Republik Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara dengan lebih dari 17.000 pulau. Sistem pemerintahan dan politik Indonesia telah melalui berbagai fase sejak kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Dengan sistem politik yang menganut demokrasi Pancasila, Indonesia dianggap sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat dan India.Â
Melalui pemilihan umum yang bebas dan adil di tingkat nasional dan lokal, sistem demokrasi Indonesia saat ini memungkinkan orang untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Setiap warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memilih, dipilih, dan berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan melalui wakil-wakilnya di lembaga legislatif.
Namun, jalan menuju demokrasi yang stabil seringkali sulit. Negara ini telah mengalami banyak pemerintahan otoriter, yang memiliki dampak yang signifikan. Dengan jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang membawa perubahan besar menuju demokrasi yang lebih terbuka dan transparan.Â
Reformasi politik termasuk desentralisasi kekuasaan, pembatasan masa jabatan presiden, dan penguatan lembaga-lembaga demokrasi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi. Secara keseluruhan, pengalaman Indonesia dengan demokrasi dan otoritarianisme memberikan pelajaran penting tentang dinamika kekuasaan dan partisipasi politik. Meskipun menghadapi tantangan dan hambatan, perjalanan demokrasi Indonesia menunjukkan komitmen negara ini untuk terus memperbaiki sistem politiknya untuk kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya.
1.1 DEFINISI DEMOKRASI
Prinsip dasar demokrasi adalah kedaulatan rakyat, yang berarti bahwa kekuasaan politik berasal dari rakyat dan diberikan kepada para pemimpin secara terbatas melalui pemilihan umum, referendum, dan mekanisme partisipasi lainnya. Selain itu, demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana rakyat atau wakil-wakil yang dipilih secara demokratis memegang kekuasaan politik.
1.2 BENTUK-BENTUK DEMOKRASI Â
1. Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Demokrasi di Indonesia yang pertama adalah demokrasi parlementer. Namun, sistem demokrasi ini tidak bertahan lama karena dianggap tidak cocok dengan negara Indonesia. Dalam sistem demokrasi parlementar, peranan parlementer dan partai-partai sangat ditonjolkan. Jika terus-menerus diterapkan, demokrasi parlementer dianggap dapat melemahkan persatuan yang telah dibina selama masa perjuangan.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Dalam sistem demokrasi parlementar, peranan parlementer dan partai-partai sangat ditonjolkan. Jika terus-menerus diterapkan, demokrasi parlementer dianggap dapat melemahkan persatuan yang telah dibina selama masa perjuangan. Dalam demokrasi terpimpin, presiden memiliki peran yang kuat dan partai politik memiliki peran yang terbatas. Beberapa hal dianggap menyimpang selama prosesnya. Salah satu kesalahan yang terjadi adalah ketetapan MPRS no. III/1963, yang menetapkan bahwa Ir. Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup. Namun, UUD 1945 memberikan kesempatan kepada presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Pernyataan MPRS tersebut secara tertulis telah membatalkan pembatasan waktu yang ditetapkan oleh undang-undang. Presiden Ir. Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilihan umum pada tahun 1960, yang merupakan penyelewangan lain yang dianggap melanggar undang-undang. Namun, UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa presiden tidak memiliki otoritas untuk melakukan hal tersebut. Setelah Soekarno meninggalkan jabatannya sebagai presiden, demokrasi terpimpin kemudian muncul.
3. Demokrasi Pancasila (Era Orde Baru 1966-1998)
Dalam sistem demokrasi parlementar, peranan parlementer dan partai-partai sangat ditonjolkan. Jika terus-menerus diterapkan, demokrasi parlementer dianggap dapat melemahkan persatuan yang telah dibina selama masa perjuangan. Presiden memiliki peran yang sangat dominan terhadap lembaga negara lainnya dalam sistem demokrasi Pancasila zaman orde baru. Seolah-olah nama Pancasila hanya digunakan sebagai simbol atau lambang. Karena fakta bahwa apa yang terjadi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pancasila. Rakyat melengserkan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, mengakhiri Demokrasi Pancasila.
4. Demokrasi Pancasila (Era Reformasi)
Dalam sistem demokrasi parlementar, peranan parlementer dan partai-partai sangat ditonjolkan. Jika terus-menerus diterapkan, demokrasi parlementer dianggap dapat melemahkan persatuan yang telah dibina selama masa perjuangan. Presiden BJ Habibie memulai penerapan demokrasi dengan memberikan kebebasan pers dan kebebasan berbicara saat memasuki era reformasi. Kedua hal tersebut dianggap dapat berjalan beriringan dan berfungsi sebagai pengatur dan pengimbang. Â Akibatnya, demokrasi Pancasila dari era reformasi masih digunakan hingga hari ini.
