"Toleransi adalah hasil dari pendidikan yang tinggi. Semakin seorang paham perbedaan, dia akan paham makna kebersamaan." - Helen Keller.
toleransi di Jakarta.
Pada hari Kamis, 21 November 2024, Ridwan Kamil selaku calon gubernur DKI Jakarta mengadakan dialog dengan Komunitas Tionghoa di Pantjoran PIK, Jakarta Utara. Dalam dialog tersebut, Ridwan Kamil menegaskan komitmennya terhadap Pancasila danIa menyatakan bahwa pasangan RIDO adalah satu-satunya pasangan yang menuliskan Pancasila dalam visi-misinya dan berjanji untuk mewujudkan keadilan, termasuk untuk umat beragama. Ridwan Kamil menekankan pentingnya mendukung kegiatan keagamaan semua umat, seperti mendukung umat Muslim dengan program magrib mengaji dan memberangkatkan umrah, serta mendukung umat Kristen dengan sekolah Minggu dan kunjungan ke Yerusalem.
Grace Natalie dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mendampingi Ridwan Kamil mengingatkan tentang rekam jejak Ridwan Kamil dalam isu toleransi dan kebebasan beragama selama menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.
Grace menyebutkan bahwa indeks toleransi di Jawa Barat mengalami peningkatan selama kepemimpinan Ridwan Kamil. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya rumah ibadah yang dibantu dan masalah radikalisme yang diupayakan untuk diselesaikan.
Komunitas Tionghoa melihat Ridwan Kamil sebagai sosok yang toleran dan mengayomi seluruh golongan masyarakat, yang membuat mereka mendukung penuh pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dialog tersebut juga diikuti dengan blusukan ke Batavia COVE PIK, di mana Ridwan Kamil berinteraksi dengan warga yang sedang menikmati malam mingguan.
Acara ini dihadiri oleh berbagai komunitas dan organisasi, termasuk Kipasan, Aliansi Tionghoa Indonesia, dan Rumah Juang Indonesia Emas. Deklarasi dukungan terhadap Ridwan Kamil juga dilakukan oleh Ketua Dewan Pembina Kipasan, Putri K Wardani. Kegiatan ini menunjukkan komitmen Ridwan Kamil untuk merangkul semua golongan dan memastikan keadilan serta toleransi di Jakarta.
Acara dialog yang diadakan Ridwan Kamil menjadi bukti nyata bahwa Indonesia merupakan negara yang plural dari banyak sekali aspek. Keragaman ini sejatinya menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, keberagaman rakyat Indonesia menjadi sebuah perekat yang menyatukan bangsa dari Sabang sampai Merauke.
Akan tetapi, di sisi lain, perbedaan ini menjadi cikal bakal bom waktu yang akan menjadi awal mula perpecahan bangsa jika tidak dijaga dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan bantuan dan inisiatif dari setiap individu untuk bisa merangkul perbedaan yang ada dan menjadikannya sebagai dasar persatuan.
Salah satu cara yang paling efektif untuk belajar adalah dengan mencoba langsung. Praktik menjadi kunci dalam proses memahami dan mengerti persis apa yang dimaksud. Dalam konteks toleransi beragama, kurang afdal rasanya jika ilmu toleransi ini tidak disertai dengan praktik langsung melalui kegiatan lintas agama.
Sebenarnya, kita sendiri sudah hidup berdampingan dengan mereka yang berbeda dengan kita setiap harinya. Meskipun begitu, banyak dari kita yang tidak menyadarinya, atau bahkan mengabaikannya. Oleh karena itu, SMA Kolese Kanisius sebagai salah satu sekolah swasta Katolik yang terletak di Jakarta Pusat mengadakan kegiatan ekskursi setiap tahunnya.
Kegiatan ekskursi pada dasarnya adalah kegiatan yang dirancang bagi para Kanisian—sebutan untuk mereka yang bersekolah di Kolese Kanisius—agar bisa lebih mendalami arti dan bukti nyata dari toleransi itu sendiri. Setiap tahunnya, Kanisian kelas 9 dan kelas 12 diajak untuk berkunjung dan menginap selama beberapa hari di pondok pesantren yang tersebar di Jabodetabek.
Selama beberapa hari tersebut, mereka harus mengikuti segala budaya dan kebiasaan yang ada di pondok pesantren masing-masing. Budaya yang dilakukan diharapkan dapat mendorong mereka untuk mengerti apa rasanya menjadi seorang muslim yang baik dan bisa lebih menghayati kata “toleransi”.
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis sendiri, ada beberapa hal yang mengejutkan dan sangat mengubah pemikiran penulis. Selama berada di pesantren, penulis menyadari betapa besar nilai kesederhanaan yang dimiliki para santri.
Dengan uang sekolah hanya Rp2.000.000 per tahun, kondisi sarana dan prasarana mereka sangat minim. Mereka juga tidak memiliki hiburan dan dibatasi dengan banyak aturan yang sangat ketat. Meski demikian, mereka tetap bersyukur dan bahagia dengan apa yang mereka miliki.
Ketika salah satu santri diwawancara, ia menjelaskan bahwa kehidupan seperti ini bukanlah masalah bagi dirinya. Mendengar hal ini, penulis seakan-akan ditampar dengan kenyataan para santri yang bisa dibilang cukup keras dan ditekankan pentingnya sikap bersyukur atau merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki.
Dari segi kegiatan sehari-hari, terdapat pula perbedaan yang cukup signifikan. Para santri menjalani kehidupan yang disiplin dan sederhana. Hari-hari mereka dimulai dengan shalat subuh berjamaah, yang kemudian dilanjutkan dengan mengaji. Setelah sarapan, mereka belajar mata pelajaran umum di kelas. Sore harinya diisi dengan kegiatan keagamaan lagi. Kegiatan malam hari mereka diakhiri dengan shalat maghrib berjamaah dan kajian kitab kuning.
Meskipun penuh aktivitas, mereka tetap menunjukkan rasa syukur dan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Tentunya rutinitas ini cukup berbeda dengan kita yang tinggal di daerah perkotaan. Belum lagi, perlu diingat bahwa mereka tidak memiliki akses ke media sosial atau gawai, berbeda dengan kita yang tampak tak bisa hidup tanpa ponsel.
Penulis mendukung penuh adanya kegiatan ekskursi karena kegiatan ini mampu memperkenalkan sisi yang lebih dalam dari agama lain, memperkaya pemahaman, dan memberikan banyak pelajaran hidup yang berharga.
Melalui interaksi langsung dengan lingkungan yang sangat berbeda, siswa dapat mengembangkan sikap toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman di tingkat yang lebih komprehensif. Di negara seperti Indonesia yang kaya akan budaya dan agama, toleransi adalah fondasi penting untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI