Akhir tahun menjadi momen yang tepat untuk mengajak anak-anak liburan. Setelah merayakan Natal bersama kakek dan neneknya di Salatiga, kami mengajak anak-anak ke Surabaya.
Perjalanan ini adalah pertama kalinya menggunakan tol trans Jawa. Duh, benar tak disangka dengan adanya tol ini lama perjalanan terpangkas banyak.
Kami masih ingat beberapa tahun yang lalu, roadtrip ke Batu, Jawa Timur tidak hanya lama tapi banyak drama. Dari nyasar gegara GPS yang memaksa kami melewati kampung dengan jalan sempit sampai lewat hutan yang sepi dan sedikit horor hihihi
Kali ini kami cukup santai karena Salatiga-Surabaya bisa ditempuh dengan kurang-lebih 3 jam. Hmmm... apalagi 3 jam bagi orang seputaran Jakarta itu bisa dikatakan cepat pakai "banget" hihihi
Dari Salatiga jam 10.00 pagi, jam 13.15 sudah sampai Surabaya. Cocok dengan waktu makan siang. Kami ingin mencoba menu rawon. Seingat saya ada rawon terkenal yaitu rawon kalkulator.
Berbekal google maps, ternyata rawon ini di daerah Bungkul. Tepatnya sentra PKL Bungkul. Gampang sekali ditemukan.
Tak lama, pesanan pun datang. Berhubung sudah lapar, kami langsung menyantapnya. Papanya anak-anak terlihat lahap menikmati makanan berkuah kehitaman itu. Sedangkan si sulung yang picky eater mau mencoba sotonya. Puji Tuhan! Saya pun menikmati rawon dengan lauk kerupuk udang dan perkedel kentang.
Wah, rawon ini memang lezat. Daging rawon disini memang empuk. Dari rasanya, menurut saya rawon ini menggunakan daging segar yang langsung dimasak. Berbeda dengan rawon yang menggunakan daging yang sudah disimpan atau dibekukan.
Yang membuat saya heran, ternyata warung rawon ini buka dari jam 11 siang sampai jam 3 pagi. "Pokoknya sebelum subuh kami baru tutup, " kata mas yang melayani kami.
Memang beliau menghitung dengan cepat dengan bahasa yang terdengar cepat. Anak saya tertawa-tawa. Lucu banget katanya. Selesai membayar, anak saya masih membahas cara bapaknya menghitung.
Mungkin saya yang lambat berpikir atau menurut saya memang penjual harus bisa hitung cepat, sampai disini saya masih belum paham. Begitu anak saya terus membicarakan dan tentunya kagum dengan cara menghitung bapaknya, barulah saya tahu mengapa mereka memberi nama warung rawonnya kalkulator hihihi
Jadi ternyata warung rawon ini disebut rawon kalkulator karena penjualnya memberi totalan pesanan pembeli tanpa menggunakan kalkulator! Beliau menghitung cepat seperti kalkulator. Oalah... begitu tah?
Setelah itu, masalah kalkulator ini jadi deh bahan ceramah motivasi saya ke anak supaya tekun belajar matematika dasar, yaitu perkalian dan penjumlahan. Hhmmm ibu-ibu memang begitu ya? Cerewet nggak habis-habis. Tapi untuk kebaikan anak boleh kan ya? hehe
Selamat berakhir pekan untuk teman Kompasianer semua. Hanya sedikit cerita dari kota Surabaya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H