2.1 DEFINISI OTOKRASI
Otokrasi adalah sistem pemerintahan di mana satu individu atau sekelompok kecil orang memiliki kekuasaan mutlak atau absolut. Dalam otokrasi, keputusan politik dan kontrol negara dibuat tanpa pertanggungjawaban yang signifikan kepada rakyat atau badan-badan. Hukum yang independen. Tanpa adanya kendali atau pembatasan yang signifikan dari lembaga-lembaga lain, penguasa otokratis memiliki otoritas besar dalam mengambil keputusan tentang hal-hal seperti politik, sosial, ekonomi, dan militer. Otokrasi sering dikaitkan dengan sistem pemerintahan yang otoriter atau totalitarian di mana kekuasaan dan kontrol pemerintah yang kuat mengabaikan hak-hak individu dan kebebasan sipil.
2.2 BENTUK-BENTUK OTOKRASI
1. Kekuasaan Monarki di Kerajaan-Kerajaan nusantara
Kekuasaan monarki di kerajaan- kerajaan Nusantara adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang raja atau sultan yang memiliki otoritas absolut atas wilayah dan rakyatnya seperti pada masa Kerajaan Majapahit pada tahun 1293-1527, masa Kerajaan kesultanan mataram pada tahun 1587-1755 dan masih banyak keraajaan lagi.
2.pendudukan Jepang (1942-1945)
Selama pendudukan Jepang di Indonesia (1942--1945), pemerintahan militer yang sangat otoriter menandai masa otokrasi. Setelah mengalahkan Belanda, Jepang mengambil alih Indonesia dan membaginya menjadi tiga zona militer dengan komandan militer Jepang yang memiliki otoritas absolut. Kontrol militer penuh, represi dan kekerasan terhadap penduduk, pengendalian ketat atas informasi dan propaganda, dan eksploitasi tenaga kerja dan sumber daya alam melalui kerja paksa (romusha) adalah ciri-ciri utama periode ini. Jepang juga membentuk organisasi sosial dan semi-militer untuk mendukung upaya perangnya. Dengan tingkat kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan yang tinggi, dampaknya terhadap masyarakat Indonesia sangat besar. Meskipun demikian, era ini juga memicu kembali semangat nasionalisme dan memungkinkan para pemimpin Indonesia untuk membentuk dan mempersiapkan perjuangan kemerdekaan. Kekalahan Jepang sebagai akibat dari pendudukan.
3. Era Orde Lama di bawah Soekarno (1959-1966)
Di bawah kepemimpinan Soekarno (1959-1966), masa Orde Lama dimulai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945. Soekarno mendapatkan banyak kekuasaan ketika dia menerapkan Demokrasi Terpimpin. Ia memperkuat otoritasnya, melemahkan lembaga demokratis, dan sering mengambil keputusan politik penting melalui dekrit presiden. Tidak ada oposisi politik yang bebas, dan banyak lawan politik ditangkap atau dipecat. Media massa dikendalikan oleh negara, dan mereka digunakan untuk menyebarkan propaganda. Soekarno sering memobilisasi massa dan mendorong militer untuk berpartisipasi dalam politik. Ini dapat menyebabkan instabilitas politik karena konflik antara militer dan PKI, serta krisis ekonomi karena kebijakan ekonomi yang tidak efisien yang menyebabkan inflasi tinggi dan penurunan standar hidup. Selain itu, dengan melakukan kampanye anti-imperialisme, Soekarno mendorong nasionalisme.
4.Era Orde Baru di bawah Soeharto (1966-1998)
Era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto dimulai setelah pengunduran diri Soekarno pada tahun 1967. Era ini dicirikan oleh dominasi militer, otoritarianisme, dan stabilitas politik yang dijunjung tinggi. Soeharto memusatkan kekuasaan di tangan pemerintah pusat dan militer, mengendalikan oposisi politik, dan mengontrol media massa untuk mengamankan kedudukannya. Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa selama Orde Baru dengan kebijakan pembangunan yang agresif dalam bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, korupsi dan kesenjangan sosial menjadi masalah yang tidak terelakkan. Militer sangat penting dalam kehidupan sehari-hari politik dan pemerintahan.Efektifitas sosial beragam. Sebagian besar orang menikmati standar hidup yang lebih baik, tetapi ada penindasan terhadap kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia. Karena krisis ekonomi yang memburuk pada akhir 1990-an, Soeharto menghadapi banyak tekanan dari masyarakat, yang menyebabkan demonstrasi besar-besaran dan akhirnya mengundurkan dirinya pada tahun 1998, yang mengakhiri Orde Baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H