berbelit-belit asap rokokku balut aroma parfum di atas kepalamu
satu cangkir saja, cukup untuk berdua
di warung kopi ini kita bongkar gundukan-gundukan sejarah mendung
segala rahasia gerimis yang membuat kita nyaris bagai sepasang burung kertas dikoyak hujan
selalu ingin aku samakan pertemuan-pertemuan remeh semacam ini  dengan 77 warna langit sore yang efeknya baper
kalau saja tak ada kopi hitam senikmat rindu paling berat antara kita berdua
hinggapkan hati yang sayapnya retak seribu di bawah mata lampu sesuram masa lampau
kau menyimak degup jantung sunyi di sudut meja
aku mengeja huruf-huruf mati di balik lipstik pink yang kau sisakan di bibir cangkir
maka sebelum sepoi menyelinap masuk mengurai rambut yang jatuh menuruni alis, mata, pipi, hingga dagumu, aku pastikan tak 'kan lagi sanggup berpaling meski sekadar pura-pura tidak jatuh hati pada perempuan semenderita kau di rezim ini
Mekko 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H