Salah satu isu hukum ekonomi syariah yang menarik perhatian masyarakat saat ini adalah inisiatif pemerintah Indonesia untuk mendorong pengembangan sektor ini. Presiden Joko Widodo menegaskan peran vital sektor ekonomi syariah sebagai peluang signifikan bagi negara, mengingat populasi Muslim di Indonesia yang mencapai 236 juta jiwa. Pernyataan ini menjadi pendorong bagi pengembangan berbagai sektor, termasuk keuangan syariah, industri halal, dan pariwisata halal, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam konteks ekonomi syariah, terdapat beberapa kaidah hukum syariah yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah larangan riba, yang mencegah adanya bunga atau keuntungan tidak adil dalam transaksi keuangan. Kaidah gharar menekankan pentingnya kejelasan dan transparansi dalam setiap transaksi untuk menghindari spekulasi dan ketidakpastian, sementara kaidah maysir melarang unsur perjudian dalam kontrak ekonomi. Selain itu, prinsip keadilan (al-'adl) menjadi dasar yang harus dipegang dalam setiap transaksi syariah, memastikan bahwa hak-hak semua pihak dalam akad terlindungi secara adil.
Norma-norma hukum yang menjadi landasan dalam ekonomi syariah mencakup norma keadilan, keseimbangan, dan kebebasan berkontrak sesuai dengan prinsip syariah. Norma-norma ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap transaksi dilakukan dengan adil dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti riba, gharar, dan maysir. Kebebasan berkontrak dalam hukum ekonomi syariah juga memiliki batasan, di mana setiap pihak harus menjaga keadilan dan kesejahteraan satu sama lain.
Regulasi hukum yang mengatur pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat penting. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan landasan hukum untuk operasional lembaga keuangan syariah. Selain itu, Undang-Undang Jaminan Produk Halal mendukung perkembangan industri halal. Regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berperan dalam memastikan bahwa lembaga keuangan syariah mematuhi prinsip tata kelola yang baik, perlindungan konsumen, dan transparansi. Fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) berfungsi sebagai panduan utama dalam melaksanakan transaksi yang sesuai dengan syariah.
Dalam analisis pengembangan ekonomi syariah, pendekatan positivisme hukum menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan-aturan formal yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pendekatan ini berfokus pada implementasi hukum yang sudah ada, seperti regulasi perbankan syariah dan industri halal, tanpa mempertimbangkan aspek sosial yang ada di masyarakat. Sebaliknya, pendekatan sociological jurisprudence melihat hukum sebagai instrumen yang harus disesuaikan dengan kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat. Pendekatan ini menilai bagaimana hukum ekonomi syariah dapat berkontribusi pada kesejahteraan umat Muslim dan beradaptasi dengan perkembangan sosial, serta memastikan bahwa hukum berfungsi untuk melayani masyarakat secara lebih luas.
Dengan demikian, baik positivisme hukum maupun sociological jurisprudence memberikan perspektif yang saling melengkapi dalam menganalisis isu hukum ekonomi syariah. Pendekatan positivisme menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan yang ada, sementara sociological jurisprudence mengevaluasi relevansi dan efektivitas hukum dalam konteks sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI