Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Kunci Menjadi Ibu Rumah Tangga yang Bahagia

4 Juni 2021   18:00 Diperbarui: 4 Juni 2021   19:45 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi ibu rumah tangga bahagia (Foto : pixabay.com/Victoria_Borodinova)

Menjadi ibu rumah tangga sering dipandang sebelah mata. Memang tidak semua orang menganggap seperti itu, namun tak bisa disangkal bahwa beberapa orang masih menganggapnya rendah. Tak perlu berkecil hati, ibu rumah tangga perlu bahagia.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk membuktikan apapun. Setiap orang tentu punya cara pandang masing-masing. Di balik semuanya tentu ada alasan.

Setiap perempuan yang menjadi ibu rumah tangga pun punya motivasi dan alasan sendiri. Mungkin ada juga yang "terpaksa" menjadi ibu rumah tangga. Bukankah tak ada yang tahu panggilan atas hidup seseorang?

Apapun itu, menurut saya seorang ibu rumah tangga berhak bahagia dengan caranya. Pilihan dan jalan hidup masing-masing orang berbeda. Sudah seharusnya setiap perempuan saling menghormati dan menghargai, alih-alih saling mencibir dan menjatuhkan.

Saya sendiri sudah dua belas tahun menjadi ibu rumah tangga. Memang selama itu pula saya menerima sederet pertanyaan, baik yang positif maupun yang negatif.

"Kok mau jadi ibu rumah tangga?"

"Nggak bosan ya di rumah?"

"Nggak ingin kerja lagi?"

"Sayang banget kuliah susah-susah sampai profesi pula!"

"Enak ya, tinggal nodong suami?"

"Bikin iri deh, aku juga pingin kayak kamu!"

"Enak ya bisa nulis, bisa jalan-jalan, arisan cantik..."

Hmmm... mungkin kalau ditulis semua akan menghabiskan banyak waktu. Namun, dari pertanyaan tersebut bisa kita lihat bahwa semua tak jauh dari konotasi "enak dan tidak enak".

Dalam hidup ini tak ada yang serba enak, bahkan bagi orang terkaya sedunia atau pemegang jabatan setinggi apapun. Karenanya, semua orang berhak bahagia dengan caranya.

Jika ditanya apa rasanya menjadi ibu rumah tangga, saya akan jawab "saya bahagia" dengan segala hal yang menurut orang "enak" dan juga "tidak enak".

Kesusahan dan tantangan hidup tidak hanya milik ibu rumah tangga kok, ibu bekerja bahkan semua orang punya kesusahannya masing-masing.

Jadi, kira-kira begini cara saya bahagia menjadi ibu rumah tangga:

1. Selalu Bersyukur
Falsafah orang Jawa mengatakan bahwa hidup itu "wang sinawang", artinya hidup itu terlihat satu sama lain. Yang kita lihat bahagia, belum tentu bahagia. Yang kita lihat tidak bahagia, malah bisa jadi bahagia. Secara lebih mendalam, falsafah mengajarkan untuk selalu bersyukur dengan keadaan kita.

Bagi saya, menjadi apapun, selalu ada alasan untuk selalu bersyukur. Hidup telah memberi kesempatan kepada saya untuk menjadi ibu rumah tangga, ya sudah saya akan jalani dengan rasa syukur.

Di luar sana, ada beberapa orang yang justru bercita-cita ingin menjadi ibu rumah tangga. Ada juga yang karena alasan tertentu tak bisa menjadi ibu rumah tangga. Daripada merasa "insecure" dengan membanding-bandingkan diri dengan orang lain akan lebih baik bersyukur.

2. Berusaha untuk Berkarya
Salah satu hal yang mengusik ibu rumah tangga adalah karena dianggap sebagai pengangguran, tak punya kerjaan, atau malah saya pernah dengar dicap "tukang habisin duit suami"! Haduh...

Buat saya, daripada lelah memikirkan omongan orang (yang seringkali berucap tanpa berpikir) akan lebih baik berkarya. Tak harus karya yang bagaimana.

Gambar ilustrasi ibu rumah tangga bahagia (Foto : pixabay.com/Victoria_Borodinova)
Gambar ilustrasi ibu rumah tangga bahagia (Foto : pixabay.com/Victoria_Borodinova)
Ketika kita memasak untuk keluarga, itu juga sebuah karya. Ketika kita bebenah rumah itu juga sebuah selera yang tertuang menjadi karya. 

