Dibuka pada 1918, tahun kelahiran Benjamin yang dianggap kutukan oleh sang ayah, Thomas Button. Kematian ibunya, membuat sang ayah memilih untuk meninggalkan Benjamin di sebuah rumah jompo milik suami-istri Tizzy dan Queenie yang mengasuh Benjamin bak anak sendiri.
Terlahir sangat tua, Benjamin pun mewarisi masalah-masalah orang tua seperti katarak, reumatik, dan tak bisa berjalan pada usia mudanya dengan wajah keriput, Benjamin kerap menggunakan kacamata dan kursi roda. Barulah pada 1925, Benjamin belajar berjalan ketika Queenie membawanya ke sebuah acara keagamaan sekaligus meminta pendeta untuk mendoakan Queenie agar segera memiliki anak.
David mencoba menunjukkan sisi pertumbuhan Benjamin dengan menonjolkan tahun-tahun perubahannya. Seperti pada 1930 di mana Benjamin bertemu dengan Daisy kecil yang pada saat itu masih berusia 6 tahun dan bertemu kembali dengan Thomas Button yang diam-diam tetap memperhatikan Benjamin walaupun masih menyimpan rahasia tentang status dirinya dan Benjamin.
Tumbuh semakin muda membuat Benjamin yang tinggal di panti jompo harus melihat satu per satu jompo di tempat tinggalnya pergi. Tiap kali pula ia diajari oleh jompo yang dititipkan di rumah Queenie berbagai hal seperti membaca dan bermain piano.
David dinilai cukup berhasil menggambarkan kehidupan Benjamin yang penuh petualangan. Berpamitan dengan Queenie, Benjamin bergabung dengan seorang pemilik kapal untuk berlayar. Di tengah pelayaran dia bertemu seorang wanita yang membuatnya jatuh cinta. Kemana pun ia pergi, Benjamin selalu menyurati Daisy.
Pertemuan Benjamin dan Daisy terjadi kembali ketika keduanya berada pada tubuh berusia 46 tahun. Benjamin mengajak Daisy untuk hidup bersamanya. Namun, hal ini tak berlangsung lama ketika Benjamin bertubuh semakin muda, diam-diam Benjamin meninggalkan Daisy yang akhirnya menikah dengan seorang pria.
Walaupun sempat melakukan berbagai petualangan, film ini masih terasa seperti sebuah biografi kehidupan Benjamin. David sepertinya memang sengaja membuatnya demikian, lantaran ingin menunjukkan keanehan dalam tumbuh kembang Benjamin sang tokoh utama. Efeknya adalah pada tidak adanya klimaks dalam film ini.
Secara visualisasi David lagi-lagi berhasil mempertontonkan tumbuh kembang seorang manusia yang berbeda namun agak tidak masuk akal. Benjamin terlahir bayi dan mati sebagai bayi pula. Memang, tak pernah diketahui harus seperti apa sebenarnya tumbuh kembang yang berbeda 360 derajat dibandingkan dengan manusia pada umumnya ini.
Bagi penikmat drama, tak salah menjadikan The Curious Case of Benjamin Button sebagai pilihan. Apalagi dengan penggarapan David dalam menunjukkan tumbuh kembang Benjamin dengan visualisasi canggih sehingga nampak nyata bagi penonton. Secara keseluruhan film ini cukup berhasil terlihat dari capaian penghargaannya, antara lain masuk nominasi dalam Piala Oscar ke 81 untuk 13 kategori dengan memenangi 3 diantaranya, yaitu untuk kategori Best Art Direction, Best Make Up, dan Best Visual Effect. Lantas, tak salah ketika film ini memiliki perias yang luar biasa dalam menciptakan Brad Pitt jompo, dewasa, dan remaja dengan alami dan enak dilihat mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H