Masa PraPaskah sudah selesai. Umat Kristiani bersiap memperingati Trihari Suci. Tak terasa 40 hari terlewati. Banyak pelajaran hidup dari refleksi diri di masa ini.
Tahun sebelumnya, anak-anak masih sekolah. Saya lebih leluasa dan punya waktu sendiri. Tahun ini, anak-anak sekolah online. Termasuk si Bungsu yang sudah sekolah. Sungguh, sebagai ibu saya 24 jam bersama mereka di rumah.
Namun, di masa pra Paskah tahun ini saya justru bisa ikut kegiatan-kegiatan karena semua dilakukan dengan online. Tiap Senin malam ada pertemuan APP di lingkungan. Nah, waktu ini sangat pas. Anak-anak sudah mandi dan makan malam. Karenanya, saya bilang "Mama mau sekolah dulu ya?" Hehe
Pertemuan tersebut dilaksanakan lewat zoom. Suatu berkah bagi ibu-ibu seperti saya karena tak perlu keluar rumah. Malah biasanya saya tak pernah datang karena anak-anak akan bosan dan berisik sendiri dengan pertemuan semacam ini.
Jadi, empat kali pertemuan APP saya lalui dengan di depan laptop, sementara anak-anak bermain atau menonton TV. Sebuah hal yang baik dari masa pandemi ini.
Semakin Mengasihi, Semakin Terlibat Semakin Menjadi Berkat
Kalimat di atas adalah tema APP tahun ini di lingkungan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Sebaris kalimat yang penuh makna dan perlu menjadi refleksi persaudaraan dalam hari-hari di masa pertobatan Agung.
Selama 4 kali pertemuan membahas tentang persaudaraan dalam keluarga, masyarakat, alam ciptaan, dan dunia digital. Semua tema bahasan sangat terkait dengan kondisi saat ini dimana pandemi global Covid-19 melanda.
Banyak permenungan bagaimana saya harus tetap sukacita dan berpengharapan dalam mengasuh anak di masa pandemi. Serta bagaimana membawa keluarga saya untuk selalu menjadi berkat untuk orang lain. Karena anak-anak masih kecil, teladan iman dan perbuatan lebih penting. Tetap tersenyum, kurangi mengomel untuk hal yang tidak penting, dan tulus membimbing mereka dalam keseharian adalah yang saya lakukan.
Persaudaraan sangat penting sebagai wujud mengasihi Tuhan dan sesama. Tentu ketika kita menganggap semua orang adalah saudara, kita semakin diajak untuk lebih peka, peduli, dan berbela rasa. Seperti kisah orang Samaria yang baik hati, sesama kita adalah siapapun yang menderita dan membutuhkan uluran tangan kita. Tak perlu muluk-muluk, terkadang hal kecil seperti sapaan dan senyum dengan tetangga mampu menjadi berkat.
Begitu juga dengan alam ciptaan. Refleksi Pra Paskah mengajak saya untuk lebih konsisten mencintai bumi lewat diet kantong plastik, hemat air dan listrik, memilah sampah , dan hidup secukupnya saja.
Dan terakhir adalah bagaimana mewujudkan persaudaraan dalam dunia digital. Bagi saya ini sangat penting, mengingat tiap hari kita berinteraksi dengan dunia digital dan media sosial. Apalagi di masa pandemi ini, semua serba "online", bersaudara secara digital lebih memungkinkan.
Refleksi tersebut mengingatkan saya untuk lebih bijak dan berhikmat. Ujaran kebencian, hoaks, dan hiruk-pikuk dunia digital semakin banyak kita lihat. Akan tetapi, kita punya pilihan untuk menjadi berkat.
Lewat Kompasiana, saya merasakan pertemanan dan persaudaraan digital yang positif. Mengutip kata pak Tjiptadinata Effendi bahwa melalui tulisan kita bisa membangun jembatan dan saling terhubung satu sama lain.
Memang saya sendiri belum pernah bertemu muka dengan sesama kompasianer. Namun, lewat tulisan para kompasianer yang ditulis dari hati, energi baik bisa tersalurkan satu sama lain. Melalui komentar dan sapaan, saya merasakan kebaikan dan ketulusan dalam berinterkasi.
Terimakasih untuk semua kompasianer yang sudah berbagi energi baik dan inspiratif. Bagi yang sering singgah di artikel saya, mohon maaf kalau terkadang terlewat untuk mengunjungi balik.
Kiranya kita semua selalu diberkahi dengan kesehatan dan kebahagiaan. Selamat menyambut Paskah 2021 bagi yang merayakan.
Salam hangat,
MomAbel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H