Ketika kita berkebun menanam sayuran, itu juga karya yang menghasilkan. Sebisa mungkin di rumah melakukan hal-hal kecil yang kreatif dan mengapreasi diri. Hal itu mampu membahagiakan.

3. Seimbangkan Keinginan
Bahagia adalah sebuah proses. Dulu saya pernah merasa "insecure" menjadi ibu rumah tangga. Saya masih ingin kembali bekerja dan atau ingin mengambil S2.

Suami tak mempermasalahkan. Namun setelah berdiskusi panjang lebar dan berkali-kali, kami pada kesimpulan bahwa itu adalah sebuah keinginan dan ego pribadi saya saja.

Saya tahu ada yang lebih membutuhkan saya. Dan itu tak lain dan tak bukan adalah anak-anak saya sendiri.

Seiring berjalannya waktu, saya sadar bahwa inilah panggilan hidup saya untuk menjadi ibu rumah tangga. Tak ada yang perlu disesali.

Justru sekarang ini saya sangat bersyukur ketika bisa mendampingi si Sulung yang beranjak remaja. Saya belajar menjadi "teman" yang baik untuk berbagi cerita. Sesuatu yang tidak saya dapatkan pada masa remaja karena ibu saya dulu sibuk bekerja siang dan malam.

4. Minimalkan Harapan
Kata-kata ini saya dapatkan dari artikel pak Tjiptadinata Efendi. Untuk terhindar dari rasa kecewa, sebaiknya kita meminimalkan harapan. Saya setuju.

Manusia tak ada yang sempurna dan kita tak harus sempurna. Kita harus berdamai, menerima, dan mengakui kelemahan dan kekurangan kita.

Akan melelahkan jika kita berusaha untuk selalu sempurna. Ibu rumah tangga harus jago masak, anak-anak harus berprestasi, rumah harus rapi, dan seterusnya.

Saya selalu berkata kepada diri saya sendiri bahwa saya tak harus sempurna. Jika kita memasang standar ini dan itu, membuat target ini dan itu, pastilah akan menjadi beban. Belum lagi jika semua tak tercapai, kita akan dirundung rasa kecewa.

Suatu kali saya mendengar kisah seorang ibu rumah tangga yang membuat target, 5 tahun harus punya ini, 2 tahun lagi harus punya itu, dan seterusnya. Yang tidak disadari olehnya adalah dia sangat "ngoyo" sementara rejeki tak bisa kita atur. Akhirnya, rumah tangga menjadi tidak harmonis.

Boleh saja menentukan impian, cita-cita, atau target hidup namun minimalkan harapan supaya tak masuk kedalam jurang kekecewaan yang dalam. Happiness is only state of mind!

5. Miliki Hobi
Ibu rumah tangga sering dianggap sebagai tukang ngerumpi dan bergosip. Hmmm... jangan salah, ini bukan hanya ibu rumah tangga saja! 

Beberapa yang saya tahu, justru yang sangat senang bergosip malah ibu bekerja dan punya usaha. Jadi, kesenangan bergosip itu ada pada hampir semua perempuan.

Jarang berkumpul dengan sesama ibu-ibu bukan berarti tidak pernah bergosip. Hari gini gosip via telepon, WA, atau media sosial justru lebih intens! Lagian menurut saya, kalau memang sudah "bawaan" mau bergosip ya gosip saja tuh.

Bergosip itu seolah enak dan menyenangkan, padahal sebenarnya mengotori hati dan pikiran. Daripada bergosip mending cari kegiatan yang bermanfaat.

Saya setuju dengan sepenggal kalimat postingan instagram ibu Veronica Tan bahwa "setiap perempuan harus punya hobi, untuk melepas penat sejenak dari kesibukan kita sebagai perempuan."

Berkarya lewat hobi merajut (Foto : pixabay.com)
Berkarya lewat hobi merajut (Foto : pixabay.com)
Hobi itu memberi kesenangan dan kepuasan tersendiri. Banyak yang bisa ditekuni di rumah. Bisa memasak, berkebun, menulis, merajut, melukis, dan seterusnya.

Dengan menjalani hobi, otak kita dilatih lebih kreatif. Dengan demikian, hobi tak hanya sekedar untuk menghabiskan waktu. Akan tetapi, hobi juga memberikan kebahagiaan.

Kebahagiaan sejati tak perlu kita buktikan, apalagi hanya lewat media sosial. Mengutip kalimat bijak dari Maya Angelou, "You alone are enough. You have nothing to prove to anybody".

Salam bahagia untuk semua perempuan Indonesia!

~MomAbel~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun