya bersenang-senang. 

Harapan saya, liburan kali ini anak-anak benar-benar melepas stres. Begitu sampai, anak-anak langsung senang karena villanya sesuai dengan harapan. 

Si Sulung bolak-balik memeluk saya, "Thank you, Mama!" (harap maklum anak-anak kurang piknik).

Kemudian masuk villa mereka antusias melihat tangga. Ya ampun, saya sampai heran wong di rumah juga ada. Hmmm... ternyata beda dong! 

Saat Yes Day, saya tak lagi katakan "No" dan cerewet ini-itu. Baru saya sadari ternyata saya cerewet, bahkan untuk urusan naik-turun tangga sekalipun. Tidak boleh lari-lari, tidak boleh sambil lihat handphone, dan seterusnya. Hahaha

Yes Day ala MomAbel (Foto: Dokumentasi pribadi)
Yes Day ala MomAbel (Foto: Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, si sulung dengan girang dan antusiasnya mengajak adiknya, "Ayo, kita poing-poing!"

Poing-poing adalah lompat-lompat di kasur. Sesuatu yang akan membuat saya marah di rumah. Hahahaha

Berhubung Yes Day, ya sudah saya biarkan sambil awasi. Herannya si sulung yang badannya sudah sebesar saya asyik dan bahagia sekali lompat-lompatan di kasur. Adiknya jangan ditanya, itu hobinya tiap hari.

Saya dan suami hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. Kadang saya stres takut si bungsu jatuh. Biarkan sesekali anak-anak bebas tanpa banyak aturan dan kekangan.

Tak sampai situ, untuk makan mereka minta mi instan. Ya, pasti terbayang ya di rumah menu ini sangat istimewa plus ceramah dari saya. 

Mereka pun berhasil menikmati makanan kesukaannya. "Kan, Yes Day! yuhuuyyy," kata si Sulung yang puas menikmati mi instan.

Ya, sadar atau tidak sadar sebenarnya banyak kekangan yang kita terapkan untuk anak-anak di rumah. Harus ini-itu, tidak boleh ini-itu, dan seterusnya. Belum ditambah teori dan wejangan segala rupa.

Jadi, dengan Yes Day kita bisa memberi ruang gerak yang lebih bebas. Buat saya, Yes Day bisa menjadi salah satu jalan tengah untuk menjadi orangtua yang berotoritas namun juga tetap menyenangkan. Tak ada salahnya anak-anak menikmati satu hari dengan segala kebebasan namun tetap dalam pengawasan.

Saya jadi teringat kutipan almarhum Jacob Oetama, kurang lebih begini, "Teguh dalam perkara atau prinsip, lentur dalam cara". 

Hmmm... menjadi orangtua itu memang tidak mudah dan banyak tantangan dan tikungan di mana-mana. Tak ada orangtua yang sempurna, yang ada adalah orangtua yang terus berusaha dan mencari cara, termasuk saya.

Salam hangat,

MomAbel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun