Mohon tunggu...
Muhammad Malindo
Muhammad Malindo Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Kata

Suka kopi, kata, musik, rindu, dan puisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bulan Mencair

19 Juni 2024   19:18 Diperbarui: 21 Juni 2024   05:58 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bulan mencair di sepanjang lorong

Mengalir jauh. Menebal hening

Tinggi merendam mata kaki

Kupasan demi kupasan takdir terapung 

Hanyut terbawa ke tepian rumput

Malam telah menoreh kisah di jidat

Segala gema mendadak reda

Semua bunyi terus melambung

Melampaui batas-batas dinding sunyi

Mencari rongga waktu yang terbuka 

Bulan pun mencair tanpa sisa

Anjing terbirit berlari miring

Lentik-lentik jari hantu kian keriting 

Segerombolan iblis berjalan kaki

Menanggalkan sayap di ranting trembesi 

Malaikat diam saja sedari tadi

Malu bertanya setiap cinta untuk apa

Ditinggalkannya sebutir janji di daun jendela

Akan kembali setelah purnama

Mungkin, ketika trauma sempurna nanti

Berevolusi sebagai calon bakal jerawat

Pecah membentuk pori-pori baru

Sebelum pada akhirnya menjadi bulu

Bersembunyi di sepasang alis mata manusia 

Mekko 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun