Nah, di film ini Bima bersaing dengan Audrey, anak cewek yang merupakan juara bertahan Cooking Camp. Bertolak belakang dengan Bima, Audrey sebenarnya tidak hobi masak. Dia hanya sekedar menuruti kemauan sang mommy yang otoriter dan ambisius. Ibarat robot, Audrey belajar memasak untuk menjadi juara. Hobi Audrey yang sebenarnya adalah modern dancing.
Dari tokoh Bima dan Audrey ini, kita bisa membandingkan sekaligus belajar bagaimana menyikapi minat dan bakat anak. Akankah seperti mommy Audrey yang memaksakan keinginannya kepada anak atau ibu Bima yang mendukung bakat dan minat Bima dalam memasak?
Jika kita menonton filmnya, kita akan tahu bahwa anak lebih bahagia ketika melakukan sesuatu sesuai minat dan bakatnya. Bisa saja hasil masakan sama, tapi kebahagian dan kepuasan batin ada pada anak yang melakukannya dengan riang tanpa beban.
Selain itu, karakter anak akan terbentuk dengan sendirinya ketika merasa bahagia dan dicintai. Solidaritas, kepedulian, kejujuran, dan kebaikan akan terpancar dengan sendirinya. Lagi-lagi film ini mengulik arti seorang juara seperti film anak umumnya.
Orangtua yang ikut menonton akan paham konsep juara yang sebenarnya. Namun dalam kehidupan nyata tidak gampang juga menerapkan. Tidak mudah memang menjadi orangtua yang demokratis. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Apalagi kids jaman now yang notabene generasi milenial ini kritis dan cara berpikirnya out of the box.
Tapi kalau kita telaah lebih jauh, bukankah kita ingin anak-anak yang ceria dan bahagia? Di akhir film, Bima bahagia menjadi chef dan membuka restoran. Sedangkan Audrey bahagia bisa menari sesuai hobinya dan menjadi juara. Masing-masing menemukan kebahagiaan sesuai bakat dan minatnya.Â
Setelah nonton film ini, saya serasa diingatkan untuk mendukung minat dan bakat anak, memberinya kesempatan, dan juga menyayangi sepenuh hati. Bagaimanapun anak akan menjadi juara yang terbaik di hati kita. Sama seperti kita di hati mereka.
Cikarang, 12 Juli 